Tentang ‘RADIOHEAD’

Radiohead Bukan Hanya Sekedar Band. Karena perlu lebih dari sekedar mendengarkan lagunya untuk bisa memahami musiknya.

Review Album Noah “Seperti Seharusnya”

Album “Seperti Seharusnya” ini seakan menjawab semua pertanyaan yang ada selama masa hiatus mereka dari industri musik Indonesia. Sekaligus sebagai hadiah bagi semua sahabat yang telah lama menantikan karya-karya mereka.

Cerpen: Aku, Kamu dan Hujan

"Hujanpun tak lagi turun disini seakan tak mengizinkan kami untuk bertemu lagi seperti dulu. Hari-hari begitu kelam terasa"

Lagu yang Berkesan Selama 2012

Lagu pada dasarnya bukan hanya untuk sekedar didengarkan. Kadang ada lagu yang berkesan dalam kehidupan saat ada moment-moment tersendiri dalam hidup kita.

Tentang Film Animasi di Tahun 2012

Dibalik kesederhanaan cerita, tema atau apapun, film animasi ternyata menyajikan banyak pesan tersirat, sarat akan makna dan banyak hal yang bisa kita ambil dari apa yang disampaikan dari kesederhanaan yang diungkap dalam film animasi.

Tuesday, June 25, 2013

Tentang Film Hello Ghost (2010)


Kalau saya ditanya film Asia mana yang saya suka? Jawabannya tidak banyak.
Entah kenapa saya tidak begitu tertarik dengan film-film Asia (terutama drama) darimanapun itu asalnya (Korea, Jepang, Thailand, China dsb). Walaupun sesungguhnya tidak jarang juga saya menonton film Asia, tapi hanya sedikit yang memberi kesan dan membekas di otak saya. Mungkin selama ini film-film Hollywood telah terlanjur memenuhi memory otak yang membentuk mindset saya tentang film. Hal itu membuat saya menjadi cenderung skeptis menilai film-film Asia. Sejak saya kuliah, You Are The Apple of My Eye (2011) mungkin adalah film yang membuat saya terlanjur suka sama film drama Asia dan cukup membekas di otak.
Dan atas rekomendasi teman, beberapa waktu lalu saya sempat menonton film Asia (Korea) berjudul Hello Ghost (2010). Maksain nonton film ini sungguh adalah hal yang paling membosankan, bahkan saya sempat menundanya beberapa hari. Sampai akhirnya saya mencoba bertahan dengan kebosanan yang hadir dalam film ini. Hello Ghost ini sendiri bercerita tentang seseorang, Sang Man diperankan oleh Cha Tae-Hyun yang ingin bunuh diri tapi selalu gagal pada pelaksanaannya hingga akhirnya ia diikuti empat hantu beda usia yang entah darimana datangnya.
Hello Ghost bisa dibilang film drama khas Korea kebanyakan yang kadang kita sudah tahu premisnya apa tanpa harus kita tonton sampai akhir. Di beberapa bagian cenderung predictable dan terkesan biasa. Bagian-bagian yang seharusnya menjadi moment-moment lucu menjadi terasa hambar. Hal yang saya maksud membosankan dalam film ini karena film ini terlalu memaksa penontonnya untuk mengikuti alur serta plot film ini. Kita terlalu dipaksa mengerti keadaan Sang Man yang terlanjur sebatang kara, kesepian, sendirian dan harus bertemu dengan hantu-hantu yang juga tidak jelas asalnya darimana. Membosankan sekali ketika harus terus menerus melihat orang yang tak punya semangat hidup dan desperate sepeti itu. Dan semua itu berlangsung hampir 80% bagian dari film ini walaupun pas perjalanannya perlahan mencair seiring karakter yang semakin jelas dan bermunculan.
Spekulasi awal saya tentang film ini berhenti di 15 menit terakhir. Hal yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Semua kebosanan dan ke-absurd-an film ini menjadi jelas dibagian ini. Kim Young Tak benar-benar memberi kejutan dan efeknya benar-benar terasa. Saya kesal, kenapa endingnya bisa begitu gloomy dan menyedihkan sampai membuat saya berkaca-kaca. Apalagi ingatan-ingatan tentang Ibunya! Dialog dengan Ibunya! Banyak film yang sedih, tapi kenapa film ini begitu menyedihkan? Sialan!!!


That’s Sweet Twist and Perfect Moment!
Entah harus bilang apa, alur cerita, plot, akting, karakter dan segala tektek bengek film ini  menjadi tidak penting lagi dan terkesan dikesampingkan gara-gara ending yang membuat saya sadar ternyata saya adalah pria yang melankolis. Premis yang diungkap film ini benar-benar membuat saya menarik sebuah pelajaran sederhana yang berarti tapi terkadang terlupakan dalam kehidupan.
Keluarga. Ya keluarga. Orang-orang yang paling dekat dengan kehidupan kita. Sadarilah bahwa mereka selalu ada buat kita. Mereka selalu menerima kita bagaimanapun keadaannya. Teman, rekan, kekasih atau apapun bisa datang dan pergi dari kehidupan kita sesuka hati mereka. Tapi tidak dengan keluarga. Mereka selalu peduli pada kita dengan apapun caranya. Seperti yang dialami Sang Man, walaupun dia menganggap dirinya sendirian tapi sesungguhnya tanpa ia sadari keluarganya selalu memperhatikan dan menemani dirinya.
Oh man...!
Menonton film ini membuat pola pikir baru bagi saya bahwa film Asia memang layak ditonton. Mungkin tidak se-spektekuler Blockbuster Hollywood tapi film ini saja sudah cukup memberi persepsi lain. Kabar lainnya, Hollywood-pun akan me-remake film ini dengan Adam Sandler sebagai Sang Man.

Tentang Film Man of Steel (2013)

Satu film yang paling saya tunggu kehadirannya di 2013. Bukan tanpa alasan memang, kehadiran orang-orang hebat dibalik layar (Snyder, Nolan, Goyer dan Zimmer – especially for Nolan), promosi yang jor-joran serta trailer-trailer spektakuler yang terus menerus mengiringi film ini sampai akhirnya rilis. Benar-benar membuat ekspektasi tentang film ini menjadi begitu tinggi. Tapi apakah ekspektasi dan hype yang terlanjur tinggi tersebut sesuai dengan kenyataannya?
Man of Steel dimulai dari kelahiran seorang anak laki-laki (Kal-El) sesaat sebelum planet Krypton hancur. Bayi Kal-El kemudian dikirim kebumi oleh Jor-El (Russel Crowe) - Lara Lor-Van (Ayelet Zurrer). Dan ditemukan suami-istri Jonathan Kent (Kevin Coustner) - Martha Kent (Diane Lane). Kal-El/Clark Kent (Henry Cavill) tumbuh di bumi dengan keterasingan (kalau kata Stings “Englishman In New York”). Tidak banyak yang bisa menerima keberadaannya, dia tahu dia berbeda tapi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Sampai akhirnya ia harus berkelana ke seluruh belahan dunia untuk mencari tahu jati diri yang sesungguhnya. Saat dia mulai mengetahui siapa dirinya yang sesungguhnya, General Zod (Michael Shannon) mengetahui keberadaan Clark Kent yang telah dicarinya selama bertahun-tahun. Dan dari sanalah semua inti dari film ini dimulai.
Proyek Man of Steel arahan Zack Snyder ini adalah proyek yang ambisius. Bagaimana tidak? Segala tuntutan dan beban seperti ditanggung oleh film yang satu ini. Kenyataan bahwa Man of Steel ingin sesukses Trilogi Batman, ingin mengalahkan saingan utamanya Marvel, ingin mengobati seluruh fans Superman yang kecewa dengan kehadiran Superman Returns (2006) dan tentunya sebagai tonggak awal proyek besar DC, Justice League membuat film ini seperti ingin hadir dengan taste yang se-spektaluer mungkin tanpa cela sedikitpun. Tak apa memang ketika semua formula yang telah dirancang mampu dieksekusi dengan baik, tapi sayangnya untuk film ini semuanya tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Man of Steel hadir dengan pencitraan dan penceritaan yang serba tanggung. Penonton seakan terlalu banyak dijejali cerita dan adegan yang berlalu begitu cepat tanpa meninggalkan kesan yang berarti bagi penonton. Pendeskripsian karakter, alur cerita, adegan dan aksi ledak-ledakan yang gila seakan dipaksakan berjubel dalam satu frame. Terlalu banyak hal yang ingin diceritakan dan diungkapkan Snyder dalam film ini. Akhirnya penonton yang tidak pernah tahu Superman sebelumnya malah jadi bertanya-tanya. Memang kalau bicara adengan aksi, begitu banyak adegan aksi yang gila-gilaan, ledak-ledakan dimana, efek CGI yang pastinya membuat terkagum-kagum. Tapi apakah hanya itu? Tentu tidakkan? Hal ini mengingatkan saya dengan apa terjadi di Transformers (terutama 3) yang kurang lebih sama dengan film ini.

Walaupun begitu, pemilihan aktor dan aktris yang mengisi cast Man of Steel ini terbilang tepat. Karakter yang diperankan mereka terbilang berhasil mereka perankan sesuai kadar dan porsinya masing-masing (kalau lebih digali lagi tentu lebih bagus). Henry Cavill yang berperan sebagai Superman mampu menempatkan dirinya sebagai orang yang mempunyai dua dunia yang berbeda. Amy Adams-pun mampu menjadikan Lois Lane sebagai wartawan Dialy Planet yang berbeda meski karakter ini tidak begitu tergali sempurna. Pun dengan yang lainnya. Dan point lainnya adalah kedua ayah Clark Kent/ Kal-El dari dunia yang berbeda, Russel Crowe dan Kevin Coustner yang mampu menampilkan figur seorang ayah yang bijkasana dengan sosok ke-bapak-an yang kental. Satu hal lagi adalah olahan musik arahan Hans Zimmer yang cukup mewakili setiap adegan dari film ini.
Film ini memang memiliki konsep dan pondasi yang kuat sebagai reebot dari Superman. Premisnyapun bisa ditentukan sendiri. Tapi satu hal yang menarik bagi saya adalah tentang makna huruf S itu sendiri. S yang didunia manusia adalah Super di Krypton berarti harapan. Muatan-muatan filosofis tentang makna S itu sendiri yang menarik bagi saya. Sedikit mengobati ekspektasi tentang banyaknya muatan filosofis dalam dialog Man of Steel yang memang tidak begitu nampak.
Pada akhirnya semua dikembalikan lagi pada penilaian penonton. Mungkin ada yang bilang bahwa film ini sangat bagus tapi ada juga kemungkinan yang menilai film ini biasa-biasa saja. Pada dasarnya kan sudah jelas bahwa penilaian manusia itu seperti melihat gumpalan awan, kita bebas menentukan bentuk awan itu apa, bisa orang, hewan, pesawat atau apapun. Begitu pula dengan Man of Steel walaupun pada awalnya saya sangat berharap bisa menemukan sesuatu yang saya temukan dalam film-film garapan Cristopher Nolan.