Tak
terasa kita sudah memasuki penghujung tahun 2014, telah banyak rilisan film
yang mewarnai tahun ini. Banyak film yang bagus tapi tak sedikit pula yang
tampil dibawah ekspektasi. Next post
mungkin, saya akan membuat list favorite/top/best
movie tahun 2014.
Menutup
tahun 2014 ini, ada beberapa judul film yang sempat saya tonton di bulan
Desember ini. Dan untuk movie of the month-nya, kali ini saya
agak sedikit bingung karena ada 2 (dua) film yang berhasil mencuri perhatian di
bulan ini, ‘Gone Girl’ dan ‘Stand By Me Doraemon’. Namun setelah ditelaah lagi,
film 3D si robot kucing mungkin sedikit lebih berkesan dibanding kisah Rosamund
Pike yang tiba-tiba menghilang. Jadi, movie
of the month untuk edisi kali ini, ya ‘Stand By Me Doraemon’.
Dan
tanpa perlu basa-basi lagi, inilah daftar short
review film untuk edisi kali ini. Check
this out!
The
Maze Runner (2014) (03/12/14)
Short
review:
Berganti
tahun, berganti pula adaptasi novel young
adult menghiasi perfilman hollywood. Dan tahun
ini ada 'The Maze Runner' yang ditulis James Dashner dibuatkan versi live action-nya. Melihat
premisnya, 'The Maze Runner' sudah cukup untuk mencuri perhatian ditengah
maraknya adaptasi young adult yang
sudah-sudah. Belum lagi, 'The Maze Runner' punya heroine laki-laki yang menjadi pembeda. Sejauh ini 'The Maze
Runner' menjadi adaptasi young adult
terbaik tahun ini, bahkan bila dibandingkan dengan 'Divergent' atau
'Mockingjay: Part 1' sekalipun. Jalan untuk melanjuntukan franchise inipun terbuka lebar dan sepertinya takkan terhenti
ditengah jalan.
Skor:
3/5
If
I Stay (2014) (07/12/14)
Short
review:
'If
I Stay' sanggup menampilkan sisi kecantikannya sebagai sebuah drama percintaan. Alunan cello yang bergulir indah + dimainkan dengan
baik oleh Chloe Grace Moretz sudah cukup membuat film ini terlihat cantik.
Namun terlepas dari itu, sisi lain film ini membuat durasi filmnya terasa
begitu lama. Faktor utamanya, mungkin karena tidak ada sesuatu yang membuat 'If
I Stay' terlihat dramatis. Ya tidak ada konflik yang benar-benar kuat untuk
membuat 'If I Stay' terlihat sebagai sebuah drama tearjeaker. Lumayan membosankan namun masih bisa dinikmati.
Skor:
2,5/5
A Clockwork
Orange (1971) (08/12/14)
Short
review:
Salah
satu film kontroversial di zamannya. 'A Clockwork Orange' yang diadaptasi dari novel berjudul sama karangan Anthony Burgess ini
disebut-sebut sebagai salah satu masterpiece-nya
Stanley Kubrick. Kontroversial memang bukan tanpa alasan, banyak konten
kekerasan dan seksualitas yang tampil eksplisit disini. Mungkin adegannya tidak
sampai disturbing banget, meski ada
satu adegan yang buat saya disturbing
banget. Namun cerdasnya Kubrick, adalah bagaimana ia mengemas adegan-adegan
tersebut dengan tidak biasa. Ya, apa jadinya jika alunan indah Beethoven
mengiringi apa yang ada disini? Artistik tanpa kehilangan unsur sadisnya. Namun
lebih dari itu, Kubrick sanggup membuat kita turut merenung. Dengan satirnya ia
menyinggung moralitas, sosial, hukum sampai politik yang jadi topik utama
disini.
Skor:
4,25/5
Limitless
(2011) (09/12/14)
Short
review:
Seperti
yang lainnya, saya juga akan bilang bahwa 'Limitless' cuma menang di ide dasarnya saja. Namun eksekusinya kurang memuaskan.
Mungkin Neil Burger perlu NZT-48 (bukan sister group AKB48) untuk membuat 'Limitless' tampil lebih baik
lagi. LOL. Sebenarnya, opening-nya
teramat sangat menarik bahkan melihat Bradley Cooper tampil acak-acakan dan
depresif itu juga sudah menarik. Namun sayang ketika durasi terus melaju dan
'Limitless' menjadi cerewet membahas permasalahan seputar bisnis, itu menjadi
terasa membosankan. Memang setelah itu, tensinya mulai kembali naik dgn
menampilkan adegan-adegan seru dan menegangkan stereotype hollywood. Tapi pada akhirnya tetap tidak membuat
'Limitless' menjadi spesial. Yang berbeda mungkin ada visual unik disini. Dan
untuk sekedar hiburan, cukup lah.
Skor:
3/5
Source
Code (2011) (09/12/14)
Short
review:
Ada
keseruan tersendiri ketika Duncan Jones mengemas cerita 8 menit yang sama tapi tak sama dan terus berulang ini. Kelihaiannya
memperhatikan setiap detail sampai yang terkecil sekalipun membuat
pengulangan-pengulangan tadi tidak terasa membosankan. Ada nuansa misteri yang
kental yang disematkan Jones untuk menggiring penonton memecahkan sendiri
misterinya. Sampai satu persatu misteri mulai terpecahkan dengan
kejutan-kejutan yang telah disiapkan. Dan ditengah ketegangan yang dibangun,
ada drama manis yang tersaji. Sebuah film sci-fi yang tidak terlalu rumit namun
tetap membuat kita berpikir, terutama ending-nya.
Skor:
4/5
The
A-Team (2010) (11/12/14)
Short
review:
'The
A-Team' adalah pilihan tepat buat siapapun yang ingin sebuah sajian hiburan film action.
Terlepas dari ceritanya yang klise dan predictable,
'The A-Team' sukses menjadi hiburan penuh aksi gila lebay, ledakan dimana-mana,
yang berhasil ditampilkan dengan visual efeknya yang dahsyat. Melihat empat
sekawan ini menjalankan misinya dengan rencana yang mustahil ini memang
menyenangkan. Beberapa selipan humornyapun mampu tampil lucu. Namun sekali
lagi, hiraukan saja plotnya, cukup duduk manis dan nikmati saja apa yang ada.
Skor:
3,25/5
Sinister
(2012) (13/12/14)
Short
review:
Satu
lagi film horor hollywood yang menurut saya bagus. 'Sinister' yang dibesut Scott Derrickson memang sanggup menampilkan sebuah horor
misteri yang enak ditonton. Atmosfer horornya mungkin tidak berbeda jauh dengan
horor hollywood kebanyakan, tapi membiarkan Ethan Hawke jadi penulis ambisius
yang stress dengan apa yang ditulisnya juga sudah sanggup membawa sisi lan dari
'Sinister'. Aroma misteri yang kental dari 'Sinister' justru menjadi bagian
paling menarik buat saya. Untuk urusan horornya, 'Sinister' masih mampu membuat
kita terkejut walaupun penampakannya tidak seram-seram amat. Tapi saya tidak
begitu peduli untuk hal itu, namun yang pasti untuk penggemar horor 'Sinister'
itu cukup recommended.
Skor:
3,75/5
Mama
(2013) (13/12/14)
Short
review:
Adanya
nama Guillermo del Toro yang duduk di kursi produser memberi ekspektasi lain dari 'Mama' kepada kita sebagai penonton. 'Mama' yang
merupakan versi panjang dari film pendek berjudul sama karya Andres Muschietti
memang cukup terasa membawa nafas del Toro (yang gothic-gothic gimana gitu). Paruh awalnya adalah yang paling saya
suka, nuansa gelap + aroma gothic-nya
berhasil membuat nuansa horor yang kental. Bahkan melihat dua anak kecil
berusia 8 dan 5 tahun saja sudah sanggup membawa aroma creepy yang tidak
mengenakkan. Namun sayangnya, separuh akhirnya yang mengekploitasi berlebihan
pada sosok 'Mama', buat saya justru menurunkan kengerian film ini secara
keseluruhan. Dan pada akhirnya membuat 'Mama' menjadi tidak terlalu spesial.
Namun ending-nya yang mellow mungkin akan memberi kesan
berbeda bagi penonton.
Skor:
3,25/5
Gone
Girl (2014) (14/12/14)
Short
review:
Film
yang paling ditunggu tahun ini selain 'Interstellar'. Alasannya jelas, ada nama David Fincher disini. Semenjak 'Se7en', divisi filmography-nya memang hampir tidak ada
yang mengecewakan sejauh ini. 'Gone Girl' menawarkan premis yang sederhana,
"Hilangnya Seorang Gadis". Namun jelas tidak ada yang benar-benar
sederhana dalam kamusnya Fincher. Semuanya masih terasa sama menyenangkan. Tak
ada yang berubah. 'Gone Girl' adalah alasan yang semakin mengukuhkan saya
menyukai genre ini. Salah satu drama-criminal-thriller terbaik tahun
2014. Yang disesalkan dari 'Gone Girl' itu cuma satu, kenapa bioskop Indonesia
memilih membatalkan penayangan film ini?
Skor:
4,25/5
Stand
By Me Doraemon (2014) (21/12/14)
Short
review:
Ryuichi
Yagi & Takashi Yamazaki membawa kumpulan cerita terbaik dari seri manga robot kucing abad 22 ini. Menghubungkannya dalam sebuah
plot yang terasa spesial dalam format CGI di ulang tahunnya yang ke-80. Efek
menyedihkan yang jadi objek promosinya selama ini mungkin benar adanya. Namun
Bukan karena 'Stand By Me Doraemon' punya moment-moment sedih (IMO) tapi karena
'Stand By Me Doraemon' berhasil membawa efek "terjebak nostalgia",
yang berhasil membawa ingatan-ingatan masa kecil yang menjadi alasan kenapa
hari minggu jam 8 itu begitu dinanti. Tagline
"Didedikasikan kepada semua orang yang pernah mengalami masa
kanak-kanak" memang terasa personal untuk semua orang yang pernah tumbuh
besar bersama robot kucing rekaan Fujiko F. Fujio ini.
Skor:
4/5
The
Boxtrolls (2014) (26/12/14)
Short
review:
'The
Boxtrolls' memang tidak menjadi yang terbaik yang pernah diproduksi studio spesialis animasi stop-motion,
Laika. Tapi usaha Graham Annable dan Anthony Stacchi menghadirkan kehidupan
dunia bawah yang diisi makhluk-makhluk aneh dalam kardus ini sudah mampu
memberi warna pada film animasi tahun ini. Nuansa gothic ala Laika dengan sentuhan-sentuhan komedi yang lumayan
menyinggungkan senyum masih tetap bisa dirasakan. Sisi visualnya juga masih
sanggup menyertakan keindahan dalam keanehannya. Usaha lainnya dalam
menghadirkan karakter ikonik layaknya Minions di 'Despicable Me' cukup layak
diapresiasi. Meski karakter Boxtrolls sendiri lebih layak disebut antitesis
dari karakter Minions.
Skor:
3,5/5
Eden
Lake (2008) (30/12/14)
Short
review:
Entah 'Eden Lake' memang dimaksudkan James Watkins sebagai
sebuah sindiran sosial tentang kultur kekerasan yang melanda anak-anak di Eropa
atau bukan. Tapi yang jelas, melihat dua orang dewasa menjadi bulan-bulanan
psikopat gila dalam wujud gerombolan remaja tanggung sudah menimbulkan efek tak
mengenakan. Tempo yang terbilang cepat mampu menampilkan ketegangan intens dalam
setiap sekuensnya. Menantang rasa takut lewat sisi psikologis. Tidak menyangka
jika thriller British ini bisa lumayan disturbing
dan menyulut emosi. Dan ending-nya?
Uhh, masih saja menyisakan perasaan tak enak walaupun filmnya sudah usai.
Skor:
3,5/5