Tentang ‘RADIOHEAD’

Radiohead Bukan Hanya Sekedar Band. Karena perlu lebih dari sekedar mendengarkan lagunya untuk bisa memahami musiknya.

Review Album Noah “Seperti Seharusnya”

Album “Seperti Seharusnya” ini seakan menjawab semua pertanyaan yang ada selama masa hiatus mereka dari industri musik Indonesia. Sekaligus sebagai hadiah bagi semua sahabat yang telah lama menantikan karya-karya mereka.

Cerpen: Aku, Kamu dan Hujan

"Hujanpun tak lagi turun disini seakan tak mengizinkan kami untuk bertemu lagi seperti dulu. Hari-hari begitu kelam terasa"

Lagu yang Berkesan Selama 2012

Lagu pada dasarnya bukan hanya untuk sekedar didengarkan. Kadang ada lagu yang berkesan dalam kehidupan saat ada moment-moment tersendiri dalam hidup kita.

Tentang Film Animasi di Tahun 2012

Dibalik kesederhanaan cerita, tema atau apapun, film animasi ternyata menyajikan banyak pesan tersirat, sarat akan makna dan banyak hal yang bisa kita ambil dari apa yang disampaikan dari kesederhanaan yang diungkap dalam film animasi.

Tuesday, September 29, 2015

Catatan Nonton #September’15

‘Catatan Nonton’ untuk bulan Agustus saya beri label khusus 'Spesial Film Indonesia' yang memang saya dedikasikan untuk melihat kembali betapa banyaknya film-film Indonesia yang bagus. Dan dibulan September ini ‘Catatan Nonton’ kembali ke format reguler. Merangkum catatan tentang film yang telah ditonton selama satu bulan lewat kumpulan review-review pendek. Dan dikarenakan bulan Agustus kemarin edisinya spesial, maka film-film yang sempat saya tonton di bulan Agustus akan saya masukkan disini. Berikut film-film yang masuk kantong ‘Catatan Nonton’ edisi ke-21 September 2015. Gambar dari sini ya!

The Divergent Series: Insurgent (2015) (02/08/15)


Short review:
Saya sengaja menghindari membaca ‘Insurgent’, mengingat pengalaman sebelumnya, menonton Divergent (2014) ternyata kurang begitu memuaskan setelah membaca bukunya terlebih dulu. Lalu yang terjadi dengan ‘Insurgent’ ternyata tidak jauh berbeda dengan predesesornya. ‘Insurgent’ sendiri bisa tampil menarik jika berkaca pada ending ‘Divergent’ yang menggantung dan penuh pertanyaan itu. Dan jika diluar sana banyak yang bilang ‘Insurgent’ itu membosankan, itu tidak sepenuhnya salah. Toh yang terjadi memang demikian. Yang membuatnya tetap bertahan dari kebosananan adalah karena sebagai penonton kita butuh jawaban tentang sosok Divergent yang dianggap berbahaya itu. Selain aspek visual dispersi yang begitu mendominasi yang memanjakan mata. Ya, kita tunggu saja bagaimana petualangan Tris dkk selanjutnya diluar tembok lewat ‘Allegiant’ dan ‘Ascendant’.
Skor: 3/5

We Need to Talk About Kevin (2011) (09/08/15)


Short review:
Saya kira ini film horor, ternyata bukan. ‘We Need to Talk About Kevin’ adalah film drama tentang hubungan ibu dan anak. Tapi saya merasakan nuansa yang begitu horor dari film ini bahkan semenjak detik pertama bergulir. Jujur saya jarang merasakan aura seram dalam film bahkan dari film horor sekalipun. Tapi ‘We Need to Talk About Kevin’ berhasil membuat saya begidik. Rasa horornya benar-benar mengalahkan film-film yang memang bergenre horor. Mungkin film ini akan menjadi relatif ketika menyebut kata ‘horor’ itu sendiri. Tapi saya jamin, jika sedari awal menonton sudah terkoneksi dengan film ini, rasa itu pasti terasa. Imajinasi, mungkin itulah kuncinya. Mimpi buruk para ibu.
Skor: 4,5/5

The Book of Life (2014) (13/08/15)


Short review:
Ada nama Guillermo del Toro yang duduk sebagai produser membuat kita sedikit berharap pada sisi visual yang bakalan unik dan imajinatif. Dan terbukti, aspek visual ‘The Book of Life’ itu juara. Bahkan bukan hanya visualnya saja yang unggul, ‘The Book of Life’ mampu bercerita dengan begitu menyenangkan meskipun menawarkan kisah yang sebenarnya sederhana. Sebagai penonton, saya merasa menonton ‘The Book of Life’ itu seperti mendengar dongeng bergambar yang dibacakan pendongeng bernama Jorge R. Gutierrez. Benar-benar terbawa oleh dunianya yang penuh warna dan fantasi. Temanya yang sedikit gelap pun masih ramah dan bisa dinikmati kalangan penonton cilik. Dan satu lagi yang tak boleh dilupakan yaitu soundtrack-nya yang bertaburan lagu manis nan romantis.
Skor: 4/5

Inside Out (2015) (24/08/15)


Short review:
Film ini bagus banget! Udah gitu aja.
Review lengkapnya bisa dilihat disini.
Skor: 5/5

Southpaw (2015) (30/08/15)


Short review:
‘Southpaw’ mungkin tidak akan jauh berbeda dengan film bertema olahraga pada umumnya (atau tinju spesifiknya). Bagian ending pun rasanya sudah bisa ditebak akan seperti apa. Kalau tidak menang dramatis, tentu kalah dengan terhormat. Lalu apalagi yang akan ditawarkan Antoine Fuqua yang berhasil mempermak Jake Gyllenhal menjadi lebih kekar dan berotot ini? Jawabannya tidak ada yang baru sebenarnya. ‘Southpaw’ menyoroti kisah seorang petinju berlabel juara yang harus jatuh pada titik terendah yang kemudian kembali berjuang meraih kejayaannya seperti dulu. Familiar bukan? Tapi bukankah kita selalu tertarik dengan template kisah klise semacam itu? Dan ditangan Fuqua, ‘Southpaw’ tetap menjadi film olahraga keras sekeras tinju itu sendiri. Penuh pukulan menyakitkan namun tetap menyisakan harapan. Dan Jake Gyllenhal, semakin meyakinkan kita bahwa dia memang aktor berbakat.
Skor: 3,5/5

San Andreas (2015) (31/08/15)


Short review:
Sebagai disaster movie yang membawa gempa bumi sebagai biang keladinya, ‘San Andreas’ memang berhasil tampil memuaskan (baca: menghibur). Gempa bumi berskala masif ini berhasil menimbulkan kengerian dimata penonton. Potret-potret kengerian dalam pose kehancuran pun berhasil dituangkan dalam visual yang memukau. Porsi dramanya memang tidak sampai pada taraf yang spesial, tapi tak mengapa, sedari awal kita harusnya sudah sadar bahwa ‘San Andreas’ adalah film yang diperuntukkan untuk memeriahkan musim blockbuster. Menghibur lewat sajian efek visual saja rasanya sudah  jadi ekpektasi paling konkret untuk film semacam ini. Dan ‘San Andreas’ bersama sang The Rock telah melakukannya dengan baik. Btw, Alexandra Daddario disini, gimana gitu ya? Haha.
Skor: 3,5/5

Z for Zachariah (2015) (06/09/15)


Short review:
Mari kita lihat sekilas tentang ‘Z for Zachariah’ yang disutradarai Craig Zobel. Film ini hanya dibintangi 3 (tiga) orang pemain saja, Margot Robbie, Chiwetel Ejiofor dan Chris Pine. Meskipun membawa tema post-apocalypse, kita tidak akan melihat proses kepunahan manusia akibat serangan zombie, virus atau radiasi radioaktif akibat perang nuklir seperti yang diperbincangkan para tokohnya. Tidak ada konflik yang besar antarkarakter. Kita hanya akan diperlihatkan ketiga karakter yang saling bertemu, berbincang tentang eksistensinya sebagai manusia yang selamat dari bencana. Element sci-fi-nya pun tidak seperti yang umum sering kita dengar. Sepintas mungkin terdengar tidak menarik, tapi ada pesan yang ingin disampaikan lewat kesederhanaan film ini. Disitulah letak kekuatannya, kesederhanaan. Yang mungkin menjadi kekurangan adalah hubungan ketiga karakter itu sendiri. Interaksi ketiganya seperti kurang maksimal sehingga kesan emosional pun kurang sampai pada penonton.
Skor: 3,5/5

Jurassic World (2015) (11/09/15)


Short review:
Sebuah guilty pleasure buat saya. Karena saya tidak berekspektasi apapun tentang ‘Jurassic World’. Dan hasilnya, sebuah film yang benar-benar menghibur dari semua sisi. Terlebih ‘Jurassic World’ berhasil menyajikan sisi homage yang menghormati pendahulunya Jurassic Park (1993) yang mampu mengajak kita bernostalgia pada masa itu. Sekali lagi, film ini benar-benar menghibur. Salah satu contoh film summer blockbuster yang bisa menerjemahkan kata blockbuster itu sendiri.
Skor: 3,75/5

Self/less (2015) (23/09/15)


Short review:
Tarsem Singh membawa premis akan manusia-manusia lancang yang mencurangi takdir Tuhan. Konsepnya sebenarnya menarik tentang bagaimana manusia-manusia yang haus akan keabadian hidup dan menolak yang namanya kematian. Perkenalannya pun berjalan baik, kita mulai diperlihatkan tentang sistem pergantian tubuh ala dokter Albright. Dan itu menarik. Namun menginjak pertengahan sampai credit scene bergulir, ‘Self/less’ seperti kehilangan pesona awalnya dan berubah menjadi film action yang sebenarnya sudah sering kita lihat di film-film yang lain. Sangat disayangkan, padahal element sci-fi-nya bisa digali lebih dalam dibandingkan harus merubah haluannya dengan berbagai adegan aksi medioker.
Skor: 2,75/5

Wednesday, September 23, 2015

My Favorite Female Anime Characters

Selain suka nonton film, saya juga suka nonton anime. Maka dari itu, setelah kemarin sempat membahas tentang aktris favorit, saya merasa perlu untuk membahas karakter anime perempuan favorit juga, biar afdol. Kenapa yang dipilih karakter perempuan? Post sebelumnya juga perempuan kan? Aktris? YA, MASA LAKI SIH! Lagipula ini bukan tentang kualitas, peran atau apapun. Ini tentang seberapa besar daya tarik yang dimiliki karakter itu sendiri. Bisa karena penampilan fisik, bisa karena penokohannya, penggambaran karakternya atau apapun, yang pasti, yang menarik dimata saya. Dan inilah karakter anime perempuan favorit versi saya! Here they are!
Honorable MentionsNami, Nico Robin, Boa Hancock (One Piece), Kirisaki Chitoge (Nisekoi), Kiyoko Shimizu (Haikyuu), Lucy Heartfilia (Fairy Tail). 

#10 Kuroyukihime (Accel World)


Seperti yang sering disebut untuk menggambarkan karakternya, Kuroyukihime itu cantik, populer, seorang wakil ketua OSIS disekolahnya. Sosoknya kuat. Tatapan matanya tajam. Seorang level 9 Burst Linker. Salah satu dari 7 raja di dunia accelerate world. Pemilik rambut hitam panjang bergigi putih ini, kalau tertawa manis sekali. Begitulah adanya.

#9 Makise Kurisu (Steins;Gate)


Dalam anime Steins;Gate, Makise Kurisu digambarkan sebagai seorang peneliti di bidang syaraf yang sangat berbakat dan fasih berbahasa inggris. Jurnal ilmiah atas namanya telah banyak dipublikasikan. Meski digambarkan sebagai sosok yang dingin, ia sebenarnya memiliki sifat yang baik hati. Makise pun tidak sedingin karakter perempuan dingin pada umumnya, ia malah sering ribut, cekcok dan berselisih "tidak penting" dengan karaker utama, Kyoma yang suka memanggil Makise sekenanya. Mulai dari asisten, Christina sampai zombie. Makise ini tergolong sebagai karakter tsundere, salah satu tipikal karakter yang memang banyak disukai orang karena ke-khas-an karakternya.

#8 Erza Scarlet (Fairy Tail)


Erza Scarlet merupakan salah satu karakter terkuat di 'Fairy Tail'. Sang Putri Titania tampak kuat dengan baju besi yang sering dikenakannya. Kemampuan bertarung yang dimilikinya pun semakin menegaskan sosok kuat dalam dirinya. Sosoknya mungkin terlihat menyeramkan dimata orang-orang biasa (terutama di awal perkenalan), namun  sesungguhnya Erza memiliki kepribadian yang hangat dan bersahabat. Ia pun sangat peduli dengan teman-temannya. Dan dibalik baju besi untuk menunjukkan sisi kuatnya dimata orang lain, Erza masih memendam sisi rapuhnya sebagai seorang perempuan. Masa lalu yang tragis membentuk dirinya yang sekarang.


#7 Shirley Fenette (Code Geass)


Di 'Code Geass', nama CC ataupun Kallen Stadtfeld mungkin banyak disebut orang sebagai karakter perempuan yang diidolakan. Namun dimata saya, nama Shirley Fenette-lah yang muncul di garda terdepan. Karakternya yang periang, ceria dan "perempuan sekali" cukup menarik perhatian disini. Meksi tidak menjabat sebagai karakter utama, kehadiran Shirley di 'Code Geass' mempunyai peran yang cukup penting terhadap plot yang ada. Apalagi ia digambarkan sebagai sosok love interest bagi sang karakter utama, Lelouch.

#6 Akame (Akame ga Kill)


         Anggota Night Raid berjuluk ‘Akame of the Demon Sword Murasame’ ini memiliki sikap yang dingin. Sama seperti wajahnya yang juga menampakkan aura yang sama. Sama dinginnya ketika ia menghunuskan pedang pada lawannya. Meskipun sering menampakkan kesan dingin yang kental tapi wajah Akame itu juga memunculkan sisi ‘lucu’ disaat bersamaan. Dan dia jago sekali masak. Di episode awal, pemilik Teigu Murasame berambut hitam ini sering sekali bilang, Musnahkan! sebelum menebas musuhnya.

#5 Misaki Mei (Another)


Sosoknya yang terlihat misterius, dingin dan seolah tak terlihat oleh orang-orang di sekitarnya kecuali Kouichi membuat saya mengira Misaki Mei adalah hantu yang jadi legenda disekolahnya. Secara namanya juga Misaki. Namun ternyata bukan. Siswi kelas 9-3 ini sering sekali menutup sebelah matanya yang membuatnya semakin terlihat misterius. Cara berbicaranya seringkali datar, ekspresinyapun demikian. Jarang sekali ia memunculkan emosi yang membuncah. Ia masih saja terlihat dingin bagaimanapun keadaanya. Tapi justru disitulah daya tarik terbesarnya.

#4 Tsugumi Seishirou (Nisekoi)



Menjadi karakter perempuan terfavoirt dalam anime Nisekoi walaupun dia bukanlah karakter utama. Tsugumi digambarkan sebagai karakter yang tomboy. Seringkali berdandan ala pria bahkan dia dianggap sebagai pria oleh mereka yang belum tahu. Tsugumi merupakan sosok perempuan tangguh dan mandiri. Ia dilatih sebagai pembunuh profesional dibawah arahan mafia kelas kakap. Meski begitu Tsugumi tetaplah seorang perempuan yang memiliki sisi rapuh dan feminin dengan caranya sendiri. Tingkahnya yang malu-malu mau atau saat ia sedang salah tingkah menjadi hiburan tersendiri dalam kisah Nisekoi. Kesetiaannya pada Kirisaki Chitoge tak perlu diragukan, ia sangat loyal pada sang putri. Selain itu, Tsugumi juga pintar masak. 

#3 Touka Kirishima (Tokyo Ghoul)


Touka merupakan pelayan berparas menarik di kedai kopi Anteiku. Seorang ghoul dengan bentuk kagune paling keren diantara yang lainnya. Seorang ghoul yang bisa beradaptasi dalam kehidupan manusia normal. Di kehidupan manusianya, Touka terlihat seperti perempuan biasa seumurannya. Ia bersekolah, belajar dan berteman selayaknya manusia biasa. Sebagai seorang ghoul, Touka adalah sosok yang kuat dan prinsipil. Karakternya sebenarnya baik, agak sedikit dingin, cenderung galak malah (terutama untuk orang yang ia pedulikan), tapi mempunyai daya tarik yang besar dari gestur, bahasa tubuh dan mimiknya. Itu yang saya rasakan ketika ia muncul pertama kali. Dan jangan sekali-kali membuat dia marah, karena dia bisa berubah menjadi sosok yang menyeramkan. 

#2 Erina Nakiri (Shokugeki no Souma)



Cukup banyak karakter perempuan yang menarik dari 'Shokugeki no Souma'. Sebut saja Alice Nakiri, Ryoko Sakaki, Arato Hisako sampai Mito Ikumi. Namun diantara nama yang ada, Erina Nakiri menjadi yang paling bersinar diantara mereka. Namanya cukup disegani karena kemampuan memasaknya yang hebat. Siswa yang dijuluki 'Lidah Dewa' karena kemampuan perasanya yang tiada tanding ini menempati peringkat 10 dalam jajaran Elite Ten Council di Tootsuki. Sosoknya sedikit sombong dan terkesan merendahkan orang lain. Tapi meski begitu, tak jarang ia menunjukkan rasa pedulinya pada orang-orang disekitarnya. Walau seringnya Erina terlalu gengsi untuk mengakuinya. Kepribadian Erina yang angkuh sebenarnya tidak terjadi begitu saja, ada sosok yang selalu menghantui yang perlahan merubah senyuman Erina.

#1 Mikasa Ackerman (Attack on Titan)


Sangat mudah bagi saya menentukan siapa yang berhak mendapat peringkat pertama dalam deretan karakter anime perempuan favorit saya. Saya tidak bisa memikirkan nama lain lagi selain Mikasa Ackerman! She’s the best. The one and only. Secara fisik, perawakannya ok, wajahnya juga cantik. Dan yang pasti dia itu keren (Ini penting!). Aura misterius yang kental dan kentara dalam setiap gerak-geriknya yang dingin, begitu melekat dengan image-nya. Kuat namun masih tetap menyisakan sisi feminisme dibalik kerapuhannya sebagai seorang perempuan. Terkesan angkuh dan cuek namun dibalik sikapnya itu, ia mempunyai rasa empati, peduli, perhatian dan kasih sayang yang besar, terutama untuk orang-orang yang berharga dalam hidupnya. Ia bahkan rela mati untuk mereka. 

Tuesday, September 22, 2015

My Favorite Actress

Mungkin saat ini saya sedang bingung. Bingung mau ngapain. Bingung mau nulis apa. Apalagi kemarin katanya ada yang lagi sedih. Puk-puk-puk. Karena itu, sekarang saya mau sedikit refreshing dengan ngebahas yang seger-seger. Ngebahas yang cantik-cantik. Asik! Ngobrolin aktris favorit. Haha. Saya yakin mereka-mereka yang ada dalam daftar ini bukanlah aktris yang buruk aktingnya, tapi kualitas akting bukanlah patokan utama disini. Lalu apa dong? Nggak tahu. Yang pasti mereka ini harus cakep. Hahah! LOL.
Pernah nggak nonton film dimana ada satu sosok aktris yang begitu menarik? Kemudian dengan tanpa sadar kita mulai mencari film-film lain yang dibintanginya. Atau satu sosok aktris yang sebenarnya sudah kita lihat dibeberapa film, lalu lewat sebuah film yang lain satu sosok itu entah kenapa berubah menjadi lebih menarik dari sebelumnya? Kemudian kitapun mulai memaafkan peran-peran mereka sebelumnya sampai akhirnya kehadiran mereka di film-film yang lain menjadi begitu dinanti. Tak peduli filmnya bagus atau tidak, selama satu sosok tersebut hadir, itu sudah cukup menjadi alasan buat kita stand by melihat layar sampai filmnya usai. Keberadaan mereka benar-benar mempengaruhi mood selama menonton. Pernahkah? Merasa demikian?
Mungkin itulah gambaran yang melatarbelakangi pembentukan daftar aktris favorit pada post saya kali ini. Setidaknya demikian. Kurang lebih. Dan inilah aktris-aktris yang selalu berhasil memusatkan perhatian saya untuk terus tertuju pada layar.

Kristen Stewart


Menjadikannya satu bahasan khusus pada post 'Catatan Nonton' sudah sangat jelas mengisyaratkan jika Kristen Stewart memang nama yang paling difavoritkan. Tapi biarpun begitu, tolong jangan panggil saya fans ‘Twilight’ karena menyukai pemeran Bella Swan ini. Image Bella Swan memang sangat kental dengan nama Kristen Stewart, namun seperti yang pernah saya singgung sebelumnya di Catatan Nonton Spesial Kristen Stewart bahwa The Runaways (2010) lah yang menyadarkan saya bahwa perempuan 25 tahun ini memang aktris yang ok. Diluar saga ‘Twilight’ dan Snow White & the Huntsman (2012) yang sering disebut orang sebagai akting dengan ekspresi datarnya, Kristen Stewart sesungguhnya mempunyai daftar film yang bisa menunjukkan bahwa dia memang bisa berakting dan bagus mainnya. Tidak hanya pesonanya, beberapa film sudah jadi bukti akan kemampuannya. Perannya dalam Clouds of Sils Maria (2014) malah mendapat penghargaan bergengsi di Perancis.  

Lily James


Dalam short review yang pernah saya tulis, saya menyebut Cinderella (2015) sebagai film yang memberi perasaan senang dan bahagia seusai menontonnya. Selain kisahnya yang happy ending, sosok Ella yang diperankan Lily James memang teramat sulit dilupakan. Bahkan saya tak bisa membayangkan sosok lain yang pantas memerankan Cinderella selain aktris asal Inggris ini. Faktanya, si cantik pemeran Lady Rose di Downtown Abbey (2010) ini memang mampu memerankan princess yang ikonik dengan sepatu kaca ini dengan sangat baik. Maka dari itu, menjadi beralasan ketika sensasi senang dan bahagia dirasakan sehabis menonton filmnya. Jawabannya sudah pasti, satu diantaranya, tak lain dan tak bukan adalah karena ada Lily James disana.

Margot Robbie


Aktris berkebangsaan Aussie ini sudah kelihatan cantiknya walaupun cuma muncul sebentar di About Time (2013). Di The Wolf of Wall Street (2013) barulah Margot Robbie benar-benar membuat mata para pria tak mampu berpaling darinya. Tssah! Kemunculan pertamanya sebagai Naomi Lapaglia dengan dress birunya teramat sulit dilupakan. Penampilannya di film arahan Martin Scorsese tersebut memang begitu mengesankan (dari kacamata pria) dan menggoda iman sampai Jonah Hill pun harus melakukan perbuatan memalukan didepan umum, didepan istrinya pula. ROTFL. Pasca tampil di TWoWS, image sexy memang seperti melekat dengan Robbie. Hollywood pun dengan senang hati memanfaatkan potensi Margot yang satu ini. Kita bisa melihat film-film Margot setelah TWoWS. Namun jangan salah, ia juga rela dipermak kumal, tanpa make-up menor berlebihan dan menghilangkan segala image yang kadung melekat dengannya seperti di Z for Zachariah (2015).

Scarlett Johansson


Saya bertanya-tanya, ini siapa? Wanita berambut merah keriting, berpakaian lateks hitam ketat, beraksi sendirian membasmi para penjahat di Iron Man 2 (2010). Itulah pertama kali Scarlett Johansson mencuri perhatian saya dalam film. Dari situlah saya mulai mencari seluruh filmography-nya. Sampai saya menemukan sosok ScarJo yang masih muda dan cantik di Lost in Translation (2003). Tidak hanya penampilan fisiknya yang masih fresh, ia juga mampu menunjukkan performa akting yang prima disitu. Itu adalah bukti cukup bahwa ia tidak hanya punya modal wajah ‘nakal’ dan tampilan fisik yang kadang suka dieksploitasi para sineas. Oh ya, kalau pernah memperhatikan film keluarga yang tak pernah absen mengisi slot tayangan dimasa liburan dilayar kaca Indonesia, ‘Home Alone’, kita akan bertemu dengan sosok Scarlett Johansson yang masih kecil di seri ke-3 film tersebut.

Gemma Arterton


Gemma Arterton bisa dibilang memiliki image yang hampir sama dengan Margot Robbie dan Scarlett Johannson. Dibandingkan mereka berdua, Arterton malah tampak lebih manis menurut saya. Namun entah kenapa namanya kurang begitu bergaung. Film-film besar yang dibintanginya pun tidak sampai menimbulkan hype yang besar pula, padahal ia pernah menjadi Bond Girl di Quantum of Solace (2008) dan menjadi Princess Tamina di Prince of Persia (2010). Atau mungkin karena memang performanya yang kurang. Tapi tentu itu bukanlah masalah, lagipula ini bukanlah daftar aktris dengan akting terbaik. Peran Arterton yang paling saya sukai adalah waktu dia jadi Gretel di Hansel & Gretel (2013). Dia terlihat sangat keren disitu. Wajah manisnya sangat mendukung karakter Gretel yang terkesan dingin dan kuat. Tapi disaat bersamaan tak lupa akan kodratnya sebagai perempuan yang butuh dilindungi.

Elle Fanning


Menjadi anak kecil yang kelak jadi love interest Brad Pitt di The Curious Case of Benjamin Button (2008) membut saya berujar, “cantik juga ni anak!” Kesan itu masih bertahan ketika dia jadi Alice di Super 8 (2011) dan terus berlanjut ketika dia menjadi salah satu penjaga kebun binatang di We Bought a Zoo (2011). Pesona dara 17 tahun ini malah mengalahkan Scarlett Johansson yang juga tampil satu frame bersamanya. Tidak beralasan pula bila Disney pun mendaulat adik Dakota Fanning ini sebagai princess Aurora di Maleficent (2014). Aktris yang semenjak bayi sudah main film ini sudah menerima banyak menerima proyek film dimasa depan dengan berbagai peran yang beragam. Patut ditunggu kehadirannya nanti.

Zooey Deschanel


Seperti halnya Tom yang langsung kepincut dengan kecantikan Summer, perasaan para penonton (500) Days of Summer (2009) pun tak jauh berbeda ketika melihat pemerannya, Zooey Deschanel. Vokalis ‘She & Him’ ini memang memiliki apa yang disebut narator (500) Days of Summer (2009) sebagai summer effect yang membuat mata dunia seolah teralihkan perhatiannya olehnya. Di film kering macam The Happening (2008) M. Night Shyamalan dia menjelma menjadi oase di padang tandus. Kalau Tom begitu menyukai senyumnya, rambutnya, lututnya, tanda lahir berbentuk hati dilehernya, caranya menjilat bibir sebelum bicara, suara tertawanya dan caranya menghadap saat tidur, kamipun demikian, Zooey!

Emma Stone


Emma Stone itu kayak punya semacam aura yang membuatnya terlihat begitu menarik disetiap film yang dibintanginya. Film dengan genre apapun, selama disitu ada Emma Stone, keseruan sudah pasti dirasakan. Masih ingatkan perannya di Easy A (2010)? Kira-kira seperti itulah pesona keberadaannya. Jika diluar sana masih ada aktris yang lebih cantik, lebih sexy, lebih bagus aktingnya daripada Emma Stone, tak mengapa. Karena seperti yang saya bilang, Emma Stone itu selalu membawa nafas keseruan dalam setiap film yang dibintanginya. Peran yang paling saya ingat dan paling saya sukai adalah waktu Emma Stone bertahan hidup bersama Abigail Breslin di Zombieland (2009). Karakternya sedikit dingin, angkuh, namun tidak melupakan sisi femininnya sebagai seorang perempuan. Keren. Terlebih dia juga berdandan agak sedikit gothic.

Alicia Vikander



Akhir-akhir ini, namanya seringkali terdengar dan disebut-sebut sebagai rising star bermasa depan cerah. Yosh!Gadis asal Swedia ini sudah menjadi idola baru sekarang. Namanya memang baru menanjak setelah membintangi film Ex-Machina (2015), walaupun sebelumnya pernah ambil bagian di Seventh Son (2014). Alicia juga bermain di salah satu film spionase favorit saya tahun ini, The Man from U.N.C.L.E. (2015). Disamping itu, para juri ajang penghargaan sepertinya akan mulai mempertimbangkan nama Alicia berkat perannya di The Danish Girl (2015). Oh ya, saya juga baru sadar ternyata di adalah pemeran princess Kitty di Anna Karenina (2012).

Rachel McAdams



Peran Rachel McAdams sebagai Leader of Plastic Gang di Mean Girls (2004) masih menempel di benak saya. Terlepas dari perannya yang sedikit menyebalkan, kehadirannya memiliki pesona yang begitu kentara. Didukung postur tubuh yang ideal (IMO) dan wajah cantiknya yang "pas", ia mampu mengalahkan Lindsay Lohan sebagai karkater utama. Mungkin sekarang kita tak bisa melihat Rachel McAdams seperti saat di Mean Girls karena umurnya yang memang telah bertambah. Di daftar yang saya buat ini, Rachel McAdams adalah yang paling tua. Meski begitu ia masih sanggup menunjukkan performa akting yang apik. Dan meski sudah tak semuda saat di Mean Girls, Rachel McAdams menunjukkan sisi lain dalam film-filmnya. Sosok wanita yang dewasa.

Monday, September 21, 2015

Lagi Sedih

Dan...
Entah kenapa suka datang tiba-tiba saat merasa sedih. Sementara tak satupun hal yang membuat harus bersedih. Tidak sedang terluka. Tidak sedang terlupa. Tidak sedang kecewa. Apalagi patah hati. Namun entah kenapa merasa sedih. Tanpa satu sebabpun. Hanya merasa sedih. Begitu saja.
Dan...
Entah kenapa suka datang tiba-tiba saat merasa sepi. Bukan karena sendiri. Bukan karena sunyi. Di keramaian. Ditengah orang-orang terdekat. Teman terdekat. Tak ada yang salah dengan sekitar. Dengan mereka. Semua baik saja. Hanya merasa sepi. Hanya merasa sedih. Begitu saja.
Dan...
Entah kenapa suka datang tiba-tiba saat merasa takut. Tak tenang. Bukan karena gangguan makhluk halus. Bukan karena aura negatif dari alam lain. Bukan karena teror atau yang lainnya. Hanya merasa takut. Hanya merasa sedih. Begitu saja.
Dan...
Entah kenapa suka datang tiba-tiba saat merasa kosong. Saat merasa hampa. Saat merasa ada yang hilang. Saat merasa semua terlewatkan. Semua masih ada seperti biasa. Tidak pula sedang kehilangan. Tapi merasa kosong. Merasa hilang. Merasa sedih. Hanya merasa sedih. Begitu saja.
Dan...
Entah kenapa suka datang tiba-tiba saat merasa waktu yang berlalu kembali bermunculan. Nampak melintas ingatan dan kenangan dalam imaji. Bukan duka masa lalu. Hanya lukisan belakang yang entah kenapa memutar pikir pada nostalgia yang menyesakkan. Sungguh semua terlihat normal. Namun entah kenapa merasa sedih. Hanya merasa sedih. Begitu saja.
Dan...
Entah kenapa suka datang tiba-tiba saat semesta membuat merasa sedih. Tidak sedang gelap, hujan ataupun badai. Langit biru cerah. Tak ada awan mendung. Mentari bersinar dengan terangnya. Siang hari sebagaimana teriknya. Pukul 11.00. Pukul 12.00. Pukul 13.00. Sebagaimana biasa. Langit minggu siang. Cerah. Namun tanpa sebab yang pasti. Kembali merasa sedih. Hanya merasa sedih. Begitu saja.
Dan...
Entah kenapa suka datang tiba-tiba saat merasa sedih. Tapi tak bisa menangis. Tak bisa menitikkan air mata satu tetes saja. Bukan karena air mata mengering atau habis. Karena memang tak ada yang perlu ditangisi. Tak ada hal yang benar-benar membuat bersedih. Namun merasa sedih. Hanya merasa sedih. Begitu saja.
Dan...
Entah kenapa suka datang tiba-tiba saat merasa sedih. Tanpa satupun sebab untuk bersedih. Tapi merasa sedih. Hanya merasa sedih. Begitu saja.

Thursday, September 3, 2015

Resensi Buku: Catatan Akhir Kuliah 2.0


Sebelumnya, ‘Catatan Akhir Kuliah’ telah selesai saya baca dan sudah di review pula secara amatir (lihat disini). Buku yang mencurahkan kegalauan seorang mahasiswa telat lulus dengan skripsinya yang tak selesai-selesai ini (walaupun pada kenyataannya lebih banyak curhat soal cewek idamannya dibanding urusan skripsi) telah diadaptasi menjadi sebuah film dengan judul sama beberapa waktu lalu. Namun maaf saya tidak menontonnya (walau sudah baca bukunya). Maklum saja, saya memang masih pilih-pilih untuk urusan nonton film di bioskop.
Mungkin benar adanya jika hidup ini adalah tentang pertanyaan “kapan?” Dan hidup ini adalah tentang bagaimana kita berani dan bisa menjawab serta membuktikan pertanyaan “kapan?” tersebut. Sam (@maulasam) kembali membawa ide ini dalam buku keduanya. Setelah berhasil menjawab pertanyaan kapan lulusnya dengan wisuda. Kini ia kembali dihadapkan pada pertanyaan tingkat lanjut yang sudah naik level dari sebelumnya.
Menjadi seorang fresh graduate memang bukan perkara sederhana. Menjadi fresh graduate bukan berarti hidup kita akan lebih terjamin karena telah lulus dari universitas. Justru inilah awal dari kita memulai segalanya. Disinilah kita dihadapkan pada berbagai dilema dan problematika hidup yang akan kita hadapi. Lika-liku hidup pada fase ini menurut saya sangat menarik dan potensial. Tak salah bila Sam membawa premis ini untuk buku keduanya. Dengan genre humornya, harusnya buku ini bisa jadi bacaan menyenangkan.
Harus saya akui, saya cukup senang dan terhibur ketika membaca sepertiga bagian awal buku ini. Selain kembali diajak bernyinyir-nyinyir ria dan menertawakan diri sendiri, kita juga diajak merenung dan berpikir tentang pilihan apa yang akan kita pilih selepas lulus nanti. Cukup menyenangan buat saya. Quotable pula. Gaya penulisannya mungkin tidak berbeda jauh dengan yang pertama. Namun di ‘Catatan Akhir Kuliah 2.0’, saya merasa penulis telah mengalami banyak perubahan. Seperti ada pendewasaan dalam tulisannya. Saya merasakan sekali hal itu. Setidaknya di sepertiga bagian awal yang boleh saya bilang sebagai bagian terbaik dari ‘Catatan Akhir Kuliah 2.0’.
Namun seperti yang saya sesalkan dari buku pertamanya. Penulis kembali membawa kisah asmaranya yang selalu membuat interest saya menurun. Dan lagi, kisah asmara ini bertindak lebih seperti inti isi buku dibanding bertindak sebagai pendukungnya. Kembali merasa dejavu dengan ketidakkonsistenan bertutur jika melihat premisnya. Kadang saya berpikir, jangan-jangan premis galau sebelum lulus dan galau sesudah lulus disini hanya kamuflase untuk menutupi premis besarnya, galau soal asmara. Beruntungnya penulis begitu mengagung-agungkan status jomblo. Salute for u, man!
Actually, saya tidak benci kisah asmara dalam sebuah buku. Tapi.., nggak tahu ya, saya tidak terlalu tertarik dengan kisah asmara di buku ini. Mungkin terasa kurang pas saja dengan materi dan premis bukunya yang sesungguhnya begitu potensial. Dan jujur, saya tidak pernah ingin tahu kelanjutan hubungan Sam dan kodok yang kata orang membuat penasaran. Malah saya tak peduli sama sekali untuk urusan itu. Tapi memang harus saya sadari jika kisah asmara masih jadi primadona jualan paling ampuh dinegeri ini.
Permasalahan-permasalahan umum selepas lulus kuliah yang diangkat disini adalah bagian paling menyenangkannya. Sederhana tapi begitu personal. Permasalahan susahnya mencari kerjaan (apalagi dengan IPK seadanya), ketakutan akan menjadi pengangguran, permasalahan batin sama diri sendiri karena harus mengadu idealisme dan realitas, permasalahan dengan orang tua mainstream yang suka berekspektasi sekenanya, permasalahan dengan lingkungan sekitar tatkala melihat sarjana baru, permasalahan dengan timeline socmed yang isinya kesuksesan teman-teman yang bikin ngenes dan seabrek permasalahan lain selepas resmi menyandang gelar sarjana, sangatlah menarik untuk diangkat. Sayang itu hanya diawal saja. Seandainya buku ini lebih memfokuskan problematika itu, menggalinya lebih dalam dan mengesampingkan asmara penulis hanya sebagai pemanis saja, saya yakin ‘Catatan Akhir Kuliah 2.0’ akan jauh lebih menyenangkan. Apalagi dengan gaya humor sekarepdeweknya (yang tak pernah saya pedulikan garing atau nggak-nya).
Overall, ‘Catatan Akhir Kuliah 2.0’ tidak jauh berbeda seperti buku pertamanya. Tetap ringan dan santai. Masih menawarkan curhatan random seorang Sam Maulana dengan gaya humornya. Bedanya, ‘Catatan Akhir Kuliah 2.0’ tidak berurusan lagi dengan skripsi, melainkan setelahnya, persoalan yang jauh lebih gede. Premisnya (sesungguhnya) begitu potensial untuk menjadi bacaan yang menyenangkan. Namun sayang kisah asmara kembali merampok potensi itu. Sepertiga awal adalah bagian terbaiknya.