Wahyu
membeli sebuah mesin ketik kuno yang disebut-sebut sebagai peninggalan seorang
penulis terkenal. Entah kenapa, dengan mesin ketik tersebut, Wahyu berhasil
menyelesaikan cerpen-cerpen misteri yang luar biasa. Sementara itu, kematian
demi kematian terjadi secara misterius hanya berselang satu pekan. Polisi
kesulitan mengungkap identitas pelakunya karena tidak adanya sidik jari dan
jejak serta saksi mata. Hanya ada satu petunjuk, yakni kesamaan kronologi
kejadian pembunuhan dengan cerpen misteri yang ditulis oleh Wahyu.
Sebuah
premis menarik berhasil dihadirkan Eko Hartono dari sinopsis yang dihadirkan. Ada
indikasi kisah misteri kuat dibalut thriller
dan suspense yang menyeruak disana.
Sebuah genre yang memang saya sukai.
Bagian menariknya memang terlihat ketika Eko menyandingkan karya tulisan berupa
cerpen yang notabene merupakan karya fiksi dengan peristiwa dikehidupan nyata
yang keduanya seolah memiliki keterkaitan satu sama lain. Berbagai pertanyaan pun
bermunculan dan membuat penasaran, akan seperti apa Eko Hartono meramu kisah
yang cukup potensial ini? Tagline
bukunya yang berbunyi “Hati-hati dengan
apa yang kau tulis...” pun cukup menggelitik. Lalu seperti apakah jadinya?
Sedari
awal sudah saya akui bahwa premis ‘Hypnotic Killer’ itu menarik. Namun menurut
saya ada satu kesalahan besar Eko Hartono yang ia buat di bagian Kata
Pengantar. Disana, Eko seolah sangat percaya diri dengan kisah misterinya ini
dengan menulis “pembaca akan menemukan
kejutan demi kejutan”. Dengan kata lain, ada twist berlapis yang potensial mengejutkan dan mengecoh pembaca. Saya
membayangkan Eko Hartono akan menebar kepingan-kepingan puzzle yang harus dirangkai para pembaca. Kemudian setelah
dirangkai sedemikian rupa oleh pembaca, Eko menghancurkan rangkaian puzzle tersebut dengan twist cerdas dan gila yang tak pernah diduga
sebelumnya. Tentunya hal seperti ini akan memberikan sensasi yang luar biasa
buat para pembaca.
Sesungguhnya
tidak terlalu bermasalah jika penulis sangat percaya diri dengan tulisannya dan
memberi clue bahwa bukunya ini akan
memberi kejutan demi kejutan. Namun bagaimana jika kejutan demi kejutan tersebut
tidak mengejutkan dan terlampau mudah ditebak? Inilah yang terjadi dengan ‘Hypnotic
Killer’. Twist-nya teramat mudah
ditebak. Bahkan tak perlu pusing merangkai kepingan puzzle untuk menebak dalang dari segala kasus yang ada. Karena jika
kita seksama, melihat judulnya + membaca bagian keempat buku ini (sesungguhnya)
kita sudah dapat menerka-nerka jawabannya. Twist
kedua yang berhubungan dengan tokoh perempuan disinipun juga sangat mudah
ditebak. Sampai motif para karakternya pun mudah ditebak. Kalau sudah begitu, apakah kejutan masih disebut kejutan jika
teramat mudahnya kejutan itu ditebak?
Memang
(masih di bagian Kata Pengantar), Eko
juga menulis, “Ada kejutan di akhir
cerita yang tidak terduga”. Dan itu yang terjadi ketika cerita melompat ke
masa sepuluh tahun dari setting
sebelumnya. Jujur, untuk yang satu ini sayapun tidak bisa menerkanya. Namun kalau
boleh saya bilang, bagian yang ini (yang
disebut penulis sebagai sebuah kejutan tak terduga) tidaklah terlalu
esensial dengan cerita. Karena ceritanya sendiri sudah berakhir. Dengan kata lain,
siapapun bisa saja membuat alternatif cerita dengan kejutan atau apalah secara
sekenanya ketika plot utamanya sendiri sudah berakhir. Dan buat saya itu bukanlah
sebuah twist atau kejutan. Twist yang baik adalah ketika si penulis
memberikan clue yang telah ditebar baik
pada plot, set, tokoh, karakterisasi dan bagian intrinsik lainnnya, kemudian
setelah pembaca mulai percaya diri terhadap dugaannya, penulis membelokan
dugaan pembaca dengan cara yang tak pernah terduga, sampai akhirnya BOOM!!! Pembaca pun melongo. That’s twist!
Daripada
menyebut akhir cerita ‘Hypnotic Killer’ sebagai sebuah kejutan yang tak terduga
atau twist, saya lebih senang
menyebutnya sebagai sebuah open ending.
Biasanya ending seperti ini merupakan
indikasi akan adanya cerita lanjutan atau sekuel. Atau hanya sekedar untuk mengumbar
pertanyaan yang akan menjadi bahan diskusi buat para pembaca setelahnya. Atau hanya
akal-akalan penulisnya saja untuk membuat pembacanya gregetan. Hehe.
Mungkin
akan lain ceritanya jika penulis tidak pernah mengungkapkan bahwa bukunya ini
akan mengejutkan pembaca. Karena jika melihat genre-nya, twist itu
sendiri sudah sepaket dengan cerita (biasanya,
walaupun tidak semua). Dengan begitu, twist
atau kejutan itu tidak akan menjadi sebuah ekspektasi melainkan sebuah bonus bagi
pembaca. Seandainya kejutan itu mudah ditebak pun tetap akan terasa
menyenangkan, apalagi jika tidak mudah ditebak. Dan disini, penulis menyatakan dengan lugas bahwa bukunya ini akan menyajikan rangkaian kejutan. Tak ayal, hal ini
menimbulkan ekspektasi dan imajinasi liar dari pembacanya. Tak akan jadi
masalah jika twist itu benar-benar
berhasil mengelabui pembaca. Masalahnya adalah twist ‘Hypnotic Killer’ itu
sangat tidak berhasil dan membuat kita berujar, “Hah? Segitu doang?” Itulah kenapa diawal saya sebut Eko Hartono telah
melakukan satu kesalahan besar.
Biarpun
begitu, saya tetap mengapresiasi penulis yang secara implisit mengakui bahwa
menulis cerita misteri seperti ini tidaklah mudah. Karena memang begitulah
adanya. Ini bisa terlihat dari ucapan tokoh Wahyu tatkala bercakap-cakap dengan
Mang Darman. Wahyu berujar bahwa tema misteri atau detektif dalam sebuah karya
tulisan itu sulit. Tema-tema seperti ini butuh pemikiran yang cerdas dan
cerdik. Karena mayoritas tema seperti
ini memiliki alur yang berliku, penuh teka-teki, berselimut rahasia tanpa
meninggalkan rasio dan logika (hal. 32). Statement
Wahyu kepada Mang Darman ini menurut saya merupakan manifestasi dari pikiran penulis
‘Hypnotic Killer’ sendiri yaitu Eko Hartono.
Element
kejutnya yang sangat tidak berhasil berbanding terbalik dengan element suspense-nya. Tiga perempat bagian awal
atau sebelum konklusi dihadirkan, saya merasakan ketegangan yang cukup kentara
dan seolah masuk kedalam cerita ini. Hal ini tak lepas dari pengenalan karakter
utama ‘Hypnotic Killer’ yang menurut saya cukup berhasil. Karakter Wahyu
berhasil menghadirkan aura simpatik sehingga pembaca peduli dengan karakter ini.
Deskripsi karakter Wahyu sendiri cukup related
dengan kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahasa dan diksi yang sederhana tapi tepat
sasaran menjadikan ‘Hypnotic Killer’ juga mudah diikuti.
Overall, ‘Hypnotic Killer’ gagal total
memberikan aspek kejut (twist) yang
sudah sangat percaya diri ditulis sang penulis di Kata Pengantar karena
terlampau mudahnya ditebak. Tapi mengesampingkan hal itu, ‘Hypnotic Killer’
cukup berhasil menggulirkan kisah misterinya yang enak diikuti. Ketegangan pun cukup
terasa terutama sebelum konklusinya dihadirkan. Penggambaran karakter Wahyu
sebagai tokoh utama cukup menarik simpati sehingga pembaca peduli dengan
karakternya. Dan sekali lagi, bagian ending
sebelum tamat itu bukanlah sebuah kejutan. That’s
not twist, that’s open ending.