Tentang ‘RADIOHEAD’

Radiohead Bukan Hanya Sekedar Band. Karena perlu lebih dari sekedar mendengarkan lagunya untuk bisa memahami musiknya.

Review Album Noah “Seperti Seharusnya”

Album “Seperti Seharusnya” ini seakan menjawab semua pertanyaan yang ada selama masa hiatus mereka dari industri musik Indonesia. Sekaligus sebagai hadiah bagi semua sahabat yang telah lama menantikan karya-karya mereka.

Cerpen: Aku, Kamu dan Hujan

"Hujanpun tak lagi turun disini seakan tak mengizinkan kami untuk bertemu lagi seperti dulu. Hari-hari begitu kelam terasa"

Lagu yang Berkesan Selama 2012

Lagu pada dasarnya bukan hanya untuk sekedar didengarkan. Kadang ada lagu yang berkesan dalam kehidupan saat ada moment-moment tersendiri dalam hidup kita.

Tentang Film Animasi di Tahun 2012

Dibalik kesederhanaan cerita, tema atau apapun, film animasi ternyata menyajikan banyak pesan tersirat, sarat akan makna dan banyak hal yang bisa kita ambil dari apa yang disampaikan dari kesederhanaan yang diungkap dalam film animasi.

Friday, February 27, 2015

Catatan Nonton #Februari’15

Masih melanjutkan edisi ‘Catatan Nonton’ seperti biasanya, kali ini kita berada pada bulan dimana ajang bergengsi Oscar di gelar. Dan tentunya, beberapa film yang masuk nominasi Oscar tak luput dari santapan saya di bulan ini. Andaikata beberapa film dibawah (Birdman & Whiplash) sudah saya tonton tahun lalu, besar kemungkinan masuk list daftar film terbaik saya tahun lalu. Namun itu tidaklah menjadi masalah karena pada akhirnya saya bisa nonton juga. Movie Of The Month edisi kali ini jatuh pada Best Picture Oscar tahun 2015, ‘Birdman’.
Ajang Oscar memang telah digelar beberapa hari yang lalu, tapi tidak ada salahnya jika pada edisi ‘Catatan Nonton’ kali ini saya kembali me-list daftar pemenang Oscar tahun 2015 seperti tahun lalu (Catatan Nonton #Februari'14). Dan berikut daftar lengkapnya. Selamat buat para pemenang!

Best Picture : Birdman
Best Actor : Eddie Redmayne (The Theory of Everything)
Best Actress : Julianne Moore (Still Alice)
Best Supporting Actor : J.K. Simmons (Whiplash)
Best Supporting Actress : Patricia Arquette (Boyhood)
Director : Alejandro González Iñárritu (Birdman)
Original Screenplay : Birdman
Adapted Screenplay : The Imitation Game
Animated Feature : Big Hero 6
Foreign Language Film : Ida
Cinematography : Birdman
Editing : Whiplash
Production Design : The Grand Budapest Hotel
Costume Design : The Grand Budapest Hotel
Make-up and Hairstyling : The Grand Budapest Hotel
Original Score : The Grand Budapest Hotel
Original Song : Glory (Selma)
Sound Mixing : Whiplash
Sound Editing : American Sniper
Visual Effects : Interstellar
Documentary Feature : Citizenfour
Documentary Short Subject : Crisis Hotline: Veterans Press 1
Animated Short Picture : Feast
Live Action Short Film : The Phone Call

Selanjutnya adalah kumpulan short review film yang saya tonton dalam ‘Catatan Nonton #Februari’15’. Check this out!

Birdman (2014) (05/02/15)
Short review:
Apa yang telah dilakukan Alejandro González Iñárritu dalam 'Birdman' adalah sesuatu yang langka. Pencapaian luar biasa juga ketika ia mampu menuangkan narasi sederhananya bersama teknik oner/long take rumit ala Emmanuel Lubezki. Pergerakan kamera yang sanggup menangkap setiap angle dan moment menjadi lebih hidup. Seperti versi upgrade dari teknik yang dipakai Alfred Hitchcock dalam 'Rope'. Sebuah komedi satir nan miris mengenai kehidupan seorang aktor yang tengah berjuang membangun karirnya kembali dalam pementasan Broadway. Supporting cast yang sanggup menunjukkan performa terbaiknya masing-masing. Kemiripan kisah Michael Keaton yang notabene adalah Batman era Tim Burton dengan sosok Riggan memberi keintiman sendiri dalam 'Birdman'. Sebuah film yang memang pantas bersaing di ajang sekaliber Oscar. Bahkan bisa saja 'Birdman' jadi juaranya.
Skor: 4,5/5

3 Idiots (2009) (09/02/15)
Short review:
Ada begitu banyak rasa ketika menyaksikan '3 Idiots'. Disatu saat kita bisa tertawa terbahak-bahak tapi disisi lain kita juga bisa ikut hanyut dalam perasaaan haru. Ada motivasi besar yang coba disebar dibalik kekonyolan dan kekocakan yang dihadirkan bersama template khas bollywood yang tak hilang disini (tari dan nyanyi). Plot dan narasinya yang mudah dicerna membuat '3 Idiots' terasa enjoyable walaupun punya durasi yang cukup panjang. Pemegang rekor box office di zamannya ini memang tontonan ringan yang sangat menghibur yang mampu memberi energi positif kepada penontonya disaat bersamaan.
Skor: 4/5

PK (2014) (11/02/15)
Short review:
Sudah menjadi resiko jika film yang memuat isu sensitif akan mengundang pergunjingan. Namun jika mau terbuka sedikit saja, sejatinya 'PK' adalah sebuah tipikal film komedi pengundang tawa biasa dengan nuansa bollywood-nya yang kental. Namun dengan isu sensitifnya, 'PK' memang membawa pesan satir yang menyentil kita-kita (manusia) dalam hubungannya dengan Tuhan. Dialog-dialog cerdas dan thought-provoking-nya (namun tak jarang menghadirkan kekonyolan) seakan memberi celah buat kita untuk sedikit merenung dan menertawakan diri sendiri. Menonton 'PK' juga seperti mengajak kita untuk melihat kembali fenomena-fenomena berdalih agama yang terjadi di negara kita. 'PK' menambah daftar panjang film bollywood bagus yang dibintangi Aamir Khan.
Skor: 4/5

Whiplash (2014) (17/02/15)
Short review:
Sepintas mungkin 'Whiplash' akan terlihat sebagai drama biasa. Tipikal from zero to hero yang mengambil perspektif seorang pemuda yang ingin menjadi drummer hebat. Dan beruntunglah, karena 'Whiplash' tidak berakhir demikian. Alih-alih menebarkan aura inspiratif, 'Whiplash' justru mencengkram sisi psikologis kita dalam balutan ketegangan yang emosional. Menelanjangi mindset kita tentang apa arti sebuah perjuangan. Kesederhanaan yang coba ditampilkannya menjadi begitu kompleks, sekompleks dan serumit musik jazz itu sendiri. Masih ada nilai plus dari sisi teknis yang ciamik disini. Dan tak lupa sisi musikalitasnya yang berhasil menyajikan persembahan musik jazz yang keren. Namun tentunya itu semua kurang berarti tanpa penampilan hebat dua pemerannya, Milles Teller dan J.K. Simmons.
Skor: 4,25/5

The Hunger Games: Mockingjay – Part I (2014) (18/02/15)
Short review:
Apakah menjadi sebuah tradisi ketika sebuah adaptasi young adult yang sudah memasuki bagian finalnya untuk dibagi menjadi dua bagian? Memang tidak ada salahnya ketika hal ini dimaksudkan untuk memperpanjang umur sebuah franchise sukses macam 'The Hunger Games' atau meraup pundi-pundi dolar. Namun agak sedikit disayangkan karena 'Mockingjay: Part 1' telah jauh menurunkan intensitas yang telah dibangun dalam 'Catching Fire'. Merubah semua tone yang telah tersemat menjadi depresif bermuatan politis. Walaupun tak berarti jelek namun ada ketidaksesuaian dengan apa yang diharapkan. Untungnya Jennifer Lawrence masih sanggup menunjukkan performa terbaiknya sebagai Katniss Everdeen.
Skor: 2,85/5

The Theory of Everything (2014) (18/02/15)
Short review:
Dan ini bukanlah sebuah biopik tentang bagaimana sepak terjang fisikawan jenius sekaligus atheist, Stephen Hawking dalam mengejawantahkan setiap jengkal buah pikirnya. 'The Theory of Everything' adalah drama romansa pahit-manis yang bisa membuka pandangan baru tentang cinta. Ada rasa hangat yang kentara dibalik getirnya kenyataan hidup Stephen & Jane Hawking. Hadir bersama visual & score cantik yang memberi nafas pada setiap moment yang ada. Sebuah drama yang punya kekuatan dari kualitas akting pemainnya. Nuansanya sedikit mengingatkan saya pada 'A Beautiful Mind'-nya Ron Howard. Hanya perjuangan menghilangkan halusinasi efek skizofrenia berganti menjadi usaha keras mencari "teori tentang segalanya" dibalik vonis motor neuron disease.
Skor: 3,75/5

Gambar dari sini.

Secuil Cerita dari Pantai Sawarna

Ini adalah sebuah rekaman waktu saya dan ketiga teman saya jalan-jalan ke Pantai Sawarna yang berlokasi di Bayah, Lebak, Banten. Sebuah video sederhana (becanda, nggak niat, tanpa konsep) yang mencoba merekam (secuil) keindahan Pantai Sawarna. Lokasi tepatnya disebut sebagai ‘Karang Taraje’.
Pantai Sawarna sebenarnya memiliki lokasi-lain yang tak kalah indah, hanya saja karena waktu itu sudah mau memasuki bulan puasa, kami menjadi sedikit terburu-buru sehingga tidak semua tempat disana bisa kami jamah. Selain pantai, Sawarna juga menyajikan wisata gua yang memang cukup banyak disana.
‘Karang Taraje’ sendiri merupakan lokasi yang lumayan sepi dan memang itu menjadi tujuan kami yang ingin mencari suasana pantai yang sepi dan eksklusif. Awalnya kami kaget karena ketika pertama kali tiba di Sawarna suasananya sangat ramai, seperti pantai wisata pada umumnya. Dan itu bukanlah tujuan kami. Namun setelah kami cari tahu, ternyata di Sawarna ada banyak opsi pantai yang bisa dipilih. Akhirnya, kami memilih ‘Karang Taraje’ sebagai objek pantai Sawarna yang ingin kami nikmati. Walaupun jalan menuju kesana tidak mudah. Ada jembatan yang sedikit horor dan trek yang lumayan berat, tapi pada akhirnya semua itu terbayar ketika tiba disana. FYI, lokasi pertama yang saya maksud adalah PasPut (Pasir Putih).
Dan inilah sebuah video yang -sengaja-tak-sengaja- kami buat saat kami berada di pantai Sawarna tahun lalu.

Tuesday, February 24, 2015

Nyinyir

Nyinyir. Dimanapun berada, entah kenapa saya sering sekali nyinyir melihat tingkah laku orang sekitar yang saya lihat. Saking seringnya, tanpa saya sadari, nyinyir itu telah menjadi sebuah kebiasaan yang sudah melekat dan sulit untuk dihilangkan. Seperti sebuah skill terlatih yang mubazir kalau tidak digunakan.
Bibit-bibit tumbuhnya kebiasaan nyinyir dalam diri saya dimulai waktu saya masih SMP (walaupun saya sekolah di MTs). Entah kenapa semenjak saat itu saya sering melihat hal-hal yang mengundang kenyinyiran dari orang-orang sekitar dan seringkali jadi bahasan bersama teman-teman ngobrol saya. Waktu itu saya belum sadar hingga kebiasaan nyinyir itu terus hinggap dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama.
Sebelum memasuki inti dari post kali ini, saya akan mengajak flash back dulu ke masa dimana dan bagaimana nyinyir menjadi kebiasaan yang sering saya lakukan. Mungkin ini bukanlah tindakan yang terpuji dan sebaiknya tidak ditiru. Tapi biarpun begitu, saya percaya bahwa saya bukanlah satu-satunya orang yang mempunyai kebiasaan nyinyir. Oh ya, saya tambahin sedikit bahwasanya orang nyinyir itu berbeda dengan yang disebut orang sebagai haters.
Saya mulai dari zaman SMP. Hal pertama yang mengundang kenyinyiran saya adalah sekolah. Dimana saya sering melihat anak-anak perempuan yang kulit mukanya beda warna dengan kulit lehernya a.k.a kulit muka lebih putih dari kulit leher. Yang membuat nyinyir, warna putihnya itu lho, apa ya? Palsu gitu lah. Atau mungkin mereka memang suka gradasi warna kulit yang palsu? Saya tidak tahu. Selain itu, saya suka tak habis pikir ketika ada anak-anak perempuan yang disekolahnya biasa-biasa saja, cenderung tak terekspos malah, tapi bisa begitu liar dan menor kalau lagi diluar sekolah. Memang sih tidak semua anak seperti itu tapi yang saya sebutkan tadi juga tidak sedikit.
Sepintas saya berpikir, kenapa sih ke sekolah saja mesti dandan dan membuat kulit muka kayak perasan air beras? Kenapa nggak tampil biasa saja, apa adanya? Toh disekolah juga kerjanya gitu-gitu doang! Tapi saya laki-laki, tidak mengerti jalan pikiran mereka. Mungkin apa yang saya pikirkan tidak sesederhana seperti yang mereka pikirkan. Bisa saja dengan begitu mereka merasa lebih baik dari kelihatannya. Tapi tetap saja, saya malah nyinyir dibuatnya.
Saya mencoba berpikir lagi, mungkinkah ini ada hubungannya dengan definisi cantik dimasyarakat yang salah kaprah tapi sudah menjadi pakem yang mutlak bahwa cantik harus seperti ini, harus seperti itu? Putih misalnya. Karena alasan itulah mungkin remaja dan perempuan berlomba-lomba membuat kulit mereka putih seputih-putihnya agar mereka menjadi lebih cantik walaupun hanya berupa kamuflase guna menutupi kodrat warna kulit yang dikasih Tuhan.
Kemudian saya berpikir lagi. Menurut saya ada kesalahan dengan konsep iklan produk-produk kecantikan yang bertebaran dimasyarakat. Dimana yang sering saya lihat adalah iklan-iklan produk kecantikan di Indonesia berlomba-lomba memasang wajah-wajah cantik dan putih sebagai modelnya. Seolah mengintimidasi remaja atau perempuan di Indonesia bahwa dengan memakai produknya mereka bisa seputih dan secantik model tersebut. Saya suka merasa aneh melihat Raisa, Chelsea Islan dll jadi model iklan produk kecantikan. Ya, mereka mah sudah cantik dan putih dari sananya. Mau digimanain juga mereka mah sudah cantik (tssah!). Seharusnya produk-produk kecantikan itu berebut menjadikan perempuan-perempuan seperti Nam di ‘Crazy Little Thing Called Love’ menjadi model/bintang iklan. Atau Aurel (mungkin) pada saat ia merilis single+klip ‘Dimarahi Tuhan’. Itu justru lebih logis menurut saya.
Ok, kita kita tinggalkan kenyinyiran yang pertama, kita lanjut pada kenyinyiran yang kedua. Ini terjadi saat saya SMA. Hal yang membuat saya nyinyir di SMA adalah soal musik. Sebagai seorang yang dulunya anak band (ngakunya), saya seringkali melakukan kebiasaan nyinyir melihat orang-orang yang dalam playlist lagu dihandphone-nya mengoleksi lagu-lagu dari band macam Salju, Mahkota dan sebangsanya. Lebih nyinyir lagi kalau mereka memutar lagu-lagu itu keras-keras. Ingin sekali rasanya menghapusnya. Saya pernah melihat ada orang naik motor yang dipasangin speaker terus muter-muter gak jelas dijalan sambil mutarin lagu Mahkota. Itu sungguh sangat menyiksa. Selera musik orang ternyata membuat saya nyinyir.
Waktu itu saya termasuk orang yang nyinyir sama musik dangdut (mungkin juga sampai sekarang). Bukan karena apa, musik dangdut yang saya kenal waktu kecil sangat jauh berbeda dengan musik dangdut saat itu (SMA) dan saat ini. Musik dangdut dalam era baru kebanyakan absurdnya. Mulai dari judul, lirik sampai goyangan, sama absurdnya. Banyak lirik-lirik lagu yang absurd menurut saya. Lirik-lirik macam, “susu yang inilah, susu yang itulah”, “wanita punya lubang buaya”. Woi! Itu apaan? Absurd! Sumpah! Dan parahnya itu hanya sebagian kecil saja. Karena masih banyak lirik-lirik dan judul lain yang tak kalah absurd.
Terus goyangan, entah para penyanyi dangdut zaman sekarang terlampau kreatif atau gimana sampai bisa menemukan goyangan yang sangat absurd bahkan membuat saya speechless. Ambil contoh goyang dribble. Itu apaan lagi? Absurd! Sumpah! Kenapa dangdut ‘is the musik of country’ menjadi begini? Kemana musik dangdut yang saya kenal waktu kecil dulu? Saya rindu musik dangdut yang dulu.
Tak berhenti sampai disitu, para pencipta lagu dangdut zaman sekarang juga sama kreatifnya sampai bisa bikin lagu persis seperti lagu yang sudah ada. Coba deh dengerin ‘Pusing Pala Barbie’-nya Putri Bahar terus dengerin ‘All About That Bass’-nya Meghan Trainor! Dijamin terkagum. Kabar baiknya, lagu ‘Pusing Pala Barbie’ bukanlah satu-satunya lagu dangdut yang mirip dengan lagu lain.
Lanjut!
Saya menjalani periode SMA kira-kira kisaran tahun 2007-2010. Pada periode itu, happening banget yang namanya social media. Nah socmed inilah yang mengundang kenyinyiran saya berikutnya. Tidak lain dan tidak bukan adalah karena tingkah laku orang-orang di socmed itu sendiri. Saya sendiri pernah membuat akun facebook waktu itu namun hanya berumur satu hari, saya langsung tinggalkan, non-aktifkan dan tak pernah dibuka-buka lagi. Karena saya tak tahan untuk tidak nyinyir melihat tingkah polah pengguna socmed. Mulai dari masang nama yang aneh-aneh. Sampai saya merasa bodoh karena tak bisa membacanya. Bahkan sampai mulut saya berbusa. Entah nama mereka dikasih nama seperti itu sama orang tua mereka atau bagaimana, saya tidak mengerti. Terus majang profil picture yang sama anehnya. Pose-pose absurd dan saya tidak tahu menyebutnya itu apa. Ada juga yang masang foto selebritis sebagai profil picture. Mau ngapain coba? Emang situ nggak punya muka?
Itu hanya sebagian kecil, masih ada kenyinyiran yang saya dapat dari socmed. Entah kenapa, adanya istilah update status menjadi begitu mengundang kenyinyiran. Masalahnya adalah adanya update status justru membuat banyak orang menjadi hobi mengeluh. Kayaknya hidup sebagai anak SMA itu berat banget buat mereka. Apa-apa yang terjadi mengeluh. Ujian sedikit, mengeluh. Remidial sedikit, mengeluh. Dan masih banyak hal lain yang dikeluhkan seolah itu cobaan hidup yang berat sekali. Yang membuat saya semakin nyinyir adalah orang yang berdoa di socmed. Saya bukanlah orang religius, tapi itu, apa maksudnya? Apakah dengan berdoa di socmed Tuhan semakin mendengar doa kita? Itu belum ditambah gaya penulisannya. Entah menemukan dari literatur mana dan siapa pencetusnya tapi tata cara penulisan bahasa Indonesia yang mereka buat membuat mata saya sakit.
Kenyinyiran-kenyinyiran yang terjadi karena socmed membuat saya memutuskan untuk tidak mendekati socmed lagi. Saya cukup idealis untuk hal itu. Dan selama SMA saya berhasil melakukannya (hore!) dan itu berlanjut sampai saya kuliah. Dengan idealisme yang saya anut, saya adalah satu-satunya mahasiswa baru yang tak punya akun facebook atau twitter. Waktu perkuliahan bergulir saya masih idealis untuk tidak mendekati socmed. Hingga setahun berlalu, idealisme sayapun luluh. Berbedanya kehidupan sekolah dan kuliah menuntut saya harus punya akun socmed. Dan pada akhirnya, dengan alasan “kebutuhan” sayapun membuat akun facebook untuk kedua kalinya, namun yang ini tidak akan saya tinggalkan dan non-aktifkan seperti yang dulu. Satu pelajaran yang saya dapat dari situ adalah “KEBUTUHAN MERUNTUHKAN IDEALISME”.
Mungkin itulah beberapa hal yang membuat saya nyinyir. Dan daripada terus panjang-panjang tak ada juntrungan, sebaiknya saya lanjutkan pada inti dari post kali ini. Jadi, intinya adalah nggak ada! LOL.
Ok jadi begini, faktor bertambahnya usia, sedikit banyaknya mampu berpengaruh dan membuat pola pikir kita berubah. Bukan hanya tentang apa yang kita lihat, dengar dan rasakan. Tapi tentang bagaimana cara kita memandang kehidupan dengan segala problema dibaliknya. Kehadiran orang-orang baru dan berbeda turut menghadirkan pemikiran,  pandangan dan pengalaman baru. Hal itu berjalan beriringan bersama apa yang terjadi disekitar kita. Darisana mungkin kita bisa tahu ada diposisi mana kita seharusnya.
Apa yang telah saya sebutkan diatas perlahan memuat mata saya terbuka, terutama soal kebiasaan saya yang suka nyinyir. Saya sadar bahwa banyak hal yang menurut saya tidak menarik, menyebalkan, ngeselin dan ujung-ujungnya membuat nyinyir, justru itulah (mungkin) yang membuat orang lain bahagia. Ya, kita harus mengerti kebahagiaan orang lain walaupun itu tidak menarik untuk kita (Ernest Prakasa). Karena seringnya, orang lain yang bahagia, kita nggak terganggu, tapi kita yang nyinyir (Ernest Prakasa). Dan itu memang sering terjadi pada diri kita, termasuk saya.
Oleh karena itu, saya sedang belajar untuk nggak nyinyir lagi atau setidaknya mengurangi nyinyir itu sendiri. Karena saya menyadari, bahwa apa yang saya lakukan didunia nyata maupun maya, selera musik atau film saya, penampilan, dandanan atau cara berjalan saya, mungkin juga sebenarnya mengundang kenyinyiran buat orang-orang. 
Dan terkadang, kita nyinyir karena kita tidak berada pada posisi dari apa yang kita nyinyirkan. Misalkan. Senyinyir-nyinyirnya anda sama sinetron GGS kalau anda ditawari jadi pemerannya terus dibayar mahal, berpikir untuk menolakkah anda? Atau senyinyir-nyinyirnya anda sama acara pernikahan live atau lahiran di TV, kalau anda justru yang ada diposisi itu, bagaimana sikap anda? Senyinyir-nyinyirnya musisi sama acara musik (katanya) pagi, buktinya masih ada saja yang mau tampil disitu. Sedikitnya hal itu menjadi bahan pemikiran buat saya. Memang masih banyak diantara kita yang idealis tapi tak sedikit juga yang munafik.
Pada akhirnya, saya sering berpikir dua kali untuk melakukan nyinyir. Ya, karena cara orang-orang untuk bahagia memang berbeda dan kadang kita tak mengerti karenanya. Tapi kita juga harus menghargai dan menghormatinya. Terserah orang mau berbuat apa dan bagaimana, kalau memang tidak mengganggu, buat apa kita nyinyir. Tapi kalau memang masih ingin nyinyir dan tak tahan untuk tidak nyinyir, ya bebaslah mau nyinyir atau nggak. Karena saya juga masih sering gagal untuk tidak nyinyir melihat apa yang terjadi. Tapi tulisan ini, setidaknya mengingatkan saya untuk tidak nyinyir sama orang atau apapun yang memang mengundang kenyinyiran.

Tuesday, February 17, 2015

Lagu Asli di Parodi Lagu ‘Ini Talkshow’

Gambar dari sini
Ok, kali ini saya mau sedikit bicara tentang acara talk show yang sangat hits selama kurang lebih setahun terakhir ini. Sebuah acara talk show berbalut komedi yang ditayangkan stasiun TV dengan tagline ‘Telivisi Masa Kini’ (NET.). Mengudara setiap hari mulai pukul 19.30-21.00 WIB. Digawangi Sule (host) dan Andre (co-host) yang didukung pula oleh Mang Saswi, Mami Yurike, Maya Septha, H. Bolot, Ujang (baca: YuJeng) sampai Haruka JKT48 (beberapa juga pernah ikut nimbrung disini).
‘Ini Talkshow’ adalah acara talk show yang dikemas dengan suasana santai. Membahas persoalan hangat yang ada di masyarakat dengan cara sederhana. Di acara ini juga akan memperlihatkan suasana rumah dan karakter-karakter yang ada di rumah tersebut. Di dalam acara ini, pemain-pemain juga bermain peran atau berakting sekaligus menanyakan bintang tamu dan persoalan di masyarakat. Acara ini merupakan garapan konsep dari acara talk show Comedy Nights with Kapil yang ditayangkan di India. ‘Ini Talkshow’ memiliki izin dari produksi Comedy Nights with Kapil untuk ditayangkan. (wikipedia)
Dengan konsep yang santai, segar dan lucu, Ini ‘Talk Show’ memang menjadi acara TV favorit ditengah membosankannya performa acara di stasiun TV lain. Komedinya benar-benar bisa membuat kita tertawa tanpa harus melihat ledek-ledekan garing atau pukul-pukulan pakai sterofoam. Bahkan acara ini juga sempat masuk nominasi ‘Best Comedy’ di ajang penghargaan Televisi Asia ke-19 tahun 2014 lalu walaupun tidak menang.
Salah satu hal yang unik dan membedakan ‘Ini Talkshow’ dengan acara talk show lain adalah disini ada parodi-parodi lagu yang sering dinyanyikan sama Sule, Andre dan Mang Saswi. Mayoritas lagunya biasanya seputar makanan-makanan tradisional Indonesia, terutama Sunda. Ya, faktor dua orang disini (Sule dan Mang Saswi) membuat ‘Ini Talkshow’ mempuyai nuansa Sunda yang cukup kental. Kita kadang sering melihat candaan-candaan khas Sunda yang mungkin hanya orang Sunda yang mengerti. Bahasa dan budaya khas Sunda juga lumayan sering nongol disini. Ya, minimal bahasa Sunda ‘disini aja’ mah tau apa ya! Hehe.
Nah, mungkin ada beberapa pertanyaan atau ada yang ingin tahu lagu asli yang sering diparodikan di ‘Ini Talkshow’. Kalau diitung-itung memang sudah banyak lagu-lagu yang dirubah jadi lagu makanan dan minuman. Sebagai salah satu penonton ‘Ini Talkshow’, kali ini saya mau sedikit share tentang lagu asli dari lagu-lagu parodi di ‘Ini Talkshow’. So, check this out!

Oh ya, sebelumnya ini beberapa lagu parodi di ‘Ini Talkshow’.



Dan pernah di-medley di opening episode 15 Februari 2015.



Nah yang ini baru lagu aslinya!

#1 Maya (Khana – Mansyur S.)


#2 Kopi (Gangster of Love – Johnny Watson) / (Jingle Iklan Kopi)


#3 Bala-Bala (Baby Baby Balla Balla – The Rainbows)


#4 Cendol (Bamboleo – Gipsy Kings)


#5 Bandrek (Volare – Gipsy Kings)


#6 Leupeut (Love Hurts – Nazareth)


#7 Kupat Tahu (Sway – Dean Martin)


Yang paling heboh dan bikin cape!
#8 Teh Bohay (Cintaku Terbagi 2 – Yenni Eria S.)


#9 Jagung Bakar (Kidung – Chrisye, Rafika Duri & Trio Libels)


#10 Bubur Kacang Ijo (La Bamba – Ritchie Valens)


#11 Seblak (Doris Day – Perhaps, Perhaps, Perhaps)


#12 Sate (Sakitnya Tuh Disini – Cita Citata)


#13 Rujak (Di Reject – Jenita Janet)


#14 Bawa Map (Vanilla Ice – Roll ‘em Up)


#15 Lotek (Tek Kotek – Lagu Anak)


#16 Siomay (Jingle Iklan Sosis)


#17 Cingcau (Cinta Karet – Gadis Manja Group)


#18 Sukun (Mbah Dukun – Alam)


#19 Gudeg Jogja (Koi Mil Gaya – OST Kuch Kuch Hota Hai)


#20 Kedongdong + Semangka (Tak Gendong – Mbah Surip)


#21 Combro (A Sing Sing So – Lagu Daerah)


#22 Lumpia (Panggung Sandiwara – Achmad Albar)


#23 Asin Sepat (In the End – Linkin Park)


#24 Jus Pepaya (Chaiyya Chaiyya – OST Dil Se)


#25 Lemper dan Bakwan (Forever And One – Helloween)


#26 Jengkol & Pete (All About That Bass – Meghan Trainor)



#27 Teh Demplon (Boneka India – Ellya Kadam)



Itulah beberapa lagu yang sering jadi bahan parodi di ‘Ini Talkshow’. Sebenarnya masih banyak lagi lagu-lagu parodi lainnya yang sering dinyanyikan. Beberapa lagu macam Bajigur, Teh Asoy Geboy atau Ketan, saya belum tahu lagu aslinya. Hehe. Mungkin ada yang tahu?

Thursday, February 5, 2015

Nanti. Nanti saja. Lalu nanti. Nanti lagi. Kemudian nanti. Masih nanti. Akhirnya nanti. Terus nanti. Nanti terus. Dan nanti. Sampai nanti.

Seperti sebuah kebiasaan lumrah ketika banyak dari kita (termasuk yang nulis) menunda-nunda sesuatu untuk dikerjakan. Berjuta-juta alasan A-Z seringkali menyelimuti penundaan-penundaan yang tiada henti berlandaskan “nanti dan nanti”. Entah karena terlalu mudah atau terlalu sukar. Entah kita yang tak berbakat atau kurang percaya diri. Entah kita yang mudah menyerah atau justru malah terlalu perfeksionis terhadap hasil. Atau kita sendiri yang tidak tahu harus bagaimana.
Pada dasarnya menunda-nunda sesuatu yang harus kita kerjakan tidak lantas membuatnya menjadi lebih mudah. Atau lebih kecil dari seharusnya. Ditunda sampai kapanpun wujudnya akan tetap sama. Bukit yang akan kita daki takkan pernah menjadi datar dengan kita menunggu. Jadi kenapa masih berpikir untuk menunda? Toh apa yang kita tunda tetap harus dikerjakan juga. Dengan menunda, justru kita memberi kesempatan hasil pekerjaan kita tidak maksimal. Yang lebih parah malah tidak selesai bahkan tidak terjamah sama sekali.
Kebiasaan menunda adalah sebuah stimulus pada otak agar kita terus melakukan hal yang sama. Ketika otak terus dijejali stimulus yang sama, secara otomatis organ-organ tubuhpun akan merespon hal yang sama. Pada akhirnya, jika terus-terusan dibiarkan, pekerjaan menunda adalah pilihan tepat yang kita lakukan setiap kali kita harus mengerjakan sesuatu. Kebiasaan menunda memang seperti sebuah penyakit yang akan terus menggerogoti penderitanya. Semakin didiamkan ia akan terus menjalar ke seluruh tubuh.
Nanti dan nanti...
Hanyalah sebuah pelarian diri dari ketidakmampuan melawan diri sendiri yang selalu bersandar pada alasan-alasan abstrak. Seolah bergemuruh suara-suara pikiran yang menyuruh untuk bilang “nanti dan nanti”. Seolah semua indera tak bisa bergerak untuk memulai karena dihalangi bisikan “nanti dan nanti”. Atau begitu mudahnya teralihkan dengan hal-hal tak substansial karena godaan “nanti dan nanti”.
Daripada kita terus berkutat pada “nanti dan nanti” yang menjadikan semuanya tertunda. Kenapa tidak kita buat semua hal itu sederhana. Pertama, kita ganti waham “nanti dan nanti” dengan ‘sekarang dan sekarang’. Itu jauh lebih baik. Selanjutnya segeralah memulai. Memang berat untuk memulai, sayapun mengakuinya. Berat sekali. Butuh tenaga penuh dan ekstra untuk melakukannya. Tapi percayalah, mau berusaha sedikit dengan hal kecil saja, dampaknya sudah luar biasa. Yang perlu kita lakukan hanya satu, memulainya.
Jadi sampai kapankah kita mau menunda-nunda sesuatu yang harus kita kerjakan? Nanti? Sampai kapan?

Wednesday, February 4, 2015

Kapan Wisuda?

    Dan entah kenapa mahasiswa tingkat akhir yang sudah kadaluarsa, abal-abal pula menjadi sensitif banget sama semua hal. Bawaannya sensi melulu seperti perempuan yang lagi PMS (tahu apa saya soal ini). Bahkan tingkat sensitifitasnya semakin tinggi dan naik drastis tatkala dikasih sebuah pertanyaan sederhana, jumlahnya 2 (dua) kata saja: KAPAN WISUDA?
Well, pertanyaan sesederhana itu, 2 (dua) kata pula, menjadi berat sekali untuk dijawab. Beban sekali bawaannya. Alih-alih menjawab, ditanya KAPAN WISUDA? justru membuat mahasiswa tingkat akhir yang sudah kadaluarsa, abal-abal pula menjadi sakit sekali rasanya. Dan lebih nyeseknya lagi, pertanyaan itu tidak hanya ditujukan oleh satu orang, melainkan semua orang. Seperti orang-orang telah berkonspirasi untuk mengajukan pertanyaan yang sama pada mahasiswa tingkat akhir yang sudah kadaluarsa, abal-abal pula tatkala bertemu dengannya. Mulai dari keluarga (ayah, ibu, kakak, ade, nenek, paman, bibi), saudara, kerabat dekat, kerabat jauh, tetangga A-Z, rekan A-Z, teman (dari SD, SMP, SMA sampai kuliah), ibu kost sampai tukang parkir minimarket nanya: KAPAN WISUDA?
Tak bisa dipungkiri memang ditanya: KAPAN WISUDA? bikin hati sakit sekali. Rasanya ingin bilang ke semua orang yang nanya buat ngambil pisau terus teriak sambil megang dada, “Tusuk aja nih! Tusuk!” Kalau kata Kemal Palevi, sakitnya ditanya KAPAN WISUDA? itu sudah kayak nembak cewek, tapi ditolak melulu. Eh, ternyata dia udah jadian sama sahabat sendiri. Oh man, sakitnya tuh disini!
Terus-terusan dijejali pertanyaan yang sama seolah membuat hidup tak tenang. Di kosan gak tenang, di kampus gak tenang, di rumahpun gak tenang. Bahkan ikut nimbrung didunia mayapun sama, gak tenang. Menengok foto-foto teman-teman pakai toga dengan begitu sumringahnya. Semakin nyesek rasanya hidup di dunia ini. Ternyata hidup itu kejam, bro!
Namun sesungguhnya, kalau kita tarik sedikit perspektif lain, tingkat sakit hati ditanya KAPAN WISUDA? itu nggak ada apa-apanya. Karena masih banyak pertanyaan “KAPAN LAIN” yang level sakitnya semakin sadis. Misalkan nanti sudah wisuda, itu juga tidak akan membuat hidup menjadi tenang. Karena ada pertanyaan “KAPAN LAIN” yang membuat sakit sampai ubun-ubun: KAPAN KERJA? Sesudah kerja dan dapat pekerjaan yang nyamanpun tidak lantas membuat hidup menjadi lebih tenang. Karena masih ada pertanyaan “KAPAN LAIN” lagi yang menunggu: KAPAN KAWIN/NIKAH? Sesudah itupun pertanyaan masih tak berhenti dan tak kalah menyakitkan: KAPAN PUNYA ANAK? Tapi tenang saja, nggak bakalan ada koq yang nanya: KAPAN MATI? LOL
Intinya, ditanya KAPAN WISUDA? itu bukanlah masalah yang berarti. Hidup memang kejam, tapi ini bukanlah akhir dunia. Kalau ditanya KAPAN WISUDA? saja sudah jatuh, bagaimana nanti kalau dicecar pertanyaan “KAPAN LAIN” yang levelnya sudah masuk level gore fisik dan psikis tingkat tinggi?
Bukankah setiap orang selalu punya kesempatan dan bisa mulai dari awal lagi? Jadi kenapa tidak untuk mulai berdamai dengan pertanyaan KAPAN WISUDA? Balikan lagi sama skripsi yang sudah dicampakan. Baikan lagi sama M.Word yang sudah terlupakan sama film, anime, game dan lainnya. Tak perlu harus selalu sempurna, mulai saja dari diri sendiri, mulai dari hal-hal kecil dan mulai saat ini. Seperti kata AA GYM.
Jadi, KAPAN WISUDA, im?
___@##%**&#()@*$@^^##*__


Tuesday, February 3, 2015

Anime Review: Code Geass - Lelouch of the Rebellion R1 (2006)


Tahun 2017, Britannia berhasil menginvasi negara Jepang. Jepang benar-benar berada dititik terendah selama periode penjajahan itu, bahkan nama Jepang sendiri diganti menjadi Area 11. Lelouch Lampeourage, seorang pemuda berusia 17 tahun mendapat kekuatan bernama ‘Geass’. Berbekal kekuatan baru dan latar belakang masa lalunya, Lelouch berencana menghancurkan Britannia dan menciptakan dunia yang baru bagi Jepang. [Sinopsis]
‘Code Geass: Lelouch of the Rebellion R1’ adalah anime terkenal hasil kerja sama studio Sunrise dengan CLAMP. Anime ini diputar pada tanggal 5 Oktober 2006 sampai 28 Juli 2007. ‘Code Geass’ juga telah diserialisasikan menjadi manga yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu: ‘Code Geass Lelouch of the Rebellion’, ‘Suzaku of the Counter Attack’ dan ‘Nightmare of Nunally’. (wikipedia)
Mempunyai tema yang terbilang berat membuat ‘Code Geass: Lelouch of the Rebellion’ menjadi tontonan yang menarik buat saya. Meskipun mengusung genre mecha (robot) yang bukan genre favorit saya, namun menjadi tidak berarti ketika ‘Code Geass’ membawa hal-hal berbau politik, lengkap dengan segala intrik, konspirasi, invasi, propaganda dan pemberontakan didalamnya. Mungkin anak-anak bukanlah pangsa yang cocok untuk menikmati anime yang terbilang rumit ini.
‘Code Geass: Lelouch of the Rebellion’ memulai semuanya dengan tenang dalam kehidupan sekolah yang menyenangkan dan bersahabat. Namun sepertinya itu hanya kamuflase saja karena sesungguhnya diluar sana negara sedang bergejolak. Pergolakan semakin memanas tatkala Lelouch Lampeourage mendapat sebuah kekuatan dari orang misterius yang dijumpainya. Membawa dirinya pada sebuah rencana besar: Menghancurkan Britannia.
Berbekal altar ego bernama Zero yang diusungnya, Lelouch benar-benar menciptakan perubahan besar bagi Jepang saat itu. Pemberontakan masyarakat yang awalnya hanya sebagai sebuah gerakan bawah tanah berskala kecil dan tak terarah, dibawah pimpinan Zero semuanya menjadi ancama serius bagi pemerintahan Britannia.
Yang membuat ‘Code Geass: Lelouch of the Rebellion’ menjadi menarik adalah temponya yang terbilang cepat, tanpa basa-basi. Seolah kita ingin diberi tahu gambaran nyata bila sebuah penjajahan terjadi di era modern. Di episode pertamanya kita langsung disuguhi potret-potret mengerikan itu. Kerusakan, kematian, kekacauan dan perang menjadi bumbu sehari-hari dari episode demi episode yang kita tonton disini.
Tidak hanya menyangkut masalah penjajahan dan pemberontakan, ada konflik keluarga, persahabatan, cinta yang ditubrukkan pada ideologi dan idealisme. Dendam masa lalu yang membawa jiwa manusia pada pilihan dan tujuan hidup yang harus ditempuhnya. Ambisi besar yang mendorong jiwa gelap manusia berkuasa. Sehingga menghalalkan segala cara adalah jalan terbaik untuk mewujudkannya. Semua konflik itu melebur menjadi satu kesatuan dalam sebuah benang merah plot cerita, bukan hanya sekedar tempelan semata.
Dan yang membuat saya semakin suka adalah bahwa ‘Code Geass: Lelouch of the Rebellion’ mempunyai nuansa abu-abu yang sangat kental didalamnya. Tak ada yang benar-benar protagonis atau antagonis disini. Semuanya serba abu-abu. Zero contohnya. Mungkin yang dilakukan Zero adalah sebuah tirani kejam, tapi disisi lain tak jarang perbuatannya mengundang simpati. Sosok Zero sendiri adalah vokal utama disini. Sosok yang sangat cerdas, perencana ulung, penuh perhitungan, kharismatik dan memiliki jiwa leadership yang kuat. Entah berapa banyak orang yang begitu mudah terhipnotis ucapannya. Namun disisi lain, sosok asli Zero yaitu Lelouch adalah sosok pria biasa yang mencintai adiknya dan ingin membuat satu-satunya keluarga hidup yang dicintainya itu bahagia.
Overall, anime ini masuk kategori bagus [IMO]. Dengan tema, plot, karakter dan semua yang ada didalamnya ‘Code Geass: Lelouch of the Rebellion’ menjadi salah satu anime yang layak ditonton. Yang anti dengan genre mecha, mungkin bisa sedikit berpaling kesini. Karena [IMO, again] robot-robot yang ada disini hanya sebagai simbol saja bahwa ‘Code Geass’ mengambil setting futuristik. Peran robot-robot ini pun terbilang kecil dan pengaruhnya juga tidak terlalu signifikan. Dalam artian, tanpa kehadiran para robotpun, sebenarnya kisah ‘Code Geass’ akan tetap berjalan dan menarik.
          Skor: 8.9/10

Anime Review: Psycho-Pass 2 (2014)


"Saya sangat menyukai Psycho-Pass (2012) (Review). Dan ketika saya tahu ada season 2 nya, tentu saya teramat sangat senang mendengarnya"
Psycho-Pass 2 mulai mengudara di Jepang pada tanggal 10 Oktober 2014 sampai 19 Desember 2014. Berjumlah 11 episode (setengah dari jumlah episode season sebelumnya). Kisahnya masih melanjutkan Inspektur Tsunemori Akane & team dalam usahanya menumpas krimininalitas dan menciptakan dunia yang damai dimasa depan. Setting ‘Pyscho-Pass 2’ mengambil jeda waktu 1,5 tahun setelah kekacauan yang ditimbulkan Makishima Shougo di season sebelumnya.
Bicara tentang ‘Psycho-Pass 2’ sejujurnya saya merasa sedikit kecewa ketika tahu jumlah episodenya hanya 11 (sebelas). Terlalu sedikit dan berpotensi tidak memuaskan. IMO, premis cerita ‘Psycho-Pass’ itu punya cakupan yang luas dan kompleks serta sangat potensial untuk digali lebih jauh. Memang dengan jumlah episode yang lebih sedikit, ‘Psycho-Pass 2’ jadi mempunyai cerita yang lebih fokus, to the point dan tidak bertele-tele. Namun tetap saja, saya merasa 11 episode itu terlalu cepat. Atau mungkin ‘Psycho-Pass 2’ sedang mengikuti tren anime zaman sekarang yang memang mempunyai jumlah episode yang relatif sedikit.
Sebenarnya tidak masalah jumlah episode yang sedikit selama itu masih memberi kepuasan. Masalahnya adalah Pyscho-Pass 2 tidak memberi saya kepuasan seperti yang saya dapatkan di season sebelumnya. Salah satu faktornya adalah bisa jadi karena penulis utamanya telah berpindah ke tangan Tow Ubukata, Jun Kumagai.  
Tak seperti sebelumnya, saya merasa banyak elemen yang hilang di ‘Psycho-Pass 2’. Kesenangan yang saya temukan di ‘Psycho-Pass’ yang turut membuat saya jatuh cinta sama anime ini seolah hilang secara perlahan. Seperti rasa kehilangan saya yang teramat besar ketika ‘Psycho-Pass 2’ tidak lagi membawa karakter Kougami Shinya. [Spoiler] Meski sesungguhnya dia tidak benar-benar hilang, karena wujudnya masih muncul beberapa saat dalam bentuk imajinasi [Spoiler end]. Namun yang lebih mengganggu dari semuanya adalah bahwa aturan-aturan yang telah diterapkan di  season pertama, terasa begitu mudahnya dilanggar di season keduanya ini.
Karakter-karakter yang hadir juga tidak terlalu mengalami pengembangan yang berarti. Sehingga karakter-karakter yang ada disini tidak se-loveable sebelumnya. Villain utama Kirito Kamui juga tidak sanggup tampil se-kharismatik Makishima Shougo. Tsunemori Akane seperti berjalan sendirian di garda depan, selebihnya hanya seperti pendukung saja. Mungkin hanya Sakuya Tougane yang sedikit membawa nafas lain dengan aura misteriusnya.
Namun terlepas dari beberapa hal yang hilang di ‘Psycho-Pass’, sebenarnya seri keduanya ini masih menyajikan tontonan kriminal distopia yang lumayan seru. Masih membawa ketegangan yang cukup intens. Kita juga diajak kembali untuk semakin mengenal dan mengorek SyBil system lebih dekat lagi lewat sudut pandang berbeda. Isu-isu sosial dan humanity yang selalu jadi objek menarik dari ‘Psycho-Pass’ juga masih ada. Walaupun tidak selugas sebelumya. Tapi saya juga tak bisa memungkiri kalau ‘Psycho-Pass 2’ mengalami penurunan performa bila dibandingkan season pertamanya. Tak semenyenangkan yang dulu. Tapi tidak apa-apa, masih lumayan lah untuk sebuah tontonan hiburan.
         Skor: 7.5/10

Menulislah...

Jadi sebenarnya untuk apa membuat blog? Jawaban paling sederhana mungkin karena ingin menulis. Ya, anak SD juga tahu kali! Nggak sih, sebenarnya, terkadang atau lebih tepatnya seringnya, saya suka bingung sendiri kalau mau nulis. Otak saya suka kering dan kehabisan ide untuk mengetik kata-kata yang entah berapa banyak jumlahnya itu. Saya juga jadi sering lupa dengan konsep nama yang saya pakai untuk blog ini ‘One Story, About...’ Yang intinya adalah saya bisa nulis apa saja disini. Apapun. Tak terbatas pada tema. Mau curhat, ngasih info, ngereview dan lainnya. Bebas pokoknya. Tapi tetap saja, faktanya selalu merasa bingung mau nulis apa.
Belum lagi akhir-akhir ini, saya sering kali merasa risau tanpa sebab. Atau mungkin ini efek dari kenyataan bahwa saya adalah mahasiswa tingkat akhir yang sudah kadaluarsa di kampus. Yang sering dihantui sesuatu tak kasat mata yang membuat hidup ini seolah-olah tak tenang. Oh God, please help me!
Saya sendiri tidak begitu jago menulis seperti orang-orang pada umumnya. Dan menulis sendiri, saya juga tidak tahu, ini hobby atau apa. Btw, berbicara soal tulis-menulis, saya jadi teringat sebuah ungkapan sederhana tentang menulis, bunyinya kira-kira begini: Kalau mau nulis, ya nulis saja! Tak perlu berpikir dan memutar otak terlalu keras untuk membuat tulisan. Menulis saja! Mulai dari hal-hal kecil dan sederhana. Karena dengan semakin sering menulis, semakin sering kita terlatih olehnya. Dan dengan sendirinya, kita akan menemukan signature khas dari tulisan kita. Saya lupa entah dari siapa, tapi saya percaya ungkapan itu.
So, let’s write, NOW!
Kalau kata Om Tulus, “Angkat penamu, tulis! Bila gemar menulis”.
Dan karena sekarang kita tak lagi berbicara menulis pada selembar kertas. Jadi mari kita membuka laptop, buka aplikasi M.Word dan mulailah mengetik huruf-huruf di keyboard yang bisa menjadi kata-kata yang jumlahnya luar biasa banyak. Buat para blogger, bisa juga dipakai tips dari seorang teman lewat program “One Day, One Post”. Intinya dalam satu hari, kita harus membuat tulisan yang harus di post di blog nanti. Hal ini dimaksudkan untuk membiasakan diri untuk menulis.
Dan jangan lupa, ini penting, membaca. Ya, membaca. Karena sesungguhnya aktivitas menulis tidak bisa dilepaskan dari aktivitas membaca. Menulis dan membaca adalah dua hal yang harus berjalan beriringan, tidak bisa berjalan satu satu dan saling mendahului. Karena apa yang kita tulis sesungguhnya adalah apa yang kita baca. Ingat wahyu pertama sekaligus perintah Tuhan pada Rosul-Nya kan, Iqra’ (Bacalah!).
Membaca juga sebenarnya tidak terbatas pada buku saja. Saat ini banyak media selain buku yang bisa kita baca. Selain itu, apa-apa yang ada didunia ini juga bisa kita baca. Kita bisa membaca kehidupan sekitar, fenomena alam, gejala sosial dan yang lainnya. Jadi jangan bermimpi ingin punya tulisan bagus seandainya kita tak pernah membaca.
And the point is.....
Namun sesungguhnya yang lebih penting dari semuanya dan sebegitu pentingnya adalah jangan lupa: TULISLAH SKRIPSI!!!!!! Sederhana ya, padahal intinya post ini cuma mau nulis dua kata ini, tapi harus muter-muter gak jelas dulu, tanpa juntrungan. Hehe. TULISLAH SKRIPSI!!!!!! Kayak semacam teguran keras buat diri sendiri yang saat ini tengah kehilangan nyawa pada mata kuliah yang satu ini. Dan buat semua rekan sejawat yang sedang berjuang dijalannya juga jangan lupa, TULISLAH SKRIPSI!!!!!!

Peri baik berbisik, “Tuh, dua kata itu sudah diucapkan sebanyak tiga kali, pakai huruf kapital, warnya merah, di-bold pula, kurang apa lagi coba?
Jadi, masih mau menunda-nunda nulis skripsi?”
Si mahasiswa tersenyum mendapat pencerahan.
Peri jahat terkejut. Sedikit kesal namun selang beberapa saat, senyum jahatnya kembali melebar.
Dengan sedikit menyeringai, ia bergumam: “Ah, paling cuma awalnya doang. Habis gitu, balik lagi. Males lagi. Kayak biasa”.
Terus memprovokasi dan memanas-manasi, “Udah mending nonton aja! Main game sana! Daripada apa itu (skripsi-red), malah bikin kepala pusing”.
Kemudian tertawa.
Si mahasiswa galau lagi, bingung mesti ngapain melihat peri baik dan jahat perang.