Tentang ‘RADIOHEAD’

Radiohead Bukan Hanya Sekedar Band. Karena perlu lebih dari sekedar mendengarkan lagunya untuk bisa memahami musiknya.

Review Album Noah “Seperti Seharusnya”

Album “Seperti Seharusnya” ini seakan menjawab semua pertanyaan yang ada selama masa hiatus mereka dari industri musik Indonesia. Sekaligus sebagai hadiah bagi semua sahabat yang telah lama menantikan karya-karya mereka.

Cerpen: Aku, Kamu dan Hujan

"Hujanpun tak lagi turun disini seakan tak mengizinkan kami untuk bertemu lagi seperti dulu. Hari-hari begitu kelam terasa"

Lagu yang Berkesan Selama 2012

Lagu pada dasarnya bukan hanya untuk sekedar didengarkan. Kadang ada lagu yang berkesan dalam kehidupan saat ada moment-moment tersendiri dalam hidup kita.

Tentang Film Animasi di Tahun 2012

Dibalik kesederhanaan cerita, tema atau apapun, film animasi ternyata menyajikan banyak pesan tersirat, sarat akan makna dan banyak hal yang bisa kita ambil dari apa yang disampaikan dari kesederhanaan yang diungkap dalam film animasi.

Thursday, April 30, 2015

Catatan Nonton #April’15 (Spesial Kristen Stewart)

‘Catatan Nonton’ edisi ke-17 di bulan April ini akan sedikit berbeda dari biasanya. Berbeda karena kali ini tidak akan ada kumpulan short review film seperti biasanya. Saya menyebutnya ‘Spesial Kristen Stewart’ karena saya mengkhususkan diri menonton film-filmnya Kristen Stewart dibulan ini. Baik itu film yang sudah ditonton sebelumnya maupun yang belum sama sekali (Clouds of Sils Maria, Camp X-Ray dan Still Alice). Jadi, disini saya akan berbicara tentang Kristen Stewart dan film-film yang dibintanginya. Dan kebetulan atau tidak, karena bertepatan dengan bulan April, post ‘Catatan Nonton’ kali ini jadi seperti tribut buat dia yang merayakan hari jadi ke-25-nya dibulan ini. Tepatnya tanggal 9 April lalu.
Kenapa Kristen Stewart? Saya juga tidak tahu pasti. Saya sih (merasa) suka sama dia. Senang melihatnya. Mungkin salah satu aktris hollywood favorit saya. Namun bukan berarti saya adalah hard fans Twilight karena menyukai aktris yang jarang senyum kalau dipotret ini. Bukan juga karena melihat kualitas aktingnya film tersebut. Hanya... ya, suka aja. Namanya juga suka. Suka sama orang ‘kan nggak butuh alasan.
Bicara filmnya Kristen Stewart, tentu tak akan lepas dari saga Twilight yang telah melambungkan namanya. Adaptasi novel Stephenie Meyer ini memang sebuah fenomena. Banyak orang yang memuji dan ngefans mati-matian sama kisah cinta manusia dan vampir ini. Tapi tak sedikit pula orang yang mencaci maki habis-habisan. Sampai-sampai menasbihkannya sebagai franchise terjelek yang pernah dibuat. Saya sendiri, memang kurang begitu suka dengan Twilight.
Pertama kali nonton Twilight waktu masih SMA. Itupun tidak sengaja karena saya harus menemani sohib saya menemui cemewew-nya. Dan saat itu, kebetulan teman-teman cemewew-nya (yang juga satu sekolah sama saya) sedang nonton film Twilight di DVD. Dan mau apa lagi, saya pun terpaksa menonton kisah Bella & Edward untuk pertama kali bersama kumpulan anak perempuan yang ada disana. Sementara saya nonton, teman saya asyik ngobrol berduaan. So sweet sh*t!

Twilight (2008) yang melambungkan nama Kristen Stewart
Kesan pertama dari Twilight yang saya dapat adalah “Ini film apaaan? Gak seru gini?”. Saya yang memang tidak menyukai film drama cinta-cintaan, masih kurang mengerti dengan konsep manusia yang jatuh cinta sama vampir. Ditambah kebingungan melihat akting para pemainnya. Jelas, Twilight bukanlah selera saya saat itu. Seorang Kristen Stewart pun masih belum menarik perhatian. Satu-satunya yang disuka dari Twilight adalah saya cukup familiar dengan soundtrack-nya, seperti Supermassive Black Hole (Muse), 15 Steps (Radiohead), Leave out All the Rest (Linkin Park) dan Decode (Paramore).
Tahun pertahun sekuel Twilight terus dirilis. Saya sendiri tidak terlalu ingin menontonnya. Karena Twilight memang tidak memberi first impress yang baik buat saya. Saya dulu juga bukanlah seorang penonton film seperti sekarang. Barulah setelah mulai menggemari menonton film, sayapun mencoba menonton tiga sekuel Twilight (New Moon, Eclipse dan Breaking Dawn Part I). Namun tetap saja, saya kurang bisa menikmatinya. Alhasil, film-film tersebut tidak pernah benar-benar selesai saya tonton.
Tahun 2012, Kristen Stewart menjadi seorang Snow White di Snow White and The Huntsman. Banyak review yang menyebut akting Kristen masih sama seperti yang dilakukannya di Twilight. Datar. Benar seperti itukah?
Ditahun yang sama, Breaking Dawn Part II yang merupakan ujung kisah cinta Bella & Edward dirilis. Media sendiri cukup ramai membicarakan final franchise ini. Sayapun iseng menontonnya, tapi bukan di bioskop melainkan di laptop. Separuh awal film, rasanya masih sama seperti film-film Twilight sebelumnya. Tidak ada yang benar-benar menarik selain Aro yang sukses mencuri perhatian berkat aura jahat menyebalkannya disini. Saya juga kadang merasa geli melihat ekspresi Stewart yang sudah berubah jadi vampir. Satu hal yang ditunggu di Breaking Dawn Part II adalah pertempuran antara Edward-Bella dan sekutu melawan pasukan Aro. Saya cukup menikmati pertarungan yang terjadi diantara mereka. Namun tanpa pernah saya duga sebelumnya, pertarungan yang sudah mulai menaikkan tensi saya saat itu hanyalah berupa penglihatan masa depan Alice pada Aro. Pertarungan tersebut tidaklah nyata. Saya merasa sangat, sangat, sangat, sangat, sangat TERTIPU karenanya. Haha. Sialan!
Franchise Twilight memang memiliki dua kubu yang saling bertolak belakang. Namun setelah menonton seluruh saga Twilight kembali, (sebenarnya) tidak ada yang terlalu salah dengan Twilight. Twilight sendiri merupakan imajinasi Stephenie Meyer dalam bentuk tulisan yang divisualisasikan dalam film. Jadi, itu sah-sah saja dan bukan sesuatu yang salah. Toh Twilight juga mengantongi pendapatan yang banyak dari filmnya. Dengan kata lain, tidak sedikit orang yang menonton (termasuk haters mungkin). Saya sendiri cukup enjoy dengan seri pertamanya. Seri terakhirnya juga berhasil menutup kisahnya dengan manis tatkala A Thousand Years mengalun bersama seluruh wajah para pemain yang muncul satu persatu. Kalau dibilang saya tidak suka filmnya, iya. Kalau dibilang saya tidak suka ceritanya, iya. Kalau dibilang saya tidak suka akting para pemainnya, iya juga. Tapi saya merasa tidak perlu sampai membencinya, hanya karena tidak menyukai filmnya.
Jauh sebelum Twilight, ternyata saya pernah menonton film yang ada Stewart-nya waktu SMP. Film itu adalah Zathura: A Space Adventure yang dirilis tahun 2005. Premisnya hampir mirip dengan Jumanji (1995). Hanya disini tidak ada binatang yang berkeliaran dikota. Permainan dalam Zathura membawa kita menjelajahi angkasa raya. Peran Stewart sebenarnya tidak terlalu besar disini. Hanya berperan sebagai kakak perempuan yang tengah mengalami masa pubertas. Dan sebagaimana anak perempuan yang sedang puber, seperti itulah tingkah lakunya.

Dalam The Runaways (2010) Kristen Stewart (kanan) berperan sebagai Joan Jett
Baik Twilight, Snow White and the Huntsman maupun Zathura:  A Space Adventure ternyata bukanlah film yang membuat saya suka sama Kristen Stewart. Adalah The Runaways (2010) yang merupakan biopik band rock n roll yang personilnya perempuan semua, The Runaways. Berakting bersama rekannya di Twilight, Dakota Fanning, Stewart menjadi Joan Jett yang cool, eksentrik, tomboy dan rock n roll abis. Dan akting dia disini memang patut diacungi jempol. Tak hanya mampu menampilkan image Joan Jett dalam dirinya, ia juga memakai suara asli tatkala menyanyikan lagu-lagu The Runaways. Salut!
Semenjak itulah, saya mulai menonton film-film Stewart yang lainnya. Dua diantaranya adalah Welcome to the Rileys (2011) dan On the Road (2012). Didua film tersebut, Kristen Stewart menunjukkan sisi liar dan keberaniannya dalam berakting. Di Welcome to the Rileys, ia jadi penari streaptease. Di On the Road, ia justru semakin liar dan berani. Beberapa kali ia melakukan adegan (...upss *sensor*).
Kemudian setelahnya, saya menonton film berjudul Into the Wild (2007) di TV. Dan ternyata disitu ada Kristen Stewart-nya. Meski hanya tampil sebentar, ia tampak sangat manis dengan gitarnya. Di Jumper (2008) ia hanya menjadi cameo saja. Di Adventureland (2009) ia terlihat lebih mempesona daripada saat dia di Twilight. Waktu nonton Silence of the Lambs (1991), saya merasa Jodie Foster mempunyai kemiripan dengan Kristen Stewart. Dan ternyata mereka pernah main bersama di film arahannya David Fincher, Panic Room (2002). Mereka berperan sebagai ibu dan anak. Disana, Kristen menjadi seorang anak tomboy yang cocok sekali dengan karakternya.
Totalitas dan keberaniannya dalam berakting, sebenarnya telah ia lakukan sejak kecil. Dalam film Speak (2004) ia melakukan hal yang sesungguhnya terlalu dewasa untuk ukuran anak seusianya. Walaupun secara fisik, Kristen tampak sangat dewasa disitu. Tapi rasanya, tetap saja adegan yang ada didalamnya terlalu dewasa untuk anak usia 13 tahun. Jadi, mungkin bukan hal aneh ketika ia mau tampil berani di beberapa film setelahnya. Tapi perlu dicatat, bahwa ia bukan hanya mampu tampil seperti itu saja. Disisi lain ia juga sanggup menunjukkan kualitas akting yang prima. Hanya saja, orang-orang terlalu mengidentikkan dia dengan Bella Swan (seolah ia tak bisa berakting) dan menutup mata akan film Stewart yang lainnya.

Kristen Stewart di film Speak (2004)
Soal kehidupan diluar filmnya, saya tidak terlalu memperhatikan. Selain ia menjalin hubungan dengan lawan mainnya di Twilight, Robert Pattinson. Dan perselingkuhannya dengan sutradara Snow White and the Huntsman, Rupert Sanders, yang sekaligus menandai akhir kisahnya bersama Robert. Pasca gosip putus dan perselingkuhannya, nama Kristen memang sempat sedikit ternoda. Bahkan ditahun 2013, tidak ada satupun film yang ia bintangi. Namun justru disitulah titik baliknya.
Tahun 2014 ia hadir dengan wajah baru, seolah pertanda awal yang baru dalam karirnya. Penampilannya pun turut berubah namun tetap menarik. Dalam beberapa kesempatan ia sempat berganti-ganti penampilan mulai dari kesan tomboy, gothic bahkan saya sempat menyamakan penampilannya dengan Gerard Way di album 'Danger Days: The True Live of the Fabulous Killjoys' ketika melihat style-nya. Film-film yang dibintanginyapun terbilang bagus. Memang bukan film besar yang diketahui semua orang. Tapi buat kalangan moviegoers tentu tahu film-film yang dimaksud.
Menjadi anak bungsu dengan idealisme sendiri yang harus mengurus ibunya yang mengidap alzheimer di Still Alice. Seorang penjaga penjara di Camp X-Ray. Dan seorang asisten pribadi aktris terkenal di Clouds of Sils Maria. Peran dia di film-film tersebut buat saya jauh lebih menyenangkan dan lebih saya sukai dibanding perannya di Breaking Dawn Part 1 & 2, Welcome to the Rileys ataupun On the Road yang terlalu mengekspos tubuhnya. Dan rasanya peran gadis seperti Bella atau Snow White yang terkesan manis justru kurang cocok dengan Kristen. Peran seperti Sarah (Panic Room) atau Joan Jett justru lebih cocok dengan image-nya.

Kristen Stewart saat menerima penghargaan Cesar Awards 2015
Kristen Stewart jelas telah melakukan transformasi dalam dirinya. Tahun 2013 dimana tak ada satupun film yang ia bintangi seperti sebuah langkah awal untuk memulai semuanya kembali. Tiga film terakhirnya yang rilis 2014 lalu adalah bukti kedewasaan dan kecerdasannya dalam berakting dan memilih peran. Sebuah penghargaan Cesar Awards 2015 sebagai aktris pendukung terbaik di Clouds of Sils Maria adalah bukti bahwa dia memang bisa berakting dan kemampuannya patut diapresiasi. Kemenangannya tersebut juga mengantarkan namanya sebagai aktris Amerika pertama yang meraih penghargaan di Cesar Awards. Film-film Kristen Stewart selanjutnya juga layak ditunggu. Ditahun ini dia berperan dalam film Equals dan American Ultra. Selain itu, dia juga tengah menjalin kerjasama untuk film terbarunya bersama sutradara kawakan Woody Allen, sutradara peraih Oscar Ang Lee dan sutradara Kelly Reichardt.
So, that’s Kristen Stewart.
Maybe, she is not princess like Snow White.
But she’s beautiful with her beautiful way.
More than Snow White. More than Twilight.

P.S. Masih ada lagi film lain yang dibintangi Kristen Stewart selain yang saya sebut disini. 
Tapi (IMO), film-film diatas sudah cukup merepresentastikan dirinya sebagai seorang aktris.

Tuesday, April 28, 2015

Diskriminasi

Mungkin kita pernah mendengar sebuah ungkapan satir tentang seorang maling ayam yang tertangkap lalu ditindak dengan hukuman berat. Dan itu belum ditambah ajang main hakim sendiri dari masyarakat (baca: digebukin). Kemudian dibandingkan dengan para maling uang rakyat yang mendapat jatah hukuman ringan. Bahkan beberapa malah mendapat fasilitas hotel saat berada dalam tahanan. Dan parahnya, masih ada pula dari sebagian mereka yang sempat jalan-jalan saat masa hukuman berlangsung. Maling ayam dan maling uang rakyat. Dua hal yang mirip tapi beda yang saling bertolak belakang secara perilaku maupun perlakuan. Ironis? Memang.
Bila ditelaah lagi, mungkin paragraf diatas bukanlah sekedar ungkapan semata. Atau memang sesungguhnya pernah terjadi di negeri ini? Berbaik sangka sajalah. Semoga itu semua tidak pernah terjadi (walaupun sesungguhnya itu semua benar-benar terjadi, LOL). Berlebihankah jika menyebut ungkapan diatas sebagai sebuah diskriminasi dalam hukum? Dimana tercium sebuah bentuk ketidakadilan disana? Atau justru seperti itulah bentuk keadilan dinegeri ini?
Berbicara diskriminasi, isu ini memang selalu merebak hampir disemua belahan dunia. Di Indonesia sendiri, isu diskriminasi sudah bukan barang baru. Sejumlah kasus besar maupun kecil telah menghiasi hiruk pikuk negeri ini. Kasus diskriminasi terbesar yang pernah dialami Indonesia seperti ditulis kompas.com adalah konflik Maluku yang berlatar keagamaan dalam rentang waktu 4 tahun. Dilanjutkan konflik Sampit, konflik ahmadiyah di Transito Mataram dan konflik Lampung Selatan. Konflik-konflik tersebut sama-sama menelan nyawa manusia sebagai tumbalnya.
Secara sederhana, istilah diskriminasi merujuk pada pelayanan yang dianggap tidak adil terhadap individu tertentu, dimana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang dimiliki individu tersebut (wikipedia). Pengertian diskriminasi sendiri yaitu pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan golongan, warna kulit, suku, ekonomi, agama, dsb) (kbbi.web.id). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung atau tak langsung, didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status, sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, dst (sumber dari sini). Terlalu panjang kalau ditulis lagi. Tapi yang pasti, beberapa definisi tadi sedikit-banyak kita telah mengungkap tentang diskriminasi.
Entah berupa tren atau bukan (atau mungkin bisa jadi budaya, LOL) setiap tahun negeri ini selalu memiliki pemberitaan kasus hukum yang melibatkan lansia sebagai tersangkanya. Dan premisnya selalu sama, seorang nenek/kakek dituduh mencuri sebuah barang yang sebenarnya tidak besar-besar amat. Harganya juga tidak mahal-mahal amat, tidak sampai Rp. 10.000,00. Kemudian dilaporkan pihak yang merasa dirugikan atas tindakan si nenek/kakek, selanjutnya masuk persidangan yang berakhir pada vonis hukuman buat si nenek/kakek.
Kasus-kasus seperti yang dialami nenek Minah di Banyumas yang mencuri 3 (tiga) buah kakao di perkebunan PT Rumpun Sari Antan, kemudian diganjar satu bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan (sumber dari sini). Kasus Pak Kliwondo di Boyolali yang jadi tersangka pencurian gara-gara seikat kayu bakar (sumber dari sini). Dan yang terakhir, yang masih hangat tentunya, kasus nenek Asyani yang akhirnya harus didakwa atas dugaan pencurian tujuh batang kayu milik Perhutani. Vonis hukuman yang didapat nenek berusia 63 tahun tersebut adalah hukuman satu tahun penjara dan denda sebesar 500 juta subsider satu hari kurungan dengan masa percobaan 15 bulan (sumber dari sini dan sini). Tiga kasus tersebut hanya sebagian kecil contoh saja. Kasus sejenis yang mencuat juga tidak kalah banyak. Mungkin diluar sana juga masih ada lagi kasus sejenis yang belum tercium media.
Banyak pihak yang menyayangkan setiap kali kasus-kasus seperti ini terjadi. Agak sedikit aneh saja melihat permasalahan yang sebenarnya sepele tapi harus ditempuh lewat jalur hukum. Dan semakin disayangkan karena yang terkena imbas adalah orang-orang tua yang secara ekonomi pun mereka kurang mampu. Para orang tua yang harusnya sudah tenang dimasa tuanya ternyata harus berhadapan dengan horornya meja persidangan dan vonis hukuman. “Padahal, ya, tiga buah kakao doang / tujuh batang kayu doang. Ikhlasin saja kenapa? Nggak bakalan rugi banyak juga koq”.
Saya terkadang suka tidak mengerti dengan itu. Kenapa orang-orang itu harus menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan permasalahan semacam itu? Bukankah negara kita punya asas yang lebih dari sekedar hukum? Asas musyawarah untuk mufakat. Permasalahan seperti itu harusnya bisa selesai dengan sebuah musyawarah, lagipula permasalahannya tidak segede gunung juga. Dan tidak merugikan sampai negara harus menjual pulau juga. Bukankah musyawarah untuk mufakat itu salah satu tradisi dan budaya kita? Atau mungkin kita sudah lupa sama tradisi dan budaya sendiri? Atau orang-orang yang sudah mulai kehilangan nuraninya? Atau justru hukum kita yang memang tidak mempunyai nurani?
Adalah benar jika hukum tidak membeda-bedakan siapapun. Hukum itu mutlak. Tak pandang status, latar belakang atau apapun, semua warga negara sama, tanpa terkecuali, semua terikat oleh hukum. Namun masalahnya adalah apakah hukum itu benar-benar telah ditegakkan seperti seharusnya? Apakah hukum itu telah melakukannya dengan adil? Jangan-jangan hukum itu hanyalah sebuah bentuk diskriminasi berlabel, yang berani hanya sama manusia lanjut usia yang tua renta. Kalau nenek Asyani yang dituduh mencuri tujuh buah batang kayu saja dihukum dengan vonis seperti itu, lantas bagaimana dengan pembalakan liar berskala besar? Bagaimana dengan kasus lainnya? Korupsi misalnya. Jadi, sudah adilkah hukum dinegeri ini? Kalau saja memang hukum itu tak pandang bulu, maka sudah seharusnya para aparatur hukum tidak membuat gradasi dengan hukum itu sendiri.
FYI, kasus-kasus seperti yang dialami Nenek Asyani dll, sebenarnya bisa dikategorikan dalam tindak pidana ringan. Undang-undangnya sendiri telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 tentang Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP. Undang-undang ini dibuat untuk meninjau kembali perkara-perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil. Sehingga kasus pencurian dengan skala kecil tidak perlu didakwa dengan Pasal 362 KUHP di pengadilan.
Melihat hal-hal seperti diatas rasanya tak berlebihan ketika Deddy Mizwar berujar “Alangkah Lucunya Negeri ini”. Karena memang banyak yang lucu dinegeri ini. Satu hal yang tak kalah lucu dan membuat saya berkata sama sambil menggernyitkan dahi adalah tatkala mendengar isu pencekalan nama Ali dan Muhammad (di autogate bandara). Hanya karena takut jika orang dengan nama itu adalah pelaku teroris, padahal belum ada bukti konkrit bahwa orang bernama Ali atau Muhammad adalah teroris. Sebagai orang yang mempunyai nama Ali, saya merasa ini adalah bentuk diskriminasi terhadap orang dengan nama Ali dan Muhammad. Secara tidak langsung, hal ini juga telah mencederai falsafah “Bhineka Tunggal Ika” yang dianut negeri ini.
Rasanya berbicara masalah diskriminasi dalam tatanan kenegaraan seperti diatas terkesan terlalu besar untuk dibahas oleh orang yang tak mempunyai kapasitas seperti saya. Karena menurut saya, justru banyak hal-hal kecil disekitar kita, cenderung sepele malah, namun bisa jadi itu merupakan bibit-bibit diskriminasi. Sebagai contoh, saya pernah membeli makan disebuah tempat. Saya datang lebih awal dan yang saya beli saat itu hanya nasi, tahu dan tempe. Selang sekian detik kemudian datang pembeli lain dengan pembelian yang lebih banyak, lebih mahal dari yang saya beli. Dan tanpa saya sadari, si pedagang mendahulukan melayani orang setelah saya dengan sangat ramah sekali. Sementara saya dicuekin begitu saja. Ketika saya mengajukan protes, si pedagang malah ketus. Mungkin buat si pedagang, pembeli setelah saya lebih menguntungkan daripada saya. Makanya perlakuannya pun berbeda.
Contoh lainnya, disekolah (mungkin ini juga sering terjadi) seorang guru yang memperlakukan beberapa siswanya secara spesial. Jadi, si guru hanya berfokus pada siswa yang ia senangi saja. Sementara yang lain, seolah tidak ada disana. Hanya pelengkap bangku sekolah semata. Tentunya hal ini tidak dibenarkan (IMO). Karena akan menimbulkan kecemburuan sosial antarsiswa. Adapun kalau memang ada siswa yang harus diapresiasi karena prestasinya, tentu bukan menjadi alasan memberikan perlakuan berbeda kepada siswa lainnya dikelas.
Contoh yang lebih sederhana lagi, mungkin masing-masing dari kita juga pernah melakukan perlakuan berbeda kepada orang-orang tertentu. Sebagai contoh dari kaum lelaki misalnya. Mungkin, para lelaki pernah memberi perlakuan berbeda terhadap teman perempuannya karena kecantikannya. Seperti lebih ramah dan bersahabat pada teman perempuan yang masuk kategori cantik. Sementara buat yang biasa-biasa saja atau tidak cantik sama sekali justru lebih cuek. Btw, definisi cantik/ganteng itu sebenarnya mutlak. Yang biasa-biasa saja justru yang relatif. Walaupun banyak yang bilang definisi cantik/ganteng itu relatif, tapi tetap saja cantik/ganteng relatif itu ada standarnya. Koq jadi ngomongin cantik dan ganteng ya? Pokoknya, intinya, kita pasti pernah lah memberi perlakuan berbeda kepada orang-orang. Entah alasan atau modusnya apa. Entah disadari ataupun tidak.
Dari uraian yang telah saya ketik sampai sepanjang ini, ada satu benang merah yang bisa ditarik tentang diskriminasi. Baik dari contoh serius dan kompleks maupun dari contoh sederhana seperti diatas, semuanya mempunyai kesamaan. Yakni membeda-bedakan sesuatu atas sebuah dasar latar belakang. Latar belakang disini bisa dalam berbagai bentuk. Bisa agama, ras, warna kulit, status sosial/ekonomi, profesi, penampilan fisik, dsb. Jadi, kecenderungan membeda-bedakan inilah yang sesungguhnya menjadi bibit-bibit terjadinya diskriminasi. Mungkin, terlalu kecil ketika menyebut seorang pedagang yang melakukan pelayanan berbeda kepada pembelinya, guru yang memberikan perlakuan spesial kepada muri-murid kesayangannya atau kita-kita yang (mungkin) masih suka memperlakukan berbeda orang-orang berdasarkan penampilan fisiknya, sebagai bentuk diskriminasi. Ya, mungkin hal-hal seperti itu terlalu kecil untuk disebut sebuah diskriminasi. Tapi bukankah setiap hal yang besar selalu berawal dari hal yang kecil?
Dengan kata lain, diskriminasi ini akan selalu terjadi. Akan selalu ada. Baik dalam lingkup yang kecil ataupun besar. Skala yang kecil maupun besar. Baik antar pribadi maupun kelompok. Karena manusia memang punya kecenderungan untuk membeda-bedakan manusia yang lainnya. Sebuah sifat alamiah yang cukup sulit untuk dihilangkan. Maka, selama manusia (yaitu kita) masih selalu membedak-bedakan manusia yang lainnya, baik dari segi ras, agama, budaya, jenis kelamin, profesi, latar belakang, status sosial, dan berbagai alasan latar belakang lainnya, maka selama itu pula diskriminasi akan selalu ada mengiringinya.

Sunday, April 26, 2015

Seterusnya Begitu

Dimulai dengan angka 1. Kemudian berakhir di angka 12. Kembali di angka 1. Dan berakhir pula di angka 12.
Seterusnya begitu.
Pagi. Siang. Sore. Malam. Pagi lagi. Siang lagi. Sore lagi. Malam lagi.
Seterusnya begitu.
Senin. Selasa. Rabu. Kamis. Jum’at. Sabtu. Minggu. Dan senin lagi. Selasa lagi. Rabu lagi. Kamis lagi. Jum’at lagi. Sabtu lagi. Minggu lagi. Dan kemudian senin lagi.
Seterusnya begitu.
Januari. Februari. Maret. April. Mei. Juni. Juli. Agustus. September. Oktober. November. Desember. Kembali lagi di januari.
Seterusnya begitu.
Seterusnya begitu. Dan selalu begitu.
Yakin! Pasti akan ada akhirnya. Ujungnya dimana? Tak pernah tahu.
Jadi, sudahkah kita memanfaatkan waktu yang kita miliki?
Sebelum ujung menjemput kita nanti.
Siapkah?

Friday, April 24, 2015

Karena Manusia Zaman Sekarang Sopan-Sopan: Hobinya Menunduk!

Pernah tidak memperhatikan orang-orang disekitar kita sering sekali menunduk? Ketika sedang mengantri, sedang menunggu, sedang makan, sedang ngobrol, sedang ngumpul sampai lagi jalan pun demikian. Pokoknya dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun keadaannya, orang-orang zaman sekarang kebanyakan nunduknya daripada tegaknya. Saya kadang suka bingung dibuatnya. Apakah memang orang-orang zaman sekarang tengah membudidayakan pepatah orang tua zaman dulu yang senantiasa menyuruh kita untuk menunduk. Karena menurut orang tua zaman dulu, menunduk itu merupakan cerminan budaya timur yang sopan, santun, rendah hati, pemalu, dsb. Intinya, konotasi menunduk itu positif (menurut mereka).
Beberapa waktu lalu, keluarga Jokowi mengadakan konferensi pers terkait pernikahan anak pertamanya. Ada yang menarik disitu dan pastinya mengundang perbincangan. Bukan konsep pernikahan. Bukan desain baju pengantin. Bukan pula karena kenyataan bahwa yang akan menikah adalah anak RI1. Melainkan karena sikap menarik dari sicalon pengantin pria yang cool banget itu. Meninggikan leher, mendongakkan kepala ke atas dan menyondongkannya ke depan, alis dinaikan, sukar tersenyum, ketus, bicara sedikit-sedikit tanpa basa-basi dan lainnya (yang tak perlu disebut lagi). Kita, orang-orang yang melihat kelakuan orang tersebut langsung saja memberi judgement bahwa orang tersebut sombong, angkuh, sengak dan lainnya (yang juga tak perlu disebut lagi). Beberapa dari kita mungkin menyayangkan sikapnya yang kurang begitu bersahabat. Apalagi dia adalah anak presiden.
Bukan hal aneh memang ketika sikap orang tersebut mengundang respon negatif dari masyarakat. Apalagi ditengah zaman yang serba mudah ini, orang tak segan memberi komentar sekenanya, menghina sampai nge-bully. Namun jika orang tersebut mau sedikit lebih menunduk atau setidaknya menyimpulkan sedikit senyum, mungkin akan lain ceritanya. Komentar orangpun akan berbeda. Di negara multikultur dan multietnik ini, sikap yang ditunjukkan oleh orang tersebut hampir pasti tidak disukai dinegeri ini. Itu benar. Karena kita, orang-orang dinegeri ini sudah ditanamkan ilmu padi sedari kecil. Semakin menunduk, semakin berisi. Makanya tak ada nada positif untuk orang-orang yang tidak menanamkan ilmu padi dalam dirinya. Gunjingan orang-orang – minimal – sudah pasti dalam genggaman.
Sementara sang anak presiden keukeuh dengan sikapnya. Perbedaan justru ditunjukkan oleh orang-orang lain yang ada dizaman sekarang. Seperti yang saya bilang diawal bahwa orang-orang zaman sekarang lebih banyak nunduknya daripada tegaknya. Apakah memang mereka sedang menanamkan ilmu padi dalam jiwanya? Mungkin saja. Tapi tunggu dulu, ada yang lain dari cara mereka menunduk. Ternyata menunduknya mereka bukan karena menuruti pepatah orang tua zaman dulu. Melainkan karena mereka menggenggam sesuatu bernama gadget (apapun anda menamainya).
Sudah bukan isapan jempol semata jika diabad ini, teknologi semakin berkembang pesat. Kehadiran internet, kemunculan social media dan social platform telah mengubah gaya hidup manusia dewasa ini. Apalagi dengan kemudahan yang ditawarkan teknologi, membuat manusia seperti mendapat fasilitas hotel bintang lima dalam rangka mengakses dunia. Mencari informasi, menonton video, berkicau, berkespresi, bersosialiasi dengan orang jauh, berbagi moment dan lainnya sudah terlalu mudah untuk dilakukan. Kita bisa tahu apapun diluar sana. Kita bisa ngobrol dengan banyak orang jauh sekaligus dalam satu waktu. Kita bisa melihat apa saja hanya dengan duduk manis dikamar. Cukup hanya dengan menunduk.
Kemudahan yang ditawarkan saat ini memang memberi ribuan manfaat bagi manusia. Kemudahan-kemudahan tersebut, sudah terlampau memanjakan manusia-manusia zaman sekarang. Dengan benda sekecil itu, dunia seolah berada dalam genggaman. Dan itu semua adalah milik semua orang, semua kalangan. Tak peduli dia adalah kalangan atas, menengah atau bawah. Tak ada bedanya. Semuanya sama. Namun dengan apa yang terjadi, disamping kemudahan dan manfaat positif yang didapat, pergeseran budayapun terjadi. Salah satunya, ya budaya menunduk itu.

Gambar dari sini
Kalau dulu kita menunduk karena malu. Menunduk karena sedang diceramahi orang yang lebih tua. Menunduk karena merasa menghormati orang lain. Menunduk dengan perasaan merendah karena tak ada yang layak dibanggakan dari manusia. Harta, tahta, kekayaan, jabatan, pendidikan, istri, pacar (what?), semuanya milik Tuhan. Makanya kita menunduk, karena kita (manusia) tidak punya apa-apa. Di era sekarang, menunduk bukan karena hal yang saya sebut tadi. Menunduk dizaman sekarang adalah karena kita sibuk mantengin gadget masing-masing. Sibuk ngecek ada foto/gambar/video apa lagi di instagram. Sibuk berbalas pesan via whatsapp, bbm, line. Sibuk komentar di facebook, twitter atau path. Sibuk update status. Sibuk nge-tweet. Sibuk nge-like. Sibuk nge-love. Sibuk nge-mention. Sibuk nge-tag. Sibuk foto-foto. Sibuk selfie. Sibuk nyari stiker. Sibuk, sibuk dan sibuk. Saking sibuknya, status sepanjang waktu bbm-nya adalah busy alias sibuk.
Awalnya, saya mengira fenomena seperti ini hanya terjadi dikota saja. Namun ternyata dikampung pun demikian. Ada masa dimana saya pernah menjumpai para pemuda seumuran daerah sekitar dikampung. Hanya bertegur sapa (sedikit), salaman (sedikit), saling bertukar kabar (sedikit). Lantas setelah itu, mereka seolah kembali tenggelam dengan dunianya masing-masing. Dunia menunduk. Saya yang mengira dengan menjumpai mereka bisa ngobrol panjang lebar, ngalor ngidul tanpa juntrungan, ternyata salah. Karena ternyata mereka terlalu sibuk. Ya, mereka terlalu sibuk dan terlalu asyik sendiri, kawan!


Sebuah survei yang dilakukan Harris Interactive mengungkapkan 63% responden selalu mengecek smartphone-nya paling sedikit satu kali setiap jam. 5% responden lainnya mengaku mengecek smartphone-nya per lima menit sekali. Berarti sudah dipastikan jika sebagian dari kita memiliki intensitas menunduk yang besar karena keseringan mantengin gadget. Terlalu sering menunduk karena gadget ternyata turut berpengaruh pada kesehatan. Sebuah studi di San Francisco State University oleh seorang peneliti mengungkapkan bahwa 83% dari subjek melaporkan keluhan nyeri pada tangan dan leher. Selain sakit pada otot leher dan tangan, terlalu sering menunduk juga bisa membuat posisi tubuh menjadi kurang tegak alias membungkuk. Dilansir Telegraph, posisi menunduk gara-gara gadget dapat memperlambat dan menghilangkan keseimbangan tubuh manusia. Dr. Siobhan dari University of Queensland menyatakan bahwa menulis dan membaca SMS diponsel mempengaruhi kemampuan anda untuk berjalan dan keseimbangan badan anda. Dalam teori evolusi disebutkan bahwa perlu waktu jutaan tahun agar manusia bisa berjalan tegak seperti sekarang. Namun dengan seringnya kegiatan menunduk gara-gara gadget, proses alamiah tersebut bisa jadi merubah postur tubuh manusia yang tegak menjadi lebih membungkuk.

Gambar dari sini
Budaya menunduk dizaman sekarang memang telah merubah pola perilaku sosial masyarakat dan telah merubah kebiasaan yang dulu lumrah dilakukan. Kalau dulu, orang berdoa sebelum makan. Maka sekarang, selfie dulu. Foto dulu. Update dulu, lagi dimana. Lagi sama siapa. Kalau dulu, setelah bangun tidur, kita pun berdoa. Maka tidak dengan sekarang. Kita langsung nyari gadget ada dimana. Dan beberapa kebiasaan lain juga turut berubah karenanya.
Selain merubah kebiasaan, budaya menunduk juga acap kali membuat orang menjadi lebih sensitif, berpikiran negatif, munafik, individualistis, suka pamer, kurang fokus, menjadi pribadi yang lebih tertutup dan menjadi lebih ingin tahu urusan orang lain. Entah kenapa orang suka memberi judge angkuh pada orang yang isi pesannya singkat-singkat. Dan menjadi sering kesal hanya karena pesan bbm-nya cuma sampai pada huruf D doang. Nggak di huruf R. Suka kesal karena tak ada satupun pesan yang dibalas. Sementara yang dikasih pesan, update terus. Suka kesal ketika keluh kesahnya di socmed tidak digubris orang. Menjadi munafik, hanya karena tidak mau dicap sombong atau angkuh, terus suka ngetik haha, hehe, ckck, wkwk, pasang emot tertawa, dsb, padahal ekspresi sesungguhnya biasa saja, datar, tidak sedang tertawa bahkan tersenyumpun tidak.
Menjadi individualistis karena orang-orang sibuk sendiri-sendiri dan tak peduli hal-hal sekitar. Terus lebih sering pamer. Pamer punya barang apa saja. Pamer sedang menonton apa. Pamer sedang nongkrong dimana. Pamer sedang liburan dimana. Pamer muka dengan mulut dimonyong-monyongin. Saya bingung untuk yang satu ini, kenapa saat difoto, mulutnya mesti monyong. Ah sudahlah, tidak apa-apa. Mungkin mereka merasa lebih keren dengan seperti itu. Fenomena seperti ini juga sempat ditanggapi ustadz yang jadi idola kaum akhwat dikampus saya yakni Ustadz Felix Siauw. Dia mengungkapkan sesuatu yang cukup kontroversial bahwa selfie itu haram hukumnya. Karena dikhawatirkan ada unsur riya didalamnya.
Disamping itu, orang kerap juga menjadi pribadi yang lebih tertutup. Aktivitas sama gadget-nya cenderung tidak mau diketahui orang. Tertutup karena diam-diam nyimpen satu aplikasi khusus yang dipakai buat ngobrol sama selingkuhan. Tertutup karena diam-diam suka stalking mantan. Terus jadi galau, karena ID line atau pin bb-nya tiba-tiba di-invite mantan. Disatu sisi orang jadi lebih tertutup, disisi lainnya orang juga jadi suka ingin tahu urusan orang lain. Entah kenapa, orang juga jadi suka terlalu ribet mengurusi urusan orang lain, padahal itu bukan kapasitasnya. Orang semakin suka KEPO!


Seperti kata Sheila On 7, saya mungkin adalah bagian dari ‘Generasi Patah Hati’ yang terlahir dengan kondisi dunia yang seperti ini. Mungkin menunduknya orang-orang saat ini adalah sebuah bentuk keharusan dan lumrah dizaman sekarang. Memang benar ajang ngumpul-ngumpul, reuni, kongko-kongko menjadi tidak asyik lagi karena semua orang sibuk menunduk. Mungkin kita pulalah yang harus terbiasa memakluminya. 
Dan apa yang saya ketik disini bukanlah bentuk kenyinyiran melihat fenomena orang-orang yang hobinya menunduk. Bukan pula berbicara tentang dampak negatif gadget, smartphone, dsb, dilihat dari segi perubahan perilaku sosial. Hanya saja, pernahkah anda berada dalam kondisi, situasi atau moment dimana anda menjadi satu-satunya orang tak ber-gadget, tak ber-smartphone, yang cuma bisa diam melongo kayak orang bego, ditengah kumpulan atau bahkan kerumunan orang-orang sekitar yang TERTUNDUK sibuk dan asyik sendiri dengan gadget-nya masing-masing. Parahnya lagi kita saling kenal. Mungkin itu adalah moment tepat dimana kalimat-kalimat dalam meme yang ramai didunia maya bergumul didalam otak secara bersamaan. #SakitnyaTuhDisini #DisituKadangSayaMerasaSedih #AkuTuhGakBisaDiginiin #DaAkuMahApaAtuh. Tapi #AkuRapopo, karena #GueMahGituOrangnya. LOL.
Jadi pernahkah anda mengalaminya? Seberapa seringkah? Bagaimana perasaannya? Atau justru tidak pernah sama sekali? Karena memang andalah golongan orang yang menunduk itu.

Sunday, April 19, 2015

(My) Top 10 Sheila On 7 Songs


Saya memulai perkenalan dengan Sheila On 7 saat masih kelas III SD. Pada saat itu, album paling laris mereka bertajuk ‘Kisah Klasik Untuk Masa Depan’ bergaung tak terbendung di blantika musik Indonesia. Nama mereka berkibar kencang mewarnai kancah musik Indonesia. Saya yang masih kecil itupun dibuat kagum dengan musikalitas, lirik dan image yang mereka bangun. Sheila On 7 menjadi semacam antitesis dari kesan anak band diawal kemunculannya. Kehadiran mereka seolah mematahkan stigma orang-orang akan image anak band dimasanya.
Sampai saat ini, mereka telah merilis 10 (sepuluh) album studio (termasuk album ost dan the best of). Tiga album awal mereka adalah hattrick yang telah mereka torehkan dalam urusan penjualan. Tak ayal, image band sejuta kopi sangat melekat dengan mereka. Selain keberhasilan secara komersial, tiga album inilah yang juga berhasil menjaring dan memenangkan hati para pendengar. Ya, mereka telah menasbihkan nama mereka sebagai salah satu band idola buat generasi yang lahir atau besar di era ’90-an.
Angka 10 (sepuluh) mungkin bukanlah angka yang tepat untuk menentukan karya terbaik mereka. Sejatinya, begitu banyak karya yang telah mereka telurkan dan berkesan dihati. Mungkin hanya album ‘507’ yang kurang bisa saya nikmati. Karya-karya dialbum ke-2 dan ke-3 adalah yang paling susah dipilih. Saking banyaknya nomor yang layak masuk top 10 versi saya ini. Namun pilihan tetaplah pilihan. Tanpa mencoba mendiskreditkan yang lainnya, inilah 10 lagu (top, terbaik, favorit atau apalah namanya) dari Sheila On 7.

#10 Sekali Lagi (THE VERY BEST OF SHEILA ON 7, 2005)

Sheila On 7 merangkum karya-karya terbaiknya ditengah sinarnya yang mulai meredup oleh kehadiran wajah-wajah baru. Dalam satu lagu barunya, mereka memberi sebuah pesan tersirat tentang jatuh bangun kehidupan. Pergerakannya yang pelan dan perlahan menjadi begitu emosional, tatkala Duta meneriakkan bait-bait harapan dan penyesalan dalam waktu bersamaan.

#9 Melompat Lebih Tinggi (OST 30 HARI MENCARI CINTA, 2003)

Majalah Rolling Stones Indonesia mencatat lagu ini sebagai salah satu dari 150 lagu terbaik sepanjang masa. Liriknya yang kaya akan muatan positif adalah mood booster. Temponya yang nge-beat adalah pemecah suasana yang paling tepat. Lagu yang biasa dibawakan dipenghujung konser mereka ini menghadirkan permainan gitar yang sangat atraktif. Aksi akroabtikpun tak jarang mereka tampilkan saat live.

#8 Pria Kesepian (07 DES, 2002)

‘Pria Kesepian’ adalah ajang untuk bersenang-senang. Pelipur lara bagi mereka yang jauh dari rumah dan ditinggalkan cinta. Hiburan hura-hara ditengah keluh dunia bernama “kesepian”.

#7 Sebuah Kisah Klasik (KISAH KLASIK UNTUK MASA DEPAN, 2000)

Everlasting. Sebuah pesan manis. Tribut untuk seluruh teman, kawan, rekan dan sahabat. Mengungkap indahnya persahabatan dari perspektif masa. Gubahan syairnya senantiasa menghadirkan proyeksi moment dan kenangan dalam setiap rekam jejak masing-masing kita. Seperti telah melakukan perjalanan bersama mesin waktu tatkala mengingatnya. Seperti pula lagunya, ‘Kita’-pun demikian, kawan!

#6 Just For My Mom (KISAH KLASIK UNTUK MASA DEPAN, 2000)

Dalam perbendaharaan kata, ada satu kata dalam wujud satu sosok yang artinya takkan pernah lekang oleh waktu. Dialah ibu. Sadar betul akan hal itu, sebuah lagu penuh dedikasipun mereka ciptakan untuk sosok tersebut. Liriknya yang tidak terlalu berat justru membuatnya menjadi lebih dekat dan personal tanpa sedikitpun kehilangan esensinya.

#5 Lihat, Dengar, Rasakan (KISAH KLASIK UNTUK MASA DEPAN, 2000)

Seolah sedang berdoa, mereka merangkainya dalam alunan nada yang indah. Bersanding dengan taburan personifikasi yang bertransformasi menjadi bentuk persuasif kepada sesama. ‘Lihat, Dengar, Rasakan’ menjadi satu bahan renungan untuk setiap yang mendengarkan.

#4 Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki (SHEILA ON 7, 1999)

Album pertama mereka memang masih sangat apa adanya. Bertutur penuh kejujuran tentang cinta dan kehidupan dalam kaca mata anak muda biasa. Liriknya seringkali lugas, namun tak sedikit yang manis puitis. Satu diantara sekian judul yang menyeruak adalah ini. Lagu cinta paling manis yang pernah diciptakan mereka. Arransemen minimalis namun masih mampu menunjukkan sisi megah dalam setiap butir notasinya.

#3 Pemuja Rahasia (PEJANTAN TANGGUH, 2004)

Kehadiran ‘Pejantan Tangguh’ yang seolah merevolusi musik mereka mungkin masih belum bisa diterima orang yang terlebih dulu mengenalnya dalam format easy listening. Penekanan nuansa blues dan rock alternatif ’90-an menjadi pembeda dari album-album sebelumnya. Namun Sheila On 7 tetaplah Sheila On 7. Pun ketika mereka harus menjadikan seorang Duta “rapper dadakan”. Tanpa harus terkesan dipaksakan, setiap baris liriknya sanggup mengejawantahkan suara-suara perwakilan perasaan yang sarat makna. “Menikmati indahmu dari sisi gelapku” adalah bagian paling manis diantara yang lainnya. Deskripsi paket komplit dari sebuah istilah bernama ‘Pemuja Rahasia’.

#2 Yang Terlewatkan (MENENTUKAN ARAH, 2008)

‘Menentukan Arah’ menjadi titik awal kebangkitan Sheila On 7 setelah sempat terlupakan. Menyederhanakan musik dan liriknya tanpa menghilangkan jati diri mereka. Sebuah nomor akustik hadir menawarkan ketenangan dalam dawai kepahitan. Lantunan gitar akustik yang sederhana menjadi candu melodius tatkala Eross memetiknya. Liriknya? Ah, ternyata teramat personal untuk dibahas.

#1 Dan... (SHEILA ON 7, 1999)

Kalau ditanya Sheila On 7 itu seperti apa? Maka tengoklah ‘Dan...’ Mengapa? Karena ‘Dan...’ adalah kata yang tepat sekaligus gambaran konkrit yang sempurna dari band asal Jogja ini. Setidaknya buat saya. Sederhana, simple, nggak neko-neko, down to earth. Tapi manis, puitis, istimewa, sarat makna dan sanggup menyimpan kesan mendalam dalam hati orang yang pernah mendengarnya. Ini adalah masterpiece dari sebuah band yang kaya dibalik kesederhanaannya.

Dan....
Ya, begitulah kira-kira Sheila On 7. Terlalu panjang bila dibahas secara menyeluruh. Tapi yang pasti, mereka akan selalu membuat kita jatuh hati dengan cara dan karyanya. Pasang surut dalam perjalanan karirnya tak lantas membuat mereka jatuh. Mereka malah tetap ‘Bertahan Disana’ dan jadi ‘Pemenang’. Justru karena sempat mengalami masa terpuruklah, nama Sheila On 7 menjadi satu diantara nama yang dikenang. Kejayaan dimasa-masa kita dibuat addict karenanya, kemudian seolah terlupakan dengan kehadiran yang lain. Dan akhirnya kita dibuat rindu kembali akan masa-masa dimana kita pernah tumbuh bersama karyanya. Lagu-lagu mereka adalah soundtrack kehidupan. Nama mereka sudah tertulis dalam jajaran grup band terbaik yang pernah lahir dinegeri ini. Karya-karyanya tak akan pernah tergantikan. Sheila On 7 adalah sebuah kisah klasik untuk masa depan. 
         Unforgettable, memorable & everlasting.

Monday, April 13, 2015

10 Rekomendasi Serial TV yang Wajib (Banget) Ditonton

Ada masa dimana kita sebagai penikmat film dan telah mengenyam berbagai jenis film dari berbagai genre, tahun, asal negara, dsb, mengalihkan perhatian pada serial TV. Setidaknya itulah yang saya rasakan. Serial TV itu seperti sebuah penyegaran ditengah banyaknya film yang telah ditonton (MESKI SEBENARNYA FILM YANG BELUM DITONTON JAUH LEBIH BANYAK DARIPADA YANG SUDAH DITONTON).
Ada perbedaan mendasar antara film dan serial TV, dimana serial TV lebih punya lebih banyak waktu untuk mengulik latar belakang, pengenalan karakter, konflik sampai konklusi dari apa yang terjadi. Disitulah letak daya tariknya. Ini jelas berbeda dengan film yang relatif punya waktu lebih sebentar untuk itu. Asalkan tidak lebay, episode-episode panjang dan bermusim-musim dalam sebuah serial TV tetap memberi kesan menarik yang sayang untuk dilewatkan. Apalagi makin kesini, penggarapan serial TV yang semakin serius membuat kualitasnya tidak bisa diangap remeh. Bahkan ada beberapa diantaranya yang mampu mengungguli kualitas beberapa judul film.
Pada post kali ini, saya akan sedikit berbagi mengenai beberapa judul serial TV yang layak untuk ditonton. Masih banyak sebenarnya serial TV bagus diluar sana, namun pada kesempatan kali ini saya hanya menyiapkan 10 (sepuluh) judul saja. So check this out!
Honorable mentions: Lost, Prison Break, Dexter, Homeland, Hannibal.

#1 Breaking Bad


Judul yang selalu muncul dalam jajaran serial TV terbaik. Bukan tanpa alasan memang ‘Breaking Bad’ meraih predikat itu. Karena element-element yang membuatnya menjadi salah satu serial TV terbaik memang ada dalam ‘Breaking Bad’. Plot ok. Skenario ok. Naskah ok. Akting ok. Semuanya ada disitu. Serial yang telah habis masa penayangannya dimusim kelima 2013 lalu ini adalah pemegang penghargaan serial drama terbaik pada pagelaran Emmy Awards sebanyak dua kali. Selain itu, ‘Breaking Bad’ juga sempat memenangkan penghargaan Best Tv Series pada pada ajang bergengsi Golden Globe Awards.

#2 True Detective


Salah satu serial favorit saya sejauh ini. Menyenangkan rasanya melihat dua orang detektif yang saling bertolak belakang secara kepribadian harus mengungkap kasus pembunuhan yang tak biasa. Itu belum ditambah muatan filosofis yang hadir bersama unsur dark yang kental. Dengan alur maju-mundurnya yang catchy, ‘True Detective’ punya kualitas yang mumpuni sebagai sebuah serial TV. Kualitas setiap episodenya pun selalu konsisten dan terjaga. Dengan hanya melibatkan Nic Pizzolatto sebagai satu-satunya screenwriter dan Cary Joji Fukunaga sebagai satu-satunya director, ‘True Detective’ sukses menghidangkan cita rasa yang sama setiap episodenya. Membuat penonton tidak kehilangan feeling saat menonton episode per episodenya. Musim keduanya sudah menanti dibulan Juni nanti. Dan sudah dipastikan bila kita tidak akan melihat Matthew McConaughey dan Woody Harrelson lagi, yang absen untuk musim keduanya.

#3 Fargo


Bukan. Ini bukan filmnya Coen Brothers. Tapi jelas, ‘Fargo’ versi serial TV ini mengambil ide dari film ‘Fargo’ yang rilis tahun 1996 lalu. Apa yang dilakukan ‘Fargo’ bukanlah hal yang baru sebenarnya. Karena beberapa judul serial TV sudah melakukan hal yang sama sebelumnya. Yakni mengadaptasi cerita film kedalam sebuah serial TV, baik itu berupa prekuel, sekuel ataupun spin-off. Beberapa diantara adaptasi film dalam serial TV adalah ‘Bates Motel’ dari Psycho (1960) dan ‘Hannibal’ dari The Silence of the Lambs (1991). Dari segi cerita, ‘Fargo’ jauh berbeda dari versi filmnya. Tetapi tanpa menghilangkan cita rasa khas yang membuat kita jatuh cinta sama filmnya, ‘Fargo’ sukses mencuri perhatian dan mampu bertutur dengan caranya sendiri. Bersanding bersama kualitas filmnya yang jempolan sekaligus menjadi salah satu masterpiece dari Coen bersaudara.

#4 Sherlock


Membawa cerita dari tokoh ikonik populer dijagat raya, rasanya tak sulit buat ‘Sherlock’ meraih simpati penonton. Dan sejalan dengan kepopuleran tokohnya, mini seri British yang ditayangkan BBC ini sanggup meraih atensi yang sama dari penonton. Pendekatannya yang lebih modern tidak lantas membuat tokoh rekaan Sir Arthur Conan Doyle ini kehilangan daya magisnya. Apalagi aktor yang memerankan Sherlock Holmes adalah Benedict Cumberbatch yang sudah tidak diragukan lagi kualitas aktingnya. Berkolaborasi bersama Martin Freeman sebagai Dr. Watson dalam memecahkan kasus-kasus kriminal yang terjadi. Musim keempatnya akan segera meluncur tahun depan. Tunggu saja!

#5 American Horror Story


Buat para penonton yang menggemari genre horor, tak berlebihan jika menyebut ‘American Horror Story’ sebagai rekomendasi terdepan. Serial TV yang menceritakan urban legend yang ada di Amerika ini merupakan sebuah serial populer bergenre horor. Dikreatori dua orang penggagas serial Glee, Ryan Murphy dan Brad Falchuk, ‘American Horror Story’ menjadi serial TV yang sanggup menunjukkan gelagat horor yang tak kalah dengan film-film horor pada umumnya. Bahkan dari beberapa sisi, serial ini justru lebih unggul dibanding beberapa film horor yang ada. Teror, ketakutan, jeritan, darah, semuanya ada disini. Serial ini sudah memiliki 4 (empat) musim semenjak memulainya lewat ‘Murder House’ 2011 lalu. Musim kelimanya juga tengah dipersiapkan, kabarnya nama Lady Gaga juga akan muncul mengisi spot cast. Wah, akan seperti apa ya dia disini?

#6 How I Met Your Mother


Jika 5 (lima) judul diatas terlalu serius sebagai sebuah tontonan, maka ‘How I Met Your Mother’ adalah pilihan tepat tatkala kita butuh hiburan ringan, santai dan lucu. ‘How I Met Your Mother’ bisa disebut sebagai semacam sitkom kalau di Indonesia. Kisah seorang ayah yang bercerita tentang bagaimana ia bertemu dengan istrinya pada anak-anaknya ini merupakan tontonan rom-com yang segar. ‘How I Met Your Mother’ menyajikan cara bertutur komedi yang kental sekali Amerika-nya, jadi buat yang kurang familiar mungkin akan menjadi tidak terbiasa. Selain menghadirkan unsur-unsur komedi, ‘How I Met Your Mother’ juga masih menghadirkan moment-moment manis dalam setiap perjalanannya. Setiap kali berbicara mengenai ‘How I Met Your Mother’, entah kenapa ingatan saya selalu tak bisa lepas dari serial yang populer di era ‘90an, ‘Friends’. Walaupun punya perbedaan yang cukup mendasar, tapi ada beberapa kesamaan antara serial beda generasi ini (IMO). Secara sederhana saya menyebutnya begini, jika generasi ‘90an punya ‘Friends’, maka generasi 2000-an punya ‘How I Met Your Mother’.

#7 House of Cards


‘House of Cards’ adalah sebuah drama politik Amerika yang merupakan adaptasi mini seri berjudul sama dari Inggris. Sebagai sebuah drama berbau politik, ‘House of Cards’ mampu mendeskripsikan kata politik sampai ke akar-akarnya. Bahkan sampai pada tahap kotor-kotornya politik. Intrik, manipulasi, perebutan kekuasaan, penghalalan segala cara dalam usaha memperoleh keuntungan pribadi dengan dalih kebaikan besar yang akan didapatkan nanti, ditekankan dalam serial yang diproduseri Beau Willimon ini. ‘House of Cards’ dibintangi Kevin Spacey yang pertama kali saya kenal lewat peran Verbal dalam The Usual Suspects (1995). Peran Kevin Spacey di ‘The Usual Suspects’ dan disini hampir tak jauh berbeda. Dia digambarkan sebagai orang yang mampu memanipulasi orang-orang disekitar dengan kemampuan retorikanya. Bedanya, disini dia bukan lagi seorang kriminal melainkan politisi. Serial yang juga merupakan adaptasi dari novel karangan Michael Dobbs ini telah bergulir selama 3 (tiga) musim. Musim keempatnya juga telah mengambil spot untuk tayang di tahun depan.

#8 Better Call Saul


Mungkin masih terlalu dini untuk menilai judul yang baru menyelesaikan musim pertamanya 6 April lalu ini. Tapi ‘Better Call Saul’ adalah sebuah kejutan ditahun ini. Kehadiran serial yang merupakan spin-off dari ‘Breaking Bad’ ini teramat sayang untuk dilewatkan. Apalagi anda adalah fans ‘Breaking Bad’, maka tidak ada alasan untuk itu. Spin-off ‘Breaking Bad’ ini membawa karakter Saul Goodman sebagai tokoh utama. Seorang pengacara handal yang kita kenal didunia ‘Breaking Bad’. Seseorang yang ingin meraih kesuksesan dalam karirnya sebagai pengacara kriminal. Yang berbeda dari ‘Better Call Saul’ walaupun ia berlabel spin-off adalah ia punya potensi besar untuk berdiri sendiri dalam usaha menyaingi kesuksesan predesesornya (terlihat dari beberapa episode awal). Meski masih berada dalam lingkup dunia ‘Breaking Bad’, tapi pondasi ‘Better Call Saul’ sendiri sudah sangat menjanjikan. FYI, ‘Better Call Saul’ ini mengambil setting waktu 6 (enam) tahun sebelum kejadian dalam ‘Breaking Bad’.

#9 Game of Thrones


Dilihat dari segi genre, serial ini bukanlah tipikal favorit saya. Tapi rasanya tak adil jika ‘Game of Thrones’ yang begitu booming dalam jagat serial TV tidak masuk dalam daftar rekomendasi. Buat yang suka cerita fantasi bertema kolosal, ber-setting kerajaan, lengkap dengan semua element kerajaan yang khas, mulai dari set sampai kostumnya. Maka tak salah bila menempatkan ‘Game of Thrones’ dalam deretan teratas. Meskipun tidak menyajikan banyak adegan aksi, ‘Game of Thrones’ justru mampu berbicara banyak lewat intrik-intrik menarik dalam rangka usaha para manusia meraih kekuasaan. Setiap episodenya selalu menyajikan banyak kejutan yang selalu menarik untuk diikuti. Membuat interest penonton tetap terjaga disetiap episodenya. Satu hal lagi yang tak boleh dilupakan adalah kesan vulgar yang juga sangat melekat pada serial yang diadaptasi dari novel George R. R. Martin ini.

#10 The Walking Dead


Dari sinilah keinginan menonton serial TV dimulai. Buat saya, ‘The Walking Dead’ itu tipikal serial TV mainstream yang sepertinya hampir semua orang dari berbagai kalangan yang hobi nonton pernah menontonnya. Atau setidaknya tahu atau pernah mendengar jika ada serial TV bertema zombie bertajuk ‘The Walking Dead’. Serial yang diadaptsi dari komik ini sangat populer didunia. Usaha survival dalam dunia post-apocaypse memang selalu menarik untuk disimak. Apalagi ‘The Walking Dead’ menyajikan konflik lain ditengah perjuangan para manusia bertahan hidup dari teror zombie. Musim kelimanya telah berakhir beberapa waktu lalu. Kabarnya, musim keenamnya juga tengah disiapkan. Selain wacana memperpanjang usia di musim keenamnya nanti, sebuah spin-off juga tengah digunjingkan. Spin-off berjudul ‘Fear the Walking Dead’ ini telah siap mengungkap sisi lain dari wabah zombie dibumi. Ada kemungkinan asal muasal wabah zombie yang menginvasi bumi akan terjawab disitu.