Thursday, November 5, 2015

Resensi Buku: Hypnotic Killer


Wahyu membeli sebuah mesin ketik kuno yang disebut-sebut sebagai peninggalan seorang penulis terkenal. Entah kenapa, dengan mesin ketik tersebut, Wahyu berhasil menyelesaikan cerpen-cerpen misteri yang luar biasa. Sementara itu, kematian demi kematian terjadi secara misterius hanya berselang satu pekan. Polisi kesulitan mengungkap identitas pelakunya karena tidak adanya sidik jari dan jejak serta saksi mata. Hanya ada satu petunjuk, yakni kesamaan kronologi kejadian pembunuhan dengan cerpen misteri yang ditulis oleh Wahyu.
Sebuah premis menarik berhasil dihadirkan Eko Hartono dari sinopsis yang dihadirkan. Ada indikasi kisah misteri kuat dibalut thriller dan suspense yang menyeruak disana. Sebuah genre yang memang saya sukai. Bagian menariknya memang terlihat ketika Eko menyandingkan karya tulisan berupa cerpen yang notabene merupakan karya fiksi dengan peristiwa dikehidupan nyata yang keduanya seolah memiliki keterkaitan satu sama lain. Berbagai pertanyaan pun bermunculan dan membuat penasaran, akan seperti apa Eko Hartono meramu kisah yang cukup potensial ini? Tagline bukunya yang berbunyi “Hati-hati dengan apa yang kau tulis...” pun cukup menggelitik. Lalu seperti apakah jadinya?
Sedari awal sudah saya akui bahwa premis ‘Hypnotic Killer’ itu menarik. Namun menurut saya ada satu kesalahan besar Eko Hartono yang ia buat di bagian Kata Pengantar. Disana, Eko seolah sangat percaya diri dengan kisah misterinya ini dengan menulis “pembaca akan menemukan kejutan demi kejutan”. Dengan kata lain, ada twist berlapis yang potensial mengejutkan dan mengecoh pembaca. Saya membayangkan Eko Hartono akan menebar kepingan-kepingan puzzle yang harus dirangkai para pembaca. Kemudian setelah dirangkai sedemikian rupa oleh pembaca, Eko menghancurkan rangkaian puzzle tersebut dengan twist cerdas dan gila yang tak pernah diduga sebelumnya. Tentunya hal seperti ini akan memberikan sensasi yang luar biasa buat para pembaca.
Sesungguhnya tidak terlalu bermasalah jika penulis sangat percaya diri dengan tulisannya dan memberi clue bahwa bukunya ini akan memberi kejutan demi kejutan. Namun bagaimana jika kejutan demi kejutan tersebut tidak mengejutkan dan terlampau mudah ditebak? Inilah yang terjadi dengan ‘Hypnotic Killer’. Twist-nya teramat mudah ditebak. Bahkan tak perlu pusing merangkai kepingan puzzle untuk menebak dalang dari segala kasus yang ada. Karena jika kita seksama, melihat judulnya + membaca bagian keempat buku ini (sesungguhnya) kita sudah dapat menerka-nerka jawabannya. Twist kedua yang berhubungan dengan tokoh perempuan disinipun juga sangat mudah ditebak. Sampai motif para karakternya pun mudah ditebak. Kalau sudah begitu, apakah kejutan masih disebut kejutan jika teramat mudahnya kejutan itu ditebak?
Memang (masih di bagian Kata Pengantar), Eko juga menulis, “Ada kejutan di akhir cerita yang tidak terduga”. Dan itu yang terjadi ketika cerita melompat ke masa sepuluh tahun dari setting sebelumnya. Jujur, untuk yang satu ini sayapun tidak bisa menerkanya. Namun kalau boleh saya bilang, bagian yang ini (yang disebut penulis sebagai sebuah kejutan tak terduga) tidaklah terlalu esensial dengan cerita. Karena ceritanya sendiri sudah berakhir. Dengan kata lain, siapapun bisa saja membuat alternatif cerita dengan kejutan atau apalah secara sekenanya ketika plot utamanya sendiri sudah berakhir. Dan buat saya itu bukanlah sebuah twist atau kejutan. Twist yang baik adalah ketika si penulis memberikan clue yang telah ditebar baik pada plot, set, tokoh, karakterisasi dan bagian intrinsik lainnnya, kemudian setelah pembaca mulai percaya diri terhadap dugaannya, penulis membelokan dugaan pembaca dengan cara yang tak pernah terduga, sampai akhirnya BOOM!!! Pembaca pun melongo. That’s twist!
Daripada menyebut akhir cerita ‘Hypnotic Killer’ sebagai sebuah kejutan yang tak terduga atau twist, saya lebih senang menyebutnya sebagai sebuah open ending. Biasanya ending seperti ini merupakan indikasi akan adanya cerita lanjutan atau sekuel. Atau hanya sekedar untuk mengumbar pertanyaan yang akan menjadi bahan diskusi buat para pembaca setelahnya. Atau hanya akal-akalan penulisnya saja untuk membuat pembacanya gregetan. Hehe.
Mungkin akan lain ceritanya jika penulis tidak pernah mengungkapkan bahwa bukunya ini akan mengejutkan pembaca. Karena jika melihat genre-nya, twist itu sendiri sudah sepaket dengan cerita (biasanya, walaupun tidak semua). Dengan begitu, twist atau kejutan itu tidak akan menjadi sebuah ekspektasi melainkan sebuah bonus bagi pembaca. Seandainya kejutan itu mudah ditebak pun tetap akan terasa menyenangkan, apalagi jika tidak mudah ditebak. Dan disini, penulis menyatakan dengan lugas bahwa bukunya ini akan menyajikan rangkaian kejutan. Tak ayal, hal ini menimbulkan ekspektasi dan imajinasi liar dari pembacanya. Tak akan jadi masalah jika twist itu benar-benar berhasil mengelabui pembaca. Masalahnya adalah twist ‘Hypnotic Killer’ itu sangat tidak berhasil dan membuat kita berujar, “Hah? Segitu doang?” Itulah kenapa diawal saya sebut Eko Hartono telah melakukan satu kesalahan besar.
Biarpun begitu, saya tetap mengapresiasi penulis yang secara implisit mengakui bahwa menulis cerita misteri seperti ini tidaklah mudah. Karena memang begitulah adanya. Ini bisa terlihat dari ucapan tokoh Wahyu tatkala bercakap-cakap dengan Mang Darman. Wahyu berujar bahwa tema misteri atau detektif dalam sebuah karya tulisan itu sulit. Tema-tema seperti ini butuh pemikiran yang cerdas dan cerdik.  Karena mayoritas tema seperti ini memiliki alur yang berliku, penuh teka-teki, berselimut rahasia tanpa meninggalkan rasio dan logika (hal. 32). Statement Wahyu kepada Mang Darman ini menurut saya merupakan manifestasi dari pikiran penulis ‘Hypnotic Killer’ sendiri yaitu Eko Hartono.
Element kejutnya yang sangat tidak berhasil berbanding terbalik dengan element suspense-nya. Tiga perempat bagian awal atau sebelum konklusi dihadirkan, saya merasakan ketegangan yang cukup kentara dan seolah masuk kedalam cerita ini. Hal ini tak lepas dari pengenalan karakter utama ‘Hypnotic Killer’ yang menurut saya cukup berhasil. Karakter Wahyu berhasil menghadirkan aura simpatik sehingga pembaca peduli dengan karakter ini. Deskripsi karakter Wahyu sendiri cukup related dengan kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahasa dan diksi yang sederhana tapi tepat sasaran menjadikan ‘Hypnotic Killer’ juga mudah diikuti.
Overall, ‘Hypnotic Killer’ gagal total memberikan aspek kejut (twist) yang sudah sangat percaya diri ditulis sang penulis di Kata Pengantar karena terlampau mudahnya ditebak. Tapi mengesampingkan hal itu, ‘Hypnotic Killer’ cukup berhasil menggulirkan kisah misterinya yang enak diikuti. Ketegangan pun cukup terasa terutama sebelum konklusinya dihadirkan. Penggambaran karakter Wahyu sebagai tokoh utama cukup menarik simpati sehingga pembaca peduli dengan karakternya. Dan sekali lagi, bagian ending sebelum tamat itu bukanlah sebuah kejutan. That’s not twist, that’s open ending.

0 comments