Satu film yang paling
saya tunggu kehadirannya di 2013. Bukan tanpa alasan memang, kehadiran
orang-orang hebat dibalik layar (Snyder, Nolan, Goyer dan Zimmer – especially for Nolan), promosi yang
jor-joran serta trailer-trailer spektakuler yang terus menerus mengiringi film
ini sampai akhirnya rilis. Benar-benar membuat ekspektasi tentang film ini
menjadi begitu tinggi. Tapi apakah ekspektasi dan hype yang terlanjur tinggi tersebut sesuai dengan kenyataannya?
Man
of Steel dimulai
dari kelahiran seorang anak laki-laki (Kal-El) sesaat sebelum planet Krypton
hancur. Bayi Kal-El kemudian dikirim kebumi oleh Jor-El (Russel Crowe) - Lara
Lor-Van (Ayelet Zurrer). Dan ditemukan suami-istri Jonathan Kent (Kevin
Coustner) - Martha Kent (Diane Lane). Kal-El/Clark Kent (Henry Cavill) tumbuh
di bumi dengan keterasingan (kalau kata Stings
“Englishman In New York”). Tidak
banyak yang bisa menerima keberadaannya, dia tahu dia berbeda tapi dia tidak tahu
apa yang harus dia lakukan. Sampai akhirnya ia harus berkelana ke seluruh
belahan dunia untuk mencari tahu jati diri yang sesungguhnya. Saat dia mulai
mengetahui siapa dirinya yang sesungguhnya, General Zod (Michael Shannon) mengetahui
keberadaan Clark Kent yang telah dicarinya selama bertahun-tahun. Dan dari
sanalah semua inti dari film ini dimulai.
Proyek Man of Steel arahan Zack Snyder ini adalah
proyek yang ambisius. Bagaimana tidak? Segala tuntutan dan beban seperti
ditanggung oleh film yang satu ini. Kenyataan bahwa Man of Steel ingin sesukses Trilogi Batman, ingin mengalahkan
saingan utamanya Marvel, ingin mengobati seluruh fans Superman yang kecewa
dengan kehadiran Superman Returns (2006)
dan tentunya sebagai tonggak awal proyek besar DC, Justice League membuat film ini seperti ingin hadir dengan taste yang se-spektaluer mungkin tanpa
cela sedikitpun. Tak apa memang ketika semua formula yang telah dirancang mampu
dieksekusi dengan baik, tapi sayangnya untuk film ini semuanya tidak berjalan
sebagaimana mestinya.
Man
of Steel hadir
dengan pencitraan dan penceritaan yang serba tanggung. Penonton seakan terlalu
banyak dijejali cerita dan adegan yang berlalu begitu cepat tanpa meninggalkan
kesan yang berarti bagi penonton. Pendeskripsian karakter, alur cerita, adegan
dan aksi ledak-ledakan yang gila seakan dipaksakan berjubel dalam satu frame.
Terlalu banyak hal yang ingin diceritakan dan diungkapkan Snyder dalam film
ini. Akhirnya penonton yang tidak pernah tahu Superman sebelumnya malah jadi
bertanya-tanya. Memang kalau bicara adengan aksi, begitu banyak adegan aksi
yang gila-gilaan, ledak-ledakan dimana, efek CGI yang pastinya membuat terkagum-kagum.
Tapi apakah hanya itu? Tentu tidakkan? Hal ini mengingatkan saya dengan apa
terjadi di Transformers (terutama 3)
yang kurang lebih sama dengan film ini.
Walaupun begitu,
pemilihan aktor dan aktris yang mengisi cast
Man of Steel ini terbilang tepat. Karakter
yang diperankan mereka terbilang berhasil mereka perankan sesuai kadar dan
porsinya masing-masing (kalau lebih digali lagi tentu lebih bagus). Henry
Cavill yang berperan sebagai Superman mampu menempatkan dirinya sebagai orang
yang mempunyai dua dunia yang berbeda. Amy Adams-pun mampu menjadikan Lois Lane
sebagai wartawan Dialy Planet yang
berbeda meski karakter ini tidak begitu tergali sempurna. Pun dengan yang
lainnya. Dan point lainnya adalah kedua ayah Clark Kent/ Kal-El dari dunia yang
berbeda, Russel Crowe dan Kevin Coustner yang mampu menampilkan figur seorang
ayah yang bijkasana dengan sosok ke-bapak-an yang kental. Satu hal lagi adalah
olahan musik arahan Hans Zimmer yang cukup mewakili setiap adegan dari film
ini.
Film ini memang memiliki
konsep dan pondasi yang kuat sebagai reebot
dari Superman. Premisnyapun bisa ditentukan sendiri. Tapi satu hal yang menarik
bagi saya adalah tentang makna huruf S itu sendiri. S yang didunia manusia
adalah Super di Krypton berarti harapan. Muatan-muatan filosofis tentang makna
S itu sendiri yang menarik bagi saya. Sedikit mengobati ekspektasi tentang
banyaknya muatan filosofis dalam dialog Man
of Steel yang memang tidak begitu nampak.
Pada akhirnya semua
dikembalikan lagi pada penilaian penonton. Mungkin ada yang bilang bahwa film
ini sangat bagus tapi ada juga kemungkinan yang menilai film ini biasa-biasa
saja. Pada dasarnya kan sudah jelas bahwa penilaian manusia itu seperti melihat
gumpalan awan, kita bebas menentukan bentuk awan itu apa, bisa orang, hewan,
pesawat atau apapun. Begitu pula dengan Man
of Steel walaupun pada awalnya saya sangat berharap bisa menemukan sesuatu
yang saya temukan dalam film-film garapan Cristopher Nolan.
0 comments
Post a Comment