Tuesday, June 25, 2013

Tentang Film Man of Steel (2013)

Satu film yang paling saya tunggu kehadirannya di 2013. Bukan tanpa alasan memang, kehadiran orang-orang hebat dibalik layar (Snyder, Nolan, Goyer dan Zimmer – especially for Nolan), promosi yang jor-joran serta trailer-trailer spektakuler yang terus menerus mengiringi film ini sampai akhirnya rilis. Benar-benar membuat ekspektasi tentang film ini menjadi begitu tinggi. Tapi apakah ekspektasi dan hype yang terlanjur tinggi tersebut sesuai dengan kenyataannya?
Man of Steel dimulai dari kelahiran seorang anak laki-laki (Kal-El) sesaat sebelum planet Krypton hancur. Bayi Kal-El kemudian dikirim kebumi oleh Jor-El (Russel Crowe) - Lara Lor-Van (Ayelet Zurrer). Dan ditemukan suami-istri Jonathan Kent (Kevin Coustner) - Martha Kent (Diane Lane). Kal-El/Clark Kent (Henry Cavill) tumbuh di bumi dengan keterasingan (kalau kata Stings “Englishman In New York”). Tidak banyak yang bisa menerima keberadaannya, dia tahu dia berbeda tapi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Sampai akhirnya ia harus berkelana ke seluruh belahan dunia untuk mencari tahu jati diri yang sesungguhnya. Saat dia mulai mengetahui siapa dirinya yang sesungguhnya, General Zod (Michael Shannon) mengetahui keberadaan Clark Kent yang telah dicarinya selama bertahun-tahun. Dan dari sanalah semua inti dari film ini dimulai.
Proyek Man of Steel arahan Zack Snyder ini adalah proyek yang ambisius. Bagaimana tidak? Segala tuntutan dan beban seperti ditanggung oleh film yang satu ini. Kenyataan bahwa Man of Steel ingin sesukses Trilogi Batman, ingin mengalahkan saingan utamanya Marvel, ingin mengobati seluruh fans Superman yang kecewa dengan kehadiran Superman Returns (2006) dan tentunya sebagai tonggak awal proyek besar DC, Justice League membuat film ini seperti ingin hadir dengan taste yang se-spektaluer mungkin tanpa cela sedikitpun. Tak apa memang ketika semua formula yang telah dirancang mampu dieksekusi dengan baik, tapi sayangnya untuk film ini semuanya tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Man of Steel hadir dengan pencitraan dan penceritaan yang serba tanggung. Penonton seakan terlalu banyak dijejali cerita dan adegan yang berlalu begitu cepat tanpa meninggalkan kesan yang berarti bagi penonton. Pendeskripsian karakter, alur cerita, adegan dan aksi ledak-ledakan yang gila seakan dipaksakan berjubel dalam satu frame. Terlalu banyak hal yang ingin diceritakan dan diungkapkan Snyder dalam film ini. Akhirnya penonton yang tidak pernah tahu Superman sebelumnya malah jadi bertanya-tanya. Memang kalau bicara adengan aksi, begitu banyak adegan aksi yang gila-gilaan, ledak-ledakan dimana, efek CGI yang pastinya membuat terkagum-kagum. Tapi apakah hanya itu? Tentu tidakkan? Hal ini mengingatkan saya dengan apa terjadi di Transformers (terutama 3) yang kurang lebih sama dengan film ini.

Walaupun begitu, pemilihan aktor dan aktris yang mengisi cast Man of Steel ini terbilang tepat. Karakter yang diperankan mereka terbilang berhasil mereka perankan sesuai kadar dan porsinya masing-masing (kalau lebih digali lagi tentu lebih bagus). Henry Cavill yang berperan sebagai Superman mampu menempatkan dirinya sebagai orang yang mempunyai dua dunia yang berbeda. Amy Adams-pun mampu menjadikan Lois Lane sebagai wartawan Dialy Planet yang berbeda meski karakter ini tidak begitu tergali sempurna. Pun dengan yang lainnya. Dan point lainnya adalah kedua ayah Clark Kent/ Kal-El dari dunia yang berbeda, Russel Crowe dan Kevin Coustner yang mampu menampilkan figur seorang ayah yang bijkasana dengan sosok ke-bapak-an yang kental. Satu hal lagi adalah olahan musik arahan Hans Zimmer yang cukup mewakili setiap adegan dari film ini.
Film ini memang memiliki konsep dan pondasi yang kuat sebagai reebot dari Superman. Premisnyapun bisa ditentukan sendiri. Tapi satu hal yang menarik bagi saya adalah tentang makna huruf S itu sendiri. S yang didunia manusia adalah Super di Krypton berarti harapan. Muatan-muatan filosofis tentang makna S itu sendiri yang menarik bagi saya. Sedikit mengobati ekspektasi tentang banyaknya muatan filosofis dalam dialog Man of Steel yang memang tidak begitu nampak.
Pada akhirnya semua dikembalikan lagi pada penilaian penonton. Mungkin ada yang bilang bahwa film ini sangat bagus tapi ada juga kemungkinan yang menilai film ini biasa-biasa saja. Pada dasarnya kan sudah jelas bahwa penilaian manusia itu seperti melihat gumpalan awan, kita bebas menentukan bentuk awan itu apa, bisa orang, hewan, pesawat atau apapun. Begitu pula dengan Man of Steel walaupun pada awalnya saya sangat berharap bisa menemukan sesuatu yang saya temukan dalam film-film garapan Cristopher Nolan.

0 comments