Saturday, June 13, 2015

Cerita Kenakalan Zaman Sekolah

Entah kenapa saya seperti ingin bernostalgia di bulan ini. Dan entah kenapa pula ide-ide nulis di blog untuk bulan ini pun hampir sebagian besar bertema nostalgia. Jadi, buat yang suka mengikuti blog saya (kalau ada) bersiaplah untuk membaca cerita-cerita tidak penting ke depan tentang diri saya (yang juga sama tidak pentingnya).
Berbicara tentang nostalgia, kali ini saya ingin sejenak bernostalgia dengan masa-masa sekolah dulu. Lebih spesifiknya saya ingin bercerita tentang kenakalan-kenakalan khas anak sekolah yang pernah saya lakukan. FYI, saya adalah siswa baik-baik yang suka menabung. Tipikal siswa biasa-biasa saja, nggak neko-neko. Saya juga tidak nakal, hanya ingin melanggar peraturan saja.
Karena saya tidak mengalami yang namanya TK apalagi PAUD, maka cerita saya langsung saja mulai dari SD. Untuk yang tidak mau membaca silakan di-close tab browser-nya. Maklum saya bukanlah pencerita yang baik. Lagipula ceritanya juga tidak seru-seru amat. Tapi untuk yang masih mau rela menghabiskan waktu membaca post ini, saya sangat menghargainya. SUNGGUH! Oh ya, selain sekolah di SD saya juga sekolah di MD (istilahnya sekolah agama). Jadi paginya sekolah SD, siangnya sekolah MD dari jam 14.00-16.00 WIB.

– SD –
Seperti yang saya bilang diatas bahwa sebenarnya saya adalah siswa baik-baik, makanya ketika hari pertama kali masuk SD ada dua anak yang berkelahi, sayapun melerainya. Dan bukan akhir perkelahian yang didapat, justru makin menjadi-jadi. Saya yang tadinya ingin melerai, malah ikut-ikutan. Bahkan saya yang jadi korban. Ngenes.
Bolos sekolah pernah saya lakukan waktu kelas I. Pertama kali, saya berangkat dari rumah, namun tidak datang ke sekolah. Kedua kalinya, saya bilang ke orang tua saya bahwa hari itu sekolah libur, orang tua percaya-percaya saja dan akhirnya saya tidak sekolah, bolos, ujung-ujungnya main. Besoknya pas di sekolah, saya dipanggil wali kelas dan diceramahi. Setelah diceramahi (entah berapa SKS) sayapun akhirnya tersadarkan. Semenjak saat itu, saya bertekad tidak akan bolos lagi selain karena alasan yang syar’i (sakit atau izin, Katakan Tidak Pada Tanpa Keterangan!). Dan memang benar, saya tidak pernah bolos lagi. Kecuali kabur dari sekolah.
Pengalaman kabur dari sekolah adalah waktu kelas II dan itu adalah satu-satunya pengalaman saya minggat dari sekolah. Ceritanya berawal dari gosip ketidakhadiran guru dikelas, bersama komplotan anak-anak (baca: ‘nakal’), sayapun merencanakan kabur dari sekolah. Setelah melalui rapat dan penyusunan rencana yang alot, kamipun melancarkan aksi kabur dari sekolah. Dan yeah, kami berhasil! Semuanya terasa baik-baik saja buat saya sampai akhirnya dijalan, saya berpapasan dengan ibu saya. Benar, itu ibu saya yang mau berangkat ke pasar. Sontak saya langsung mengambil jurus langkah seribu. Sementara ibu saya menggumam, “Awas ya nanti di rumah!”
Ketika jam pulang sekolah sudah tiba, sayapun kembali ke rumah seolah baru pulang sekolah. Dijalan saya bertemu dengan teman sekelas yang baik karena tidak kabur seperti saya. Basa-basi sedikit, ternyata dia membawa kabar buruk. Jadi katanya, waktu disekolah, guru kelas memang tidak masuk tapi kepala sekolah masuk kelas. Dan di kolong meja, kepala sekolah menemukan kartu SPP saya (yang memang telat dikasih dari wali kelas ke saya, pantas saja waktu itu dicari tidak ada). Sontak saja beliau langsung memanggil nama saya. Ternyata saya tidak ada, lantas beliau bertanya, “kemanakah gerangan anak ini?” Tak ada yang menjawab sampai satu orang mengacungkan tangannya dan berkata, “KABUR, PAK!” Mendengar cerita itu saya mengguman, “Sial nih anak-anak! Padahal dari awal sudah di briefing jangan bilang kalau kita kabur. Eh, bilang juga. Emang nggak solider mereka.” Belum selesai sampai disitu karena teman saya juga bilang bahwa yang ketahuan kabur cuma saya. Jadi, diantara beberapa siswa yang kabur cuma saya yang ketahuan kepala sekolah. Sial. Koq bisa? Ngenes lagi.
Rupanya, saya memang ditakdirkan untuk jadi anak baik-baik saja. Buktinya, pertama kali saya kabur dari sekolah langsung ketahuan. Tidak tanggung-tanggung, ketahuannya sama ibu sendiri dan sama kepala sekolah langsung. Semenjak itu, entah kenapa suasana rumah dan sekolah menjadi begitu horor bagi saya. Untungnya itu tidak berlangsung lama. Dan setelah peristiwa itu terjadi, saya jadi trauma kabur dari sekolah. Dan benar saya tidak pernah melakukannya lagi (kecuali karena terpaksa).
Ada satu hari dimana saya terlalu cepat datang ke sekolah. Karena bingung mau ngapain, saya melancarkan ide iseng saya. Saya berangkat ke toilet untuk menuntaskan aksi. Ceritanya, saya menyimpan gayung yang sudah diisi air penuh diatas daun pintu. Pintu saya tutup tapi tidak sampai rapat karena ada gayung diatasnya. Pokoknya ada sebuah space yang mengharuskan orang yang ingin ke toilet itu untuk membuka pintu dulu. Dan otomatis ketika ada orang yang masuk dan mendorong pintu toilet itu, gayung yang sudah diisi dengan air tadi akan jatuh, airnya tumpah dan membasahi orang yang membuka pintu tersebut. Aksi saya berhasil dan menelan korban. Saya memang lumayan sering melakukan aksi ini. Namun biasanya teman-teman yang jadi korban, sekarang bukan. Kebetulan atau tidak yang jadi korban keisengan saya adalah kepala sekolah. Sejak tahu itu kepala sekolah, saya juga bertekad tidak akan melakukan aksi itu lagi. Memang saya tidak ketahuan dan untungnya tidak ketahuan. Maaf ya Pak atas kelakukan anak didikmu ini!
Oh ya, ada yang pernah ingat kalau waktu SD suka nulis nama Si A (laki-laki) terus dibawahnya gambar hati dibawahnya lagi ditulis nama si B (perempuan) (baca: A LOVE B). Pasti pernah kan? Saya  juga mengalaminya. Namun sepertinya keisengan saya lebih ekstrim. Jadi saya menulis A LOVE B itu di potongan-potongan kertas yang banyak. Setelah dirasa cukup banyak, sayapun menyuruh seorang agen untuk mengamburkannya di kelas si B. Maklum si A dan si B beda kelas. Misipun berhasil, kelas si B pun jadi kotor dan dipenuhi kertas bertuliskan A LOVE B. Saya kemudian lari. Seketika itu langsung jadi DPO (daftar pencarian orang).
Waktu kelas V, saya pernah membawa teman-teman saya bolos jam pelajaran. Sehabis pelajaran olahraga, kami memutuskan untuk main ke tempat pemandian alam, kami menamainya “Ciherang” (Ci=Cai=Air, Herang=Bening). Karena saya menjabat ketua kelas, hampir semua anak-anak ikut agenda hari itu (sampai anak-anak perempuan pun ikutan). Ya, mempengaruhi anak-anak SD memang mudah, cukup dengan bilang, “Ah, elo banci kalau kagak ikut!” atau “Kalau elo gak ikut, elo akan dijauhi seanak kelas!”
Akhirnya, yang tertinggal di kelas hanya dua siswa (laki-laki dan perempuan) yang kuat imannya. Sisanya, kami bersenang-senang di alam. Ketika jam sudah mulai siang, sekitar jam 11 kami kembali. Dan wali kelas sudah menanti untuk meluapkan emosinya. Kami semua dimarahi. Dan yang paling dimarahi adalah saya karena ketua kelas. Semenjak itu pula saya bertekad untuk tidak mau lagi menjadi ketua apapun.
Bicara kenakalan zaman SD memang banyak hal yang dilakukan, mulai dari membuat kesal guru, memecahkan jendela kelas karena main bola, merusak peta dunia yang baru dibeli, coret-coret meja, kursi, tembok, dan masih banyak lagi. Saya bahkan pernah dipukul pakai gasper sampai berdarah, karena mungkin saya terlalu ribut saat itu. Tak senang dengan kelakuan saya, ketua seksi keamanan yang adalah anak perempuan langsung memukul saya tak ampun tanpa saya sadari. Dan hasilnya kepala saya berdarah. Ngenes kesekian kalinya.
Kehidupan sekolah rasanya memang kurang seru kalau kita lurus-lurus saja. Di SD pula (tepatnya kelas III) saya iseng coba-coba isep rokok. Tapi buat ade-ade yang masih SD perbuatan-perbuatan diatas sebaiknya jangan ditiru. Mending belajar yang rajin biar pintar.
Biarpun begitu, sesungguhnya (saya merasa) apa yang saya lakukan saat itu tidak nakal-nakal amat. Masih wajarlah untuk ukuran anak SD (mungkin). Di sekolah, saya juga termasuk anak yang lumayan prestasinya. Setiap tahun selalu masuk ranking 10 besar (dari bawah). Selain itu, saya juga terkenal sebagai pujangga yang suka dapat orderan nulis surat cinta dari teman-teman. Jadi, buat anak-anak perempuan yang pernah dapat surat cinta dari anak-anak laki-laki kelas saya waktu SD dulu, itu saya lho yang nulis. FYI aja, hehe.
Zaman SD memang seru. Banyak cerita yang tak terhitung jumlahnya. Takkan cukup bila ditulis semua disini. Saat dimana semua baru belajar mengenal sebagian kecil dari dunia ini. Saat dimana semua tak tahu apa-apa, maka wajar bila terlalu cepat marah. Pernah saling bermusuhan. Pernah saling marah-marahan tapi entah kenapa selalu menemukan cara untuk bersatu kembali. Kenakalan-kenakalan zaman dulu biarlah jadi kisah klasik untuk masa depan. Seperti yang pernah saya nyanyikan didepan kelas dulu.

– SMP –
Selepas lulus SD, saya melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya, SMP. FYI, saya sesungguhnya tidak bersekolah di SMP melainkan di MTs, tapi itu tidak akan terlalu menjadi masalah karena toh keduanya ada dalam tingkatan yang sama.
Di tingkatan SMP, saya tidak seperti SD lagi. Tidak terlalu banyak kenakalan yang saya lakukan. Karena memang pada dasarnya saya adalah baik-baik. Pendiam dan rajin menabung. Ngarep. Meskipun waktu di kelas VII masih suka teriak-teriak di kelas. Pernah nampar teman sekelas juga. Tapi selebihnya ya normal-normal saja. Ya adapun semacam terlambat datang ke sekolah, lupa pakai atribut sekolah, atau kena razia rambut, itu bukan terlalu menjadi masalah. Lagipula saya tidak terlalu sering melakukannya. Saat itu.
Alasan saya tidak seperti waktu SD lagi karena disini saya mulai mengenal namanya organisasi. Saya cukup aktif waktu itu. Dan sering ikut dengan kegiatan-kegiatan yang ada disekolah. Namun menjelang kelas VIII akhir, saya jadi lebih sering memberontak di organisasi. Dan jadi penentang para pembina di kegiatan ekskul sekolah. Saya bersama satu teman saya adalah provokatornya. Otak dibalik pemberontakan tadi. Hasilnya adalah di kelas IX, saya dan teman saya tadi dinonaktifkan dan seolah tidak dianggap sama ekskul-ekskul yang ada. Mungkin pembinanya dendam sama saya. Hehe. Maaf ya kakak!
Di umur SMP ini, saya juga kenal namanya gitar dan ngeband. Saya sering main keduanya. Bahkan saking addict-nya sama ngeband, saya pernah dimarahi oleh wakil kepala sekolah dan guru matematika. Ceritanya, waktu malam takbiran (entah lebaran kapan) didaerah saya ada kumpulan pemuda yang ngadain acara band-band-an. Saya dan teman saya tadi tanpa pikir panjang lagi langsung ikut tampil disitu. Maklum dulu masih gila tampil. Setelah perform, muncul masalah dan ketua RT setempat meminta untuk mengakhiri pertunjukkan. Karena kegiatan ngeband tersebut dianggap tidak menghormati suasana malam takbiran. Iya juga sih. Emang bener.
Setelahnya, semua baik-baik saja. Sampai akhirnya waktu masuk sekolah tiba sehabis libur lebaran. Dan disitulah, hari itu pula, saya dan teman saya tadi langsung dipanggil oleh wakil kepala sekolah, dimarahi, diberi peringatan, diceramahi, entah satu atau dua jam pelajaran penuh. Kami berdua pun minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Saya pikir saat itu penghukuman sudah selesai. Hingga tiba pelajaran matematika.
Guru matematika saya waktu kelas IX memang cukup blak-blakan dalam bicara. Dan ternyata diapun mendengar kabar bahwa saya dan teman saya malah asyik-asyik ngeband pada saat malam takbiran. Sontak hari itu pula, hari pertama setelah libur lebaran, hari dimana masih ada suasana halal bihalal disekolah. Tapi tidak buat kami berdua. Kalimat pertama yang terlontar dari mulut guru matematika itu bukanlah membahas tentang libur lebaran, halal bihalal atau apapun. Melainkan, dengan nada keras, dia berkata, “ada dua anak dikelas ini yang telah membuat malu sekolah”. Guru tersebut tidak menyebut nama tapi kami berdua sadar benar bahwa yang dimaksud adalah saya dan teman saya yang kebetulan satu meja. Dan satu jam pelajaran tersebut digunakan guru matematika tadi untuk menyindir kami dan kelakuan kami waktu malam takbiran. Dan sindiran bernada amarah tadi memang lumayan membuat panas telinga kami sampai seisi kelas terdiam. Kami benar-benar dibuat malu oleh guru tersebut. Sampai saya tertunduk, dengan lantang dan marah dia bilang, “TUNGKUL SIA, LAH!” (bahasa sunda).

– SMA –
Waktu SMA, bisa dibilang saya jadi lebih pendiam dan insecure dibanding SMP, apalagi SD. Saya tidak merencanakan untuk itu, tapi rasanya memang seperti itu. Terkesan lebih cool (diem), cuek dan misterius dari sebelumnya. Teman-teman di Kelas X juga memanggil saya “Si Cool” (baca: co’ol, bukan: kul). Entah karena apa. Tapi tidak ada maksud meniru Rangga AADC juga, karena memang tidak ada maksud kesana. Walaupun semasa SMA saya suka bersyair sendiri, mengucapkan quote-qoute yang menurut saya keren (dan ternyata dianggap aneh dikalangan mayoritas teman), sering coret-coret dengan kata-kata yang menurut saya juga keren, sering membuat lagu, sering berfilosofi sendiri. Jelas saya berbeda dengan Rangga AADC. Bagai langit dan bumi. Rangga itu langit, saya itu bumi yang sudah masuk ke dalam-dalamnya. Jauh sekali. Ya, begitulah kira-kira.
Bicara kenakalan zaman SMA, tidak ada yang terlalu spesial, semuanya standar-standar saja. Saya sering terlambat datang ke sekolah dan dapat catatan merah karena itu. Sering juga dihukum karena itu, ya push up lah, scot-jump lah, sampai lari keliling lapangan basket. Gara-gara itu pula saya sering bolos jam pelajaran pertama. Saking seringnya datang terlambat, saya pernah disuruh pindah sekolah sama wakil kepala sekolah.
Selain terlambat, saya juga adalah salah satu anak yang sering jadi incaran waktu ada razia rambut. Sering pakai aksesoris gelang juga. Rambut saya yang agak tebal memang terkesan dan terlihat godrong dimata guru-guru. Padahal memang beneran gondrong. Tak aneh bila saya tak pernah absen untuk dipotong gratis dengan gaya rambut tak karuan ala guru-guru perazia. Saking bosannya dengan hal itu, saya pernah ngumpet diruang ganti pakaian perempuan karena tak rela rambut ini dipotong guru lagi. Saat itu cukup berhasil, walaupun pada kesempatan lainnya, akhirnya kena juga. Apes. Ngenes lagi.
Selain terlambat dan suka kena razia, saya juga cukup sering nyeker disekolah karena ‘bandel’ tidak mau pakai sepatu warna hitam. Dan sepatu warna putih saya selalu parkir diruang wakil kepala sekolah, bahkan sampai berhari-hari. Tak jarang saya pulang tanpa alas kaki, membuat ibu saya naik darah. Ampuni anakmu ini, Bu!
Bicara tentang kenakalan zaman sekolah, saya memang lebih banyak melanggar peraturan sekolah dibanding melakukan kenakalan-kenakalan yang macam-macam. Salah satu hal yang saya langgar adalah tata cara berpakaian, baju saya sering sekali tidak dimasukkan ke celana. Dan entah saya terlampu kreatif atau apa, baju seragam saya amatlah berbeda dengan seragam anak lainnya. Model seragam saya berbeda sekali dengan yang seharusnya. Desain seragamnya, kemeja casual. Atribut sekolah bisa pasang, bisa dilepas, bebas tergantung situasi dan kondisi. Untung saja untuk yang satu ini, saya pandai sekali ngeles hingga tidak terlalu menjadi masalah.
Dipenghujung SMA tepatnya kelas XII, di semester pertama saya lumayan sering bolos jam pelajaran dan nongkrong di warung. Hal yang jarang saya lakukan waktu kelas X atau XI. Di kelas XII itu pula saya sering kali melakukan hal-hal yang tidak-tidak, seperti membuat gambar yang tidak pantas, yang saya sebar ke meja teman-teman yang kemudian mengundang keributan dan mengakibatkan penghapus melayang dilempar guru sejarah. Dikelas XII saya waktu itu, ada kasus yang hubungannya dengan minuman. Untung saya tidak ikutan-ikutan, maaf biarpun sering sekali banyak peraturan sekolah saya langgar, tapi untuk urusan minum-minum begitu, saya tidak pernah. Jangankan minum, merokok pun saya tidak. Tsah!
Terlepas dari seringnya peraturan sekolah yang saya langgar. Saya teringat ternyata saya pernah jadi orang paling menyebalkan waktu SMA. Lebih tepatnya waktu saya jadi anggota baru ekskul sekolah yang ada hubungannya dengan kesehatan. Ya, saya benar-benar jadi orang paling menyebalkan disana, saat itu, entah untuk teman-teman, terlebih buat para senior. Saya juga tidak mengerti, tapi saya akui saat ini bahwa saat itu saya agak sedikit sombong menyikapi sandiwara pelantikan yang suka menghadirkan drama penuh emosi yang menurut saya saat itu tidak berguna. Di ekskul itu pula saya sering melanggar peraturan senior. Sering membuat naik pitam para senior. Suka menantang senior. Intinya saya benar-benar menyebalkan. Bahkan saya sendiri pun akan kesal melihat kelakuan orang seperti saya waktu itu. Terlebih saya selalu memasang muka innocent seakan tidak terjadi apa-apa. Senyum-senyum cengengesan pula. Parahnya lagi ada dua teman saya ketiban sial karena harus bergaul dengan orang berdunia suram seperti saya. Akhirnya mereka berdua jadi ikut terbawa dengan apa yang saya lakukan. Bahkan gara-gara kelakuan kami yang sudah tidak dapat ditolelir lagi, kami bertiga sempat disidang oleh semua anggota eskul tersebut. Kami adalah terdakwa. Dan sempat-sempatnya pula waktu disidang, dengan wajah innocent, saya senyum-senyum. Padahal seluruh anggota sudah diliputi amarah. Dalam hati, mereka mungkin bilang, “Tuh orang gak punya malu kali ya?”
Kalau boleh jujur saya sebenarnya suka merasa bersalah jikalau mengingat masa-masa itu. Tsah. Maka dari itu, saya mau minta maaf sama senior atau siapapun di ekskul yang dulu pernah dibuat kesal sama kelakuan saya. Dan saya tahu ada senior dari ekskul lain yang benar-benar kesal setengah mati sama saya. Maaf ya kakak! Buat semuanya juga, maaf. Hehe. Maklum, kesombongan di masa muda memang indah adanya.
Dan selebihnya semua biasa-biasa saja.
Berbicara kenakalan zaman sekolah, semua orang tentu punya cerita sendiri-sendiri. Entah itu SD, SMP atau SMA. Kenakalan-kenakalan yang dilakukannya pun berbeda-beda. Dan saya merasa hal-hal yang saya lakukan masih tergolong kenakalan sekolah yang wajar. Atau mungkin apa yang saya lakukan tidak masuk kategori nakal. Syukurlah #ngarep. Ya, melanggar-melanggar peraturan sekolah sedikit mah tidak terlalu masalah. Asal jangan terlalu berlebihan. Selama masih dalam batas koridor yang ditolelir. Karena kehidupan sekolah lurus-lurus aja kurang seru juga. Lagipula, seperti yang saya bilang sebelumnya, saya tidaklah nakal, hanya ingin melanggar peraturan. Itu saja. Sudah. Tak lebih.
Ah, ngomongin sekolah jadi kangen. Kangen saat-saat itu. Kangen sama semua teman-teman. (Pada kemana aja sekarang? Kapan nih ngumpul-ngumpul lagi?) Kangen sama guru-gurunya. Kangen coretan cerita yang terukir saat masih ada dalam balutan putih-merah, putih-biru dan putih-abu. Kangen masa itu.

Dan salam buat semua sahabat, teman, kawan, dan rekan seangkatan di:
SDN Kasturi (especially for SDN Kasturi III), kelas A MD PUI Kasturi, MTs PUI Kasturi dan SMA N I Talaga.

0 comments