Manusia itu harus punya tujuan hidup
(KATANYA). Dan untuk mencapai tujuan itu, manusia harus mempunyai
penggerak atau pendorongnya. Penggerak atau pendorong itu dinamakan motivasi. Motivasi
sendiri bisa diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara
sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
Para ahli telah banyak mengutarakan pendapatnya terkait definisi motivasi. Tapi
itu tidak akan saya tulis disini, karena JELAS
ini bukan tinjauan pustaka / kajian teori skripsi.
Isaac Newton dalam hukum gayanya
yang terkenal (Hukum Newton) mengungkapkan, dimana hukum Newton I berbunyi: “Jika resultan gaya pada suatu benda sama
dengan nol, maka benda yang diam akan tetap diam dan benda yang bergerak akan
bergerak dengan kecepatan tetap”. Sederhananya, sebuah benda akan tetap
diam bila tidak ada gaya yang menggerakkannya. Dengan kata lain, jika kita ingin
menggerakkan sebuah benda maka harus ada gaya yang mendorong/menariknya untuk
bergerak, berapapun besar gaya yang diberikan.
Setali tiga uang, begitu pula dengan
hidup. Supaya hidup ini bergerak (dinamis) dan tidak “begini-begini aja”
(statis) maka harus ada sesuatu yang menggerakkan. Harus ada gaya yang
mendorong atau menariknya. Dan disitulah motivasi berperan. Motivasi antar
individu memang berbeda-beda. Latar belakangnya pun berbeda-beda.
Seorang psikolog asal Amerika David
McClelland mengungkapkan pendapatnya terkait hal ini. Menurut teori motivasinya
yang dikenal sebagai teori motivasi kebutuhan (McClelland’s Theory of Needs), dia berpendapat bahwa manusia
memiliki 3 (tiga) kebutuhan yang akan memotivasinya untuk melakukan sesuatu.
Ketiga kebutuhan itu adalah kebutuhan pencapaian (Need for Achievement aka N-Ach), kebutuhan kekuatan (Need for Power aka N-Pow) dan kebutuhan
hubungan (Need for Affiliation aka N-Aff).
Manusia tipikal N-Ach adalah para manusia yang menjadikan prestasi sebagai motivasi
hidupnya. Mereka akan berjuang mati-matian karena terdorong keinginan kuat untuk
mencapai keberhasilan yang diinginkan atau melampaui pencapaian dirinya.
Manusia-manusia N-Pow adalah mereka
yang menjadikan kekuasaan sebagai motivasinya. Dalam dirinya tercermin
keinginan kuat untuk memiliki pengaruh dan kendali atas orang lain. Orang-orang
tipikal N-Pow biasanya cocok untuk
jadi pemimpin (asal yang bener aja kalau
jadi pemimpin, jangan kayak.... *ah sudahlah*). Sedangkan kebutuhan yang
terakhir yaitu kebutuhan hubungan aka
N-Aff. Kebutuhan ini mengacu pada kebutuhan seseorang untuk memperoleh
hubungan sosial yang baik di lingkungannya. Menyukai situasi kooperatif
dibanding kompetitif. Sederhananya, orang N-Aff
itu senang berteman, bermitra atau bersahabat.
Bicara soal N-Aff, yang menjadikan hubungan (relationship)
sebagai motivasinya memang sangat mudah ditemukan. Contohnya tak jauh-jauh,
bila seorang insan terdorong hatinya untuk menjalin “hubungan” dengan seseorang
yang lainnya, biasanya motivasinya akan meningkat dari biasanya. Seperti masuk sekolah
atau kuliah jadi lebih rajin karena ada seseorang yang lain yang diharapkan
akan menjalin sebuah “hubungan” dengannya. Bicara
apa ini?
N-As?
Bukan. Bukan. N-As bukanlah kebutuhan yang diungkapkan McClelland dalam teorinya.
Motivasi N-As adalah teori yang dibuat
dadakan oleh gerombolan ‘5 cm’ untuk menggambarkan salah satu dari karakter
tokoh mereka yang santai, tenang, tidak ada kuasa dan tidak ada yang dikejar. Orang-orang
tipikal N-As adalah orang yang
santai, tidak berambisi sama tujuan tertentu, tidak memiliki sesuatu yang
dikejar. Pokoknya, hidupnya sudah lebih dari cukup, selama semuanya, hidupnya,
baik-baik saja (dan pastinya asik-asik
aja). Seperti definisi sederhana N-As
sendiri yang diartikan sebagai “yang
penting asik-asik aja”. Saya
bingung apakah yang seperti ini masih bisa disebut motivasi atau tidak?
Walaupun teori McClelland sangatlah
teoritis dan keilmuan, tapi teori absurd
yang saya temukan dari buku Donny Dirghantoro ini juga ada benarnya (sepertinya). Karena ternyata, tidak
semua orang memiliki motivasi karena pencapaian, kekuasaan atau hubungan.
Contohnya yang ngetik tulisan ini (yang
ternyata juga baru sadar dan merasa bahwa dia adalah golongan orang N-As).
Pantas saja dia selalu tidak setuju dengan tagline
snack yang berbunyi ‘Life is never flat’. Atau tagline kopi yang berbunyi ‘Karena hidup banyak rasa’. Makanya tak
aneh bila dari zaman sekolah dulu warna baju yang dia punya cuma dua. Kalau
tidak hitam, ya putih. Jangan-jangan warna yang dia tahu hanya dua itu saja. Jadi selama ini?
Entah hal itu berbahaya atau tidak
tapi memang seperti itulah keadaannya. N-As (Need of “Asikment”). Merasa cukup dengan keadaan saat ini. Apa adanya. Lurus-lurus
saja. Biasa saja. Tidak ada yang diada-adain, tidak pula sebaliknya. Kalau ada
syukur, tidak juga tidak apa-apa. Tidak terlalu berambisi sama satu hal
tertentu. Tapi (katanya) kalau sudah ada maunya (DAN ITU SERIUS!!!) apapun pasti dijabanin. Aral melintang bukanlah
rintangan, semua pasti bisa dilewati. Namun hal itu sangat jarang. Jarang
sekali. Satu dari sekian kemungkinan.
Dan selama hari-hari masih seperti
biasanya. Tanpa masalah yang berarti. Selama jiwa dan raga masih sehat
walafiat. Selama hubungan sama orang baik-baik saja. Selama laptop nya tidak
rusak. Selama DVD dan hard disk yang isinya koleksi film semua itu tidak
hilang. Selama masih bisa menulis di blog ini. Selama semua kebiasaannya
masih bisa dilakukan. Selama apa yang dipunya masih ada. Maka selama itu pula
semuanya baik-baik saja. Semuanya
asik-asik aja.
Tidak
ada sesuatu (prestige, goal) yang terlalu
ingin dicapai. Tidak terlalu punya keinginan untuk berkuasa, menguasai dan memiliki
kuasa. Atau tidak terlalu ingin untuk menjalin hubungan baru dengan seseorang
yang lain. Memang terkadang itu kurang baik juga. Mungkin itu pula alasannya
kenapa sampai sekarang, “YANG NAMANYA
SKRIPSI” tak kunjung selesai dan tak jua berakhir. #hufftt
0 comments
Post a Comment