Saturday, May 30, 2015

Catatan Nonton #Mei’15

Setelah di bulan April kemarin sempat membuat edisi khusus/spesial untuk aktris kesukaan saya, Kristen Stewart, format ‘Catatan Nonton’ kembali seperti semula di bulan Mei ini. Kembali menghadirkan kumpulan review-review pendek dari film yang telah saya tonton secara random selama sebulan ini. Edisi ke-18 dari ‘Catatan Nonton’ kali ini menganugerahkan Movie of the month kepada film thriller cyber-crime asal Jerman, ‘Who am I – No System is Safe’. Salah satu film cyber-crime terbaik sejauh ini. Hollywood pun dikabarkan akan segera membuat versi remake-nya. Dan berikut kumpulan short review film dalam edisi ‘Catatan Nonton’ kali ini.
P.S. Untuk ‘Still Alice’, saya menontonnya dibulan April, tapi untuk short review-nya saya masukkan disini.

Still Alice (2014) (27/04/15)
Short review:
Julianne Moore meraih berbagai penghargaan atas perannya disini. Performanya begitu mempesona sebagai perempuan paruh baya pengidap alzheimer. Bersanding bersama si cantik Kristen Stewart sebagai anak bungsunya. Hal menyenangkan dari 'Still Alice' adalah bahwa ia tidak terjebak dalam stereotype drama yang memakai penyakit sebagai tema utama (baca: cengeng). Kehangatanlah yang justru begitu menonjol ketika 'Still Alice' dengan premisnya tidak dibuat duo Richard Glatzer dan Wash Westmoreland menjadi sebuah formula tearjaker. Dan berhasil menebar nuansa depresifnya tanpa harus mengeksploitasi sisi drama melankolis yang berlebihan. Penonton bersimpati bukan karena dia menderita karena penyakitnya tapi perjuangannya (dan orang disekitarnya). Seperti yang Alice bilang dalam pidatonya, "I am not suffering. I am Struggling".
Skor: 3,75/5

Who Am I (2014) (01/05/15)
Short review:
Ketika aksi, drama, thriller, kriminal, teknologi dan psikologis dalam sebuah dunia retas meretas menjadi tontonan yang segar, menyenangkan, menegangkan dan bercita rasa tinggi. Maka itu adalah kalimat yang tepat untuk menggambarkan film thriller cyber-crime asal Jerman, ‘Who am I – No System is Safe’. Gaya penceritaannya yang cool, flow-nya yang asyik, naskahnya yang cerdas serta sisi teknisnya yang ok, bersatu padu membuat sebuah pola dengan lapisan twist yang mencengangkan. Seperti melihat Edward Norton di ‘Primal Fear’ dan ‘Fight Club’ secara bersamaan ketika melihat Benjamin yang diperankan Tom Schilling. Tontonan wajib buat penikmat genre serupa. P.S. visualisasi darknet disini keren banget!
Skor: 4,25/5

Snowpiercer (2013) (03/05/15)
Short review:
Sebuah hasil manis yang diperoleh Bong Joon-ho didebut internasionalnya. Sebuah film post apocalypse yang menggugah. Kisah pergerakan revolusioner akibat perbedaan dan ketidakadilan dalam strata sosial memang bukan tema yang baru yang diangkat dalam medium film. Tapi dengan hanya berada dalam satu set yakni kereta api, Bong Joon-ho berhasil membawa premis tersebut menjadi begitu kompleks dan intim. 'Snowpiercer' sendiri berjalan dengan cara yang keras dan brutal. Sarat akan kritik sosial yang kental disana-sini. Aksi pemberontakan Curtis seperti sebuah petualangan video game, dan setiap gerbong yang dilalui adalah setiap level yang menghadirkan tantangannya masing-masing. Seru, keren, asyik!
Skor: 4/5

The Avengers: Age of Ultron (2015) (06/05/15)
Short review:
Bahkan seorang Christopher Nolan pun tak sanggup menjawab ekspektasi fans yang begitu besar tatkala menanggung tugas berat bernama sekuel superhero terbaik sepanjang masa, 'The Dark Knight'. Setali tiga uang dengan Nolan, Joss Whedon pun memiliki nasib yang kurang lebih sama dengan Nolan saat ditugasi Marvel menahkodai sekuel 'The Avengers' yang bertajuk 'Age of Ultron'. 'Age of Ultron' adalah pengulangan-pengulangan yang sesungguhnya pernah kita lihat di ‘The Avengers’. Review lengkapnya bisa dilihat disini.
Skor: 3,25/5

Fast & Furious 7 (2015) (13/05/15)
Short review:
Sudah jelas rasanya jika kita harus menghiraukan nalar dan logika ketika menonton salah satu franchise action terbesar saat ini, ‘Fast & Furious’. Karena memang bukan itu jualannya. Tak peduli jika naskahnya sangat medioker, ‘Fast & Furious’ akan tetap digemari ketika dia berhasil memanjakan penonton dengan beragam aksi gila, kebut-kebutan sampai parade mobil-mobil keren. James Wan yang notabene berlatar belakang film horor berhasil mengemban tugas menukangi seri ketujuhnya ini. Meski sempat berduka setelah kepergian Paul Walker, namun justru hal itulah yang membuat ‘Furious 7’ menjadi lebih spesial dibanding seri lainnya. Sebuah moment bercampur haru di lima menit terakhirnya. Sebuah penghormatan yang layak untuk seorang Paul Walker yang telah hadir sejak seri pertamanya.
Skor: 3,75/5
It’s been a long day without you my friend. 
And I’ll tell you all about it when I see you again.
We’ve come along way from where we began. 
I’ll tell you all about it when I see you again.


Jupiter Ascending (2015) (13/05/15)
Short review:
Pemandangan yang memanjakan mata ketika menyaksikan karya terbaru The Wachowskis, ‘Jupiter Ascending’. Visualnya sangat keren. Set dunia yang dibangun, desain kostum sampai karakter-karakter unik berhasil tersaji dengan ciamik. Terima kasih untuk orang-orang yang bekerja dengan keras untuk aspek yang satu ini. Namun sisi teknis yang bekerja maksimal, tidak sejalan dengan plot yang dihadirkan. Penceritaannya kacau, naskah yang dihadirkan pun tidak terlalu baik. Bahkan chemistry antara Mila Kunis dan Channing Tatum tidak tergarap dengan baik pula. Padahal dua karakter ini adalah pondasi utama untuk keseluruhan cerita ‘Jupiter Ascending’. Sepertinya memang agak berat buat The Wachowskis mengulang kesuksesan yang sama dengan ‘The Matrix’ di film ini.
Skor: 2,75/5

Super (2010) (18/05/15)
Short review:
Rilis ditahun yang sama. Punya konsep cerita yang sama. Membuat ‘Super’ selalu dibanding-bandingkan dengan ‘Kick-Ass’. Bahkan James Gunn sendiri sempat dituding mendompleng kesuksesan ‘Kick-Ass’ yang lebih dahulu rilis. Memang sulit juga buat kita untuk tidak membandingkan ‘Super’ dan ‘Kick-Ass’. Namun terlepas dari itu semua, ‘Super’ sendiri bukan berarti tanpa kekuatan. Meski punya konsep yang mirip, ‘Super’ mampu berjalan dengan caranya sendiri. Malah ada beberapa keunggulan yang tak dipunyai ‘Kick-Ass’ dibeberapa sisi. Dibandingkan ‘Kick-Ass’ yang kental nuansa remajanya, ‘Super’ memang lebih dewasa dan memiliki unsur realitas yang lebih kuat. Adegannya juga lebih sadis dan berdarah. Karakter utamanya lebih fokus, berbeda dengan ‘Kick-Ass’ yang teralihkan fokusnya setelah kemunculan Hit Girl.
Skor: 3,25/5

Kingsman: The Secret Service (2014) (23/05/15)
Short review:
Sempat merasa bosan diawal-awal karena ceritanya yang sangat sederhana. Namun style Matthew Vaughn membuat ‘Kingsman: The Secret Service’ masih terlalu sayang untuk dilewatkan. Layaknya ‘Kick-Ass’ dan ‘X-Men: First Class’ yang menyenangkan, ‘Kingsman’-pun melakukan hal yang sama. Adegan aksi brutal, berdarah dan sadis tersaji bersama koreografi ciamik dan efek slowmotion yang stylish. Dan puncaknya adalah babak akhir yang menjadi klimaksnya. Sebuah sajian yang sangat menghibur. Penuh warna. Spektakuler. Karakter-karakter yang muncul disinipun sangat memorable. Memang tak salah jika Mark Millar kembali bekerja sama dengan Vaughn dalam memvisualkan komiknya.   
Skor: 4/5

Ex Machina (2015) (25/05/15)
Short review:
Saya lumayan menyukai presentasi Alex Garland di debut penyutradaraannya. Tone-nya tenang namun menyimpan misteri yang ditaburi rasa abu-abu didalamnya. Premis tentang kecerdasan buatan memang sudah sering diangkat dalam medium film. Namun itu tidak berarti bahwa ‘Ex Machina’ adalah sci-fi thriller yang membosankan. Malah dengan set yang hanya disatu tempat saja, membuat ‘Ex Machina’ mempunyai kesan intim yang kuat tapi tetap intimidatif. Isu yang diangkat disini juga berhasil memberi ruang eksplorasi buat penontonnya, yang kemudian membekas setelah filmnya berakhir. Dua tokoh wanita disini (Alicia Vikander dan Sonoya Mizuno) juga sukses mencuri perhatian saya lewat penampilan mereka.
Skor: 3,75/5

Vertigo (1958) (27/05/15)
Short review:
Selain ‘Psycho’, ‘Vertigo’ juga disebut-sebut sebagai salah satu karya terbaik seorang Alfred Hitchcock’. Bahkan beberapa diantaranya menyebut lebih baik dibanding ‘Psycho’. Masih menawarkan psychological-thriller dengan kadar suspense khas Hitchcock + sedikit dibumbui sisi mistis dan romansa. Ya, romansa. Bahkan sisi yang satu ini begitu mendominasi di sepertiga bagian akhir. Terdengar agak klise tapi cukup efektif untuk membuatnya menjadi lebih berbeda. Bahkan sisi romansa turut berkontribusi dalam menggulirkan cerita. Meskipun sempat menurunkan sedikit tensi dan atmosfernya, tapi Hitchcock memang paling tahu bagaimana caranya element suspense bekerja dalam film. Begitulah yang terjadi pada ‘Vertigo’. Predikat The Master of Suspense memang tak salah jika dialamatkan padanya.
Skor: 4/5

Chappie (2015) (30/05/15)
Short review:
'Chappie jelas beda dengan 'District 9' yang dipuja-puja. Bahkan dengan 'Elysium' sekalipun yang tak lepas dari kritik. 'Chappie' teramat sangat ringan bila dibandingkan dengan keduanya. Isu-isu sosial yang sudah jadi ciri khas film-film Neill Blomkamp memang masih ada. Namun tidak sesatir dan selugas sebelumnya. Membawa premis yang sudah bolak-balik dipakai dalam film, tentang kelancangan manusia yang bermain-main sebagai Tuhan, Blomkamp sanggup memberi tontonan menghibur. Banyak cita rasa yang dihidangkan lewat kekhasan Neill disini. Ya, menghibur bila kita mau memaafkan kekurangan-kekurangan yang ada. Itu belum ditambah hal-hal yang (sebenarnya) tidak terlalu saya sukai, seperti para anggota gangster atau lagu-lagu yang diperdengarkan disini. Bahkan tokoh Chappie pun tak luput dari kesan annoying ditengah rasa simpati kita padanya. Saya juga kurang suka dengan ending-nya. Selain terkesan terlalu dipaksakan, ending-nya juga cukup menggernyitkan dahi. But overall, 'Chappie' adalah sajian sci-fi yang nyaman untuk ditonton.
Skor: 3,25/5

Gambar dari sini.

0 comments