Anime
memang tidak bisa begitu saja dipisahkan dalam hidup saya. Walau saya bukan
seorang geek (pake banget) sama anime + saya juga tidak terlalu sering baca manga (hanya beberapa judul saja). Tapi anime tetap tak bisa dilepaskan dari hidup saya hingga saat ini.
Animelah yang menemani dan membuat masa-masa kecil saya menjadi lebih berwarna.
Dengan anime, masa kecil saya terasa lebih lengkap. Karena lewat anime masa
kecil itu menjadi penuh imajinasi, mimpi dan khayalan tanpa batas.
Saya
masih ingat, saat masih tergila-gila sama tamiya gara-gara ‘Let’s & Go’ dan
berharap tamiyanya bisa terbang seperti Cyclone
Magnum. Berharap beyblade-nya yang bisa memunculkan naga biru seperti yang
dimiliki Takao. Atau jadi sering main sepak bola dan berharap suatu saat bisa
jadi pemain bola hebat setelah menonton ‘Captain Tsubasa’. Atau berharap punya
satu saja dari sekian banyak alat yang dikeluarkan ‘Doraemon’. Dan masih banyak
lagi moment lainnya. Satu hal yang sama adalah, semuanya indah.
Kisah
dalam anime sendiri tidak selalu tentang hiburan semata. Ada pesan moral baik
tersirat maupun tersurat dalam cerita anime. Mulai dari gambaran tokoh karakternya
atau dari dialog-dialog yang dilontarkan antar karakter. Anime selalu
mengajarkan tentang semangat, pantang menyerah, terus berusaha, setia kawan,
membela kebenaran dan nilai-nilai positif lainnya. Untuk yang satu ini layak
ditiru.
Semakin
kesini, saya baru menyadari bahwa anime semakin dewasa. Entah terjadi
pergeseran atau bukan tapi itu yang saya rasakan. Cerita anime menjadi lebih
berat dan rasanya tidak layak ditonton untuk anak kecil. Atau mungkin maksud pergeseran
dari anak-anak menjadi dewasa bukan kata yang tepat, karena di Jepang anime memang
punya pangsa penonton sendiri. Adapun kalau anime di televisi kita punya kesan
anak-anak yang kental, itu karena anime-anime bertema dewasa tidak bisa tayang
di layar kaca, karena pasti tidak akan lulus sensor. Meskipun ditayangkan juga,
banyak sekali adegan-adegan yang harus di-cut.
Jadi, kalau dibilang anime adalah tontonan anak kecil maka itu adalah ungkapan
yang kurang tepat. Anime adalah tontonan dewasa (setidaknya remaja).
Saya
sempat tidak menonton anime semasa SMP. Namun balik lagi nonton anime pas SMA
semenjak nonton ‘Bleach’. Kemudian pas awal-awal kuliah juga sempat tidak
menonton anime. Sampai pada tahun-tahun terakhir kuliah balik lagi nonton anime
gara-gara ‘Psycho-Pass’. Dan sampai sekarang, saya masih menyempatkan menonton
beberapa judul anime, baik keluaran terbaru maupun keluaran lama yang dulu
belum sempat ditonton.
Entah
berapa judul anime yang sudah ada. Entah berapa judul yang pernah ditonton. Pasti
ada diantara anime tersebut yang masuk dalam kategori favorit. Definisi favorit
disini tentu akan berbeda setiap orang, dan memang banyak faktor yang
mempengaruhinya. Jadi, jangan tanya kenapa tidak ada 'Dragon Ball', 'Detective Conan' atau ‘Naruto’ dalam daftar saya. Seperti
halnya saya membuat daftar film terfavorit sepanjang masa dulu, kali ini
sayapun melakukan hal yang sama dalam anime. Dan berikut daftarnya.
Honorable Mentions: Assasination Classroom, Kuroko no Basuke, Attack on Titan, Durarara!!, Code Geass: Lelouch of the Rebellion.
Honorable Mentions: Assasination Classroom, Kuroko no Basuke, Attack on Titan, Durarara!!, Code Geass: Lelouch of the Rebellion.
#10 Death Note
Sulit untuk tidak menyukai anime ini. Pesona karakter utamanya begitu kuat. Konfrontasi Light dan L akan selalu dikenang sebagai salah konfrontasi pikiran paling keren dalam anime. Bukti bahwa adaptasi manganya telah dipakai dalam berbagai medium menjadi bukti bahwa Death Note menjadi salah satu daftar anime yang wajib ditonton (selama kita hidup).
Anime yang satu ini memang tak ada matinya. Anak-anak yang lahir di era 90-an pasti hafal kisah petualangan anak-anak terpilih yang terjebak didunia digital untuk membasmi kejahatan ini. Serinya sudah dibuat dalam 7 (tujuh) judul berbeda. Tahun 2015 ini, ‘Digimon Adventure’ akan memulai petualangan baru dimana Taichi dkk sudah bukan anak-anak lagi.
Drama dua mahkluk hidup dalam mempertahankan eksistensinya. Bersaing menjadi yang teratas dalam rantai makanan. Saling berperang demi mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing. Sentuhan horor gore dan aksi yang tak kalah nikmat untuk dilahap. Konfrontasi dua kubu yang tak mudah berdampingan.
Dua
belas episode yang sanggup merangkai teror dan misteri bertensi tinggi. Saya
tidak pernah menyangka jika sebuah set sekolah dalam anime bisa sehoror ini (walaupun tidak menyajikan kisah tentang
hantu). Saya selalu menyebut ‘Another’ sebagai sebuah kombinasi antara ‘Final
Destination’ dengan ‘Battle Royale’.
Berbeda dengan anime sport kebanyakan, 'One Outs' tidak memasang premis olahraga selayaknya kisah from zero to hero dengan sentuhan formula standar: Menang dramatis atau kalah terhormat. Permainan baseball 'One Outs' menjadi berbeda ketika plotnya mempermainkan sisi psikologis karakter yang turut mempengaruhi penontonnya. Adiktif.
Unsur
time travel memang selalu menarik
untuk jadi ide cerita. Apapun kemasannya, apapun medianya, unsur itu memang
selalu menarik ketika menjadi sebuah tontonan. Tak terkecuali untuk anime yang
satu ini. Dalam perjalanannya, ‘Steins;Gate’ menebar misteri rumit untuk digabung
setiap kepingan puzzle-nya dengan
utuh. Untuk yang tidak terbiasa, episode-episode awalnya mungkin akan sedikit
membosankan.
Tak
banyak anime yang mengambil set negara Eropa sebagai latar penceritaan. Pendekatannya
realistis. Tidak terlalu banyak bumbu fantasi yang diusung. ‘Monster’ menjalin pola
penceritaannya dengan dewasa, berat, gelap dan penuh filosofi. Tentu ini bukan
tontonan semua orang, apalagi anak kecil. Butuh mood yang baik untuk menonton setiap episodenya. ‘Monster’ yang
dipakai judul disini tidak berarti denotatif, ‘Monster’ disini merujuk kepada
sisi gelap manusia.
Anime
yang menandai euforia menonton anime setelah saya sempat vakum menonton anime
di awal-awal kuliah. ‘Psycho-Pass’ adalah bagaimana sebuah drama kriminal
berlatar dunia masa depan mampu menjadi tontonan yang segar. Sadis dan
menegangkan. Dengan dialog-dialog berat bermuatan filosofis, ‘Psycho-Pass’
membangun kekuatannya dari segi cerita. Dua karakternya (Kougami Shinya dan
Makishima Shougo) selalu saya kagumi kehadirannya.
Salah satu anime yang cukup personal buat saya. Semenjak pertama kali melihat Ichigo
Kurosaki, saya sudah langsung jatuh cinta dengan ‘Bleach’. Terlepas dari episode filler yang begitu banyak (kadang sedikit menyebalkan), tidak lantas melunturkan kecintaan saya
sama anime karangan Tite Kubo ini. Meski sangat disayangkan ketika ‘Bleach’
harus berakhir di episode 366. Saya sendiri masih berharap animenya bisa
dilanjutkan. Karena manganya juga masih berjalan hingga saat ini.
Tak salah jika menyebut One Piece sebagai anime terfavorit. Salah satu anime yang menemani saya tumbuh di waktu kecil. Salah satu alasan kenapa saya merasa beruntung pernah merasakan keseruan tv di hari minggu. Kisah petualangan bajak laut ini memang selalu menarik untuk disimak karena selalu menyajikan banyak keseruan setiap episodenya. Dan sampai saat ini, 'One Piece' belum sedikitpun menunjukkan gelagat akan mengakhiri kisahnya. Sampai kapankah, Oda?
0 comments
Post a Comment