Thursday, May 7, 2015

About Movie: Avengers: Age of Ultron (2015)


“But now I’m free. There are no strings on me!”
– Ultron –

Tak peduli seorang fans atau bukan. Pembaca komik ataupun bukan. Rasanya Marvel Cinematic Universe telah menjadi candu bagi para penikmat film dimanapun berada. Kehadirannya menjadi sebuah euforia tatkala para anggota the earth mighty heroes kembali beraksi. Especially, ketika akhirnya seluruh punggawa tampil dalam satu layar.
The Avengers (2012) yang menjadi titik awal bergabungnya para superhero Marvel dalam satu frame (setelah sebelumnya tampil solo) telah mendeskripsikan bagaimana seharusnya sebuah film crossover superhero dibuat. Dengan adanya standar tinggi yang dibuat Joss Whedon sebelumnya, tak aneh jika banyak orang yang menaruh ekspektasi tingkat tinggi ketika Whedon kembali terpilih menahkodai sekuel ‘Avengers’, Age of Ultron (2015).
Tentu bukan perkara mudah buat seorang Whedon untuk memenuhi segala macam tuntutan dan tekanan yang dibebankan kepadanya. Bahkan seorang Christopher Nolan pun tak sanggup menjawab ekspektasi fans yang begitu besar tatkala menanggung tugas berat menahkodai sekuel superhero terbaik sepanjang masa, The Dark Knight (2008). Walaupun The Dark Knight Rises (2012) bukanlah film jelek, tapi tetap saja, tak bisa dipungkiri jika ‘The Dark Knight Rises’ masih berada dibawah ‘The Dark Knight’. Setali tiga uang dengan Nolan, dalam hal ini, Whedon pun memiliki nasib yang hampir sama dengan Nolan.
Kenyataan bahwa yang dibuat Whedon masih berada dalam satu universe, mau tidak mau, itu membuat ‘Age of Ultron’ tidak bisa berdiri sendiri dalam menggulirkan kisahnya. Sebagai sebuah sekuel, ia juga harus mampu menjadi sekuel yang baik untuk film-film sebelumnya, dan menjadikan semua peristiwa dalam film terdahulu tetap berada dalam satu benang merah yang sama. ‘Age of Ultron’ juga harus memberi sinyal cerita untuk film-film yang akan datang. Karena jelas, sebuah universe harus berhubungan satu dengan lainnya. Disisi lain, dan tak kalah pentingnya, Whedon pun harus menjawab dahaga penonton yang sudah haus akan resep yang dihidangkannya kali ini. Apalagi sebelumnya, Captain America: The Winter Soldier (2014), Guardians of the Galaxy (2014) sampai serial TV Daredevil (2015) sudah memberi nafas yang sangat positif buat film Marvel. Hasilnya?
‘Age of Ultron’ masihlah layak disebut sebagaimana seharusnya film crossover superhero dibuat. Ia megah. Dahsyat. Adegan aksinya spektakuler. Visualisasinya keren. Premisnya ok. Dan jelas, ini amat sangat menghibur. Namun apa daya, semuanya pernah kita saksikan sebelumnya. ‘Age of Ultron’ seperti bentuk pengulangan dari sebelumnya, hanya saja dengan beberapa pendekatan tambahan yang tak pernah ada di predesesor-nya. Seperti pendekatan cerita yang lebih kelam, bumbu-bumbu romansa, sampai ketakutan-ketakutan para karakter yang sedikit banyak memunculkan sisi gelap masing-masing. Dan selebihnya, sama.


Secara keseluruhan, pola penceritaan yang ditampilkan dalam ‘Age of Ultron’ pun hampir sama dengan ‘The Avengers’. Beberapa moment yang ada pun seperti membuat moment dejavu. Namun biarpun begitu, ‘Age of Ultron’ tetaplah sebuah hiburan khas summer blockbuster berkualitas yang sayang jika dilewatkan. Karena pada dasarnya, DNA itu memang sudah ada dalam film ini. Adapun jika ‘Age of Ultron’ disebut-sebut akan lebih kelam dari sebelumnya (bukan Marvel banget) tidak perlu dirisaukan. Karena tingkat kekelamannya tidak seperti yang dibayangkan. Tidak seperti DC yang sangat kental nuansa dark-nya. ‘Age of Ultron’ masih menawarkan kesenangan-kesenangan yang sudah jadi ciri khas Marvel. Joke-joke gokil dari dialog setiap karakternya masih ada. Bahkan dalam keadaan yang sangat serius pun kita masih bisa dibuat tertawa.
Bicara soal karakter, pastinya kurang afdol jika The Avengers masih memakai line-up yang sama. Maka karakter tambahan pun dimunculkan guna memeriahkan suasana. Ada sikembar Quicksilver dan Scarlett Witch yang lumayan mencuri perhatian. Ada juga Vision yang selama promo agak sedikit dibuat misterius. Btw, Quicksilver di Age of Ultron (rasanya) masih kalah mempesona jika di-compare sama Quicksilver di ‘X-Men: Days of Future Past’. Untuk villain-nya, ada Ultron yang ternyata tidak seseram dan seganas yang saya kira. Karakter Ultron sendiri kurang begitu tergali, sehingga aura jahatnya masih belum 100%. Sebagai villain sekelas The Avengers, Loki justru lebih berkesan.
Memang ‘Age of Ultron’ tidak banyak menawarkan sesuatu yang baru. Agak dibawah ekspektasi untuk yang mengharapkan lebih. Keramaian dan kemeriahan yang coba diangkat lewat tambahan karakter memang berhasil. Tapi itu tidak membuatnya jauh lebih hebat dari versi sebelumnya. Buat saya, adegan aksi dan pertempuran di ‘The Avengers’ justru lebih membuat merinding dibandingkan ‘Age of Ultron’.
‘Age of Ultron’ sendiri menjadi semacam jembatan untuk installment selanjutnya (khususnya Infinity War). Bumbu-bumbu ‘Civil War’ juga sedikit banyak telah diumbar disini. Hal-hal lain yang tak kalah menarik untuk ditelusuri adalah misteri tentang batu yang sering jadi objek permasalahan di universe ini. Batu-batu ajaib yang dinamai Infinity Stones ini memiliki kekuatan yang berbeda-beda. Jumlahnya ada enam buah, yang konon katanya, huruf pertama dari masing-masing nama batu tersebut kalau digabung akan membentuk kata T-H-A-N-O-S. Sampai saat ini, Infinity Stones yang telah terungkap adalah Tesseract (T), Aether (A), Orb (O) dan Scepter (S).
Kita lihat aja nanti, kemunculan sisa batu lainnya yang diduga akan memiliki nama dengan awalan huruf H dan N. Untuk ke depan, sepertinya Thanos sendiri yang akan turun tangan (seperti yang di bilang disini). Hegemoni Marvel Cinematic Universe rasa-rasanya tidak akan berakhir dalam waktu dekat ini. Setelah ‘Ant-Man’ yang akan rilis Juli nanti, bersiaplah menyambut fase ke-3 MCU yang akan segera dihelat 2016 nanti, yang dibuka terlebih dulu oleh ‘Captain America: Civil War’. Rumornya, Spider-Man akan menandai kemunculan perdananya di MCU disini.

0 comments