Wednesday, June 18, 2014

About Movie: How To Train Your Dragon 2 (2014)

Sumber gambar disini
 “Now you know where I get my dramatic flair”
- Hiccup - 

 ‘How To Train Your Dragon’ bisa saja menjadi film animasi terbaik di tahun 2010 andai saja ‘Toy Story 3’ tidak muncul saat itu. Ya, dengan segala kesenangan didalamnya, petualangan seru lengkap dengan fun & heart unsure-nya, efek 3D yg ciamik, apalagi ada naga disana (yeah, I like dragon!), HTTYD memang berpotensi untuk itu.  Dan memang, HTTYD mendapat respon positif baik secara komersial maupun kritikus. Hingga Dreamworks selaku studio yang memproduksinya langsung memberi lampu hijau untuk menggarap sekuelnya. Rentang waktu empat tahun rasanya cukup untuk berekspektasi lebih pada kisah manusia dan naga ini.
Lima tahun pasca reformasi yang dilakukan Hiccup (Jay Baruchel), Berk sudah menjadi tempat yang damai bagi manusia untuk hidup berdampingan dengan naga. Tak ada lagi cerita bangsa Viking memerangi bangsa naga. Biarpun begitu, hidup Hiccup masih belum merasa tenang karena ia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa ayahnya, Stoick (Gerard Butler) akan segera pensiun sebagai pemimpin suku dan tentunya tahta tersebut tidak akan jatuh ke tangan siapa-siapa selain pada Hiccup. Walaupun sudah tumbuh dewasa ia masih merasa bahwa sosok pemimpin bukanlah jiwanya. Ia lebih senang berpetualang bersama sahabat terbaiknya, Toothless mencari tempat-tempat baru hingga tak aneh ia sering kabur-kaburan ditengah acara yang dilangsungkan di Berk. Sampai suatu saat perjalanan tersebut membawa Hiccup dan Toothless pada dua nama, Valka (Cate Blanchett) dan Drago (Djimon Hounsou).
Empat tahun semenjak rilisan pertamanya, waktu yang bisa dibilang cukup lama untuk penggarapan sebuah sekuel, benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh Dean DeBlois. Meskipun sempat ditinggal rekan duetnya Chris Sanders yang mengerjakan proyek ‘The Croods’. Bertugas juga sebagai penulis, DeBlois sepertinya tahu benar bagaimana membuat sekuel yang punya unsur ‘lebih’ dibanding predesesornya.
Apa yang coba ditampilkan DeBlois di ‘How To Train Your Dragon 2’  sebenarnya cukup sederhana. Justru kalau boleh saya bilang formulanya masih sama dengan yang pertama. Terutama gaya penceritaannya yang sangat kental nuansanya dengan yang pertama. Mungkin hal ini memang disengaja tapi kalau eksekusinya salah tetap saja formula tersebut malah jadi bumerang dan menyebabkan sekuel tersebut terjerembab ke dalam pengulangan-pengulangan yang sebenarnya sudah tidak substansial lagi untuk ditampilkan. Tapi tenanglah, seperti yang saya bilang diatas DeBlois memang tahu bagaimana cara membuat sekuel yang punya unsur ‘lebih’ dibanding predesesornya.

Sumber gambar disini
 Secara garis besar, formula yang ditampilkan HTTYD2 memang sama dengan yang pertama tapi yang hebat adalah bagaimana DeBlois mampu menampilkan kembali semua fun unsure yang ditampilkan HTTYD dengan dosis yang ditingkatkan. Ya, tentu skalanya sedikit berbeda dari sekedar remaja tanggung yang tidak sependapat dengan ayahnya yang terkesan diktator. Lebih dewasa. Lebih emosional.
Bergerak dengan plot yang semakin rapi diikuti aspek teknis yang membuat grafik animasinya menjadi semakin memanjakan mata. Ya, dengan sisi yang satu itu gambar-gambar yang tersaji, karakter yang hadir dan tentunya adegan aksi yang ditampilkan berhasil membawa kita ikut larut dalam petualangan Hiccup. Karakter-karakter baru yang muncul (pasti ingat dengan bayi-bayi naga yang lucu-lucu itu), transformasi karakter-karakter terdahulu (terutama Astrid yang terlihat lebih manis dari sebelumnya, hehe) dan pertarungan-pertarungan seru dalam skala besar memberi kesan lain dari HTTYD2. Dan yang membuat HTTYD2 menjadi begitu berkesan buat saya adalah ada sisi emosional yang begitu besar disini.
Ya, tak bisa dipungkiri inilah faktor terbesar yang membuat HTTYD2 mempunyai nilai plus daripada sebelumnya. Kalau kita masih ingat bagaimana HTTYD mempermainkan emosi kita dengan ending yang “manis-manis-pahit gimana” itu, nah di HTTYD2 lebih dari itu. Hal tersebut tak lepas dari bagaimana DeBlois sukses menampilkan setiap momentum dari setiap scene yang ada dengan tepat dan cermat. Setiap moment yang sarat akan emosi itu, entah suka, duka, canda, tawa, tangis semua terangkum dengan rapi, konsisten dan dinamis. Menjadi rangkaian fluktuasi emosi bak rollercoaster yang naik-turun dengan cepat tapi tetap terjaga. Hingga tak jarang seisi bioskop riuh dengan tawa bersama kemudian hening dalam sekejap menikmati moment-moment di layar. Beberapa penonton perempuan malah sempat menitikkan air matanya. Sayapun berujar dalam hati “Sadis, nih film!” Tak hanya moment mengharu biru karena masih ada tawa di HTTYD2. Karakter-karakter seperti Ruffnut, Gobber sampai Hiccup dan Toothless sendiri tampil mencuri tawa dengan tingkahnya. Bahkan Gobber sempat merusak sebuah sweet nostalgic moment yg disambut dengan tawa riuh penonton waktu itu.
Jay Baruchel kembali lagi menjadi Hiccup dengan lebih dewasa. Para pengisi suara yang lain baik yang baru maupun yang lama mampu menghidupkan setiap karakter dengan cukup baik. Ya, setidaknya karakter-karakter yang muncul akan nempel di otak kita dan tidak dilupakan begitu saja. Yang paling menonjol mungkin Cate Blanchett yang berhasil menampilkan aura keibuan yang kuat.
Dan tanpa perlu banyak bicara lagi, overall HTTYD2 adalah hidangan manis ditengah gempuran summer blockbuster dan pasukan superhero yang menerjang bioskop. Sebuah film animasi yang tidak hanya unggul dalam sinematografi tapi unggul dalam isi filmnya sendiri. Sekuel yang berhasil menyisipkan kata ‘lebih’ dari pendahulunya. Formula sama yang berani dieksplor lebih jauh dari sebelumnya. Kisah kekeluargaan, persahabatan, kesetiaan, kepercayaan dsb jadi momentum tersendiri. Meninggalkan kesan mendalam dalam hati setiap penonton dengan rentetan efek emosi fluktuatifnya. Sweet! Dan mudah-mudahan rencana untuk membuat HTTYD ini menjadi quadrilogy tidak membuat seri ini jatuh dimasa mendatang.

0 comments