Sumber gambar disini |
“Now you know where I get my
dramatic flair”
- Hiccup -
‘How
To Train Your Dragon’ bisa saja menjadi film animasi terbaik di tahun 2010 andai
saja ‘Toy Story 3’ tidak muncul saat itu. Ya, dengan segala kesenangan
didalamnya, petualangan seru lengkap dengan fun
& heart unsure-nya, efek 3D yg ciamik, apalagi ada naga disana (yeah, I like dragon!), HTTYD memang
berpotensi untuk itu. Dan memang, HTTYD
mendapat respon positif baik secara komersial maupun kritikus. Hingga Dreamworks
selaku studio yang memproduksinya langsung memberi lampu hijau untuk menggarap
sekuelnya. Rentang waktu empat tahun rasanya cukup untuk berekspektasi lebih
pada kisah manusia dan naga ini.
Lima
tahun pasca reformasi yang dilakukan Hiccup (Jay Baruchel), Berk sudah menjadi
tempat yang damai bagi manusia untuk hidup berdampingan dengan naga. Tak ada lagi
cerita bangsa Viking memerangi bangsa naga. Biarpun begitu, hidup Hiccup masih
belum merasa tenang karena ia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa ayahnya,
Stoick (Gerard Butler) akan segera pensiun sebagai pemimpin suku dan tentunya
tahta tersebut tidak akan jatuh ke tangan siapa-siapa selain pada Hiccup. Walaupun
sudah tumbuh dewasa ia masih merasa bahwa sosok pemimpin bukanlah jiwanya. Ia lebih
senang berpetualang bersama sahabat terbaiknya, Toothless mencari tempat-tempat baru hingga tak aneh ia sering
kabur-kaburan ditengah acara yang dilangsungkan di Berk. Sampai suatu saat perjalanan
tersebut membawa Hiccup dan Toothless
pada dua nama, Valka (Cate Blanchett) dan Drago (Djimon Hounsou).
Empat
tahun semenjak rilisan pertamanya, waktu yang bisa dibilang cukup lama untuk
penggarapan sebuah sekuel, benar-benar dimanfaatkan dengan baik oleh Dean
DeBlois. Meskipun sempat ditinggal rekan duetnya Chris Sanders yang mengerjakan
proyek ‘The Croods’. Bertugas juga sebagai penulis, DeBlois sepertinya tahu benar
bagaimana membuat sekuel yang punya unsur ‘lebih’ dibanding predesesornya.
Apa
yang coba ditampilkan DeBlois di ‘How To Train Your Dragon 2’ sebenarnya cukup sederhana. Justru kalau boleh
saya bilang formulanya masih sama dengan yang pertama. Terutama gaya
penceritaannya yang sangat kental nuansanya dengan yang pertama. Mungkin hal
ini memang disengaja tapi kalau eksekusinya salah tetap saja formula tersebut
malah jadi bumerang dan menyebabkan sekuel tersebut terjerembab ke dalam
pengulangan-pengulangan yang sebenarnya sudah tidak substansial lagi untuk ditampilkan.
Tapi tenanglah, seperti yang saya bilang diatas DeBlois memang tahu bagaimana cara
membuat sekuel yang punya unsur ‘lebih’ dibanding predesesornya.
Sumber gambar disini |
Secara
garis besar, formula yang ditampilkan HTTYD2 memang sama dengan yang pertama tapi
yang hebat adalah bagaimana DeBlois mampu menampilkan kembali semua fun unsure yang ditampilkan HTTYD dengan
dosis yang ditingkatkan. Ya, tentu skalanya sedikit berbeda dari sekedar remaja
tanggung yang tidak sependapat dengan ayahnya yang terkesan diktator. Lebih dewasa.
Lebih emosional.
Bergerak
dengan plot yang semakin rapi diikuti aspek teknis yang membuat grafik animasinya
menjadi semakin memanjakan mata. Ya, dengan sisi yang satu itu gambar-gambar
yang tersaji, karakter yang hadir dan tentunya adegan aksi yang ditampilkan
berhasil membawa kita ikut larut dalam petualangan Hiccup. Karakter-karakter
baru yang muncul (pasti ingat dengan
bayi-bayi naga yang lucu-lucu itu), transformasi karakter-karakter
terdahulu (terutama Astrid yang terlihat
lebih manis dari sebelumnya, hehe) dan pertarungan-pertarungan seru dalam
skala besar memberi kesan lain dari HTTYD2. Dan yang membuat HTTYD2 menjadi begitu
berkesan buat saya adalah ada sisi emosional yang begitu besar disini.
Ya,
tak bisa dipungkiri inilah faktor terbesar yang membuat HTTYD2 mempunyai nilai plus daripada sebelumnya. Kalau kita
masih ingat bagaimana HTTYD mempermainkan emosi kita dengan ending yang “manis-manis-pahit gimana”
itu, nah di HTTYD2 lebih dari itu. Hal tersebut tak lepas dari bagaimana DeBlois
sukses menampilkan setiap momentum dari setiap scene yang ada dengan tepat dan cermat. Setiap moment yang sarat akan emosi itu, entah suka, duka, canda, tawa, tangis
semua terangkum dengan rapi, konsisten dan dinamis. Menjadi rangkaian fluktuasi
emosi bak rollercoaster yang
naik-turun dengan cepat tapi tetap terjaga. Hingga tak jarang seisi bioskop riuh
dengan tawa bersama kemudian hening dalam sekejap menikmati moment-moment di layar. Beberapa penonton
perempuan malah sempat menitikkan air matanya. Sayapun berujar dalam hati “Sadis,
nih film!” Tak hanya moment mengharu
biru karena masih ada tawa di HTTYD2. Karakter-karakter seperti Ruffnut, Gobber
sampai Hiccup dan Toothless sendiri tampil
mencuri tawa dengan tingkahnya. Bahkan Gobber sempat merusak sebuah sweet nostalgic moment yg disambut
dengan tawa riuh penonton waktu itu.
Jay
Baruchel kembali lagi menjadi Hiccup dengan lebih dewasa. Para pengisi suara yang
lain baik yang baru maupun yang lama mampu menghidupkan setiap karakter dengan cukup baik. Ya, setidaknya
karakter-karakter yang muncul akan nempel di otak kita dan tidak dilupakan
begitu saja. Yang paling menonjol mungkin Cate Blanchett yang berhasil
menampilkan aura keibuan yang kuat.
Dan
tanpa perlu banyak bicara lagi, overall
HTTYD2 adalah hidangan manis ditengah gempuran summer blockbuster dan pasukan superhero yang menerjang bioskop. Sebuah
film animasi yang tidak hanya unggul dalam sinematografi tapi unggul dalam isi
filmnya sendiri. Sekuel yang berhasil menyisipkan kata ‘lebih’ dari
pendahulunya. Formula sama yang berani dieksplor lebih jauh dari sebelumnya. Kisah
kekeluargaan, persahabatan, kesetiaan, kepercayaan dsb jadi momentum tersendiri. Meninggalkan kesan mendalam dalam
hati setiap penonton dengan rentetan efek emosi fluktuatifnya. Sweet! Dan mudah-mudahan rencana untuk
membuat HTTYD ini menjadi quadrilogy tidak membuat seri ini jatuh dimasa
mendatang.
0 comments
Post a Comment