‘Shiki’
yang rilis tahun 2010 ini merupakan seri anime bergenre horor berjumlah 22
episode yang diadaptasi dari grafik novel karya Fuyumi Ono. ‘Shiki’ atau dalam
versi Inggris disebut juga ‘Corpse Demon’ bercerita tentang sebuah desa kecil
yang tenang dan damai namun perlahan berubah menjadi desa penuh kematian
semenjak kedatangan penduduk baru yang misterius. Kematian demi kematian terus
menghampiri para warga tanpa pandang bulu. Tua, muda, orang tua, anak-anak,
semuanya tak luput jadi korban. Fenomena besar dan tak biasa ini membuat para
warga resah namun tak banyak yang menyadari keanehan dari apa yang terjadi.
Sampai diantara mereka mulai mencium bau tak biasa dari fenomena tersebut.
‘Shiki’
menggulirkan kisahnya dengan pace
yang amat lambat. Bagi yang tidak terbiasa, mungkin akan terasa sedikit
membosankan. Malah kalau dilihat kulit luarnya, ‘Shiki’ hanya berputar-putar
disekitar situ saja. Meski begitu, tanpa disadari misteri ‘Shiki’ sesungguhnya
sudah mencengkram sejak awal. Pace-nya
yang lambat tak mengurungkan wajah muram desa Sotoba yang penuh aroma kematian.
Atmosfer horornya sudah nampak kentara lewat tone-nya yang dingin. Sedingin tubuh mereka yang telah mati. Atmosfer
seperti ini berhasil dijaga disetiap episodenya dengan tetap memberi clue dan misteri baru sampai ‘Shiki’
menemui babak pamungkasnya.
Daripada
membuka tabir misteri yang terburu-buru, ‘Shiki’ memang lebih banyak
mengenalkan para karakter dengan segala konflik didalamnya. ‘Shiki’ mungkin
menjadi terasa sesak dengan penuhnya karakter yang hadir sampai saya tak bisa
mengingat namanya satu persatu. Bukan tanpa alasan, kehadiran banyak karakter
inilah yang justru berperan penting terhadap plot ‘Shiki’ secara utuh.
Beruntung tim penulisnya mampu memperlakukan para karakter tersebut dengan
porsi yang berimbang. Sehingga masing-masing karakter punya jatah untuk memberi
kedalaman emosi tersendiri dibenak penonton. Meski karakternya relatif banyak,
tapi kita tahu bahwa bagian sentralnya ada pada diri Seishin Muroi sebagai biksu
muda, Toshio Ozaki sebagai dokter dan Yuuki Natsuno seorang remaja pindahan
dari kota. Ketiganya lah yang menghubungkan setiap benang terputus tentang
fenomena aneh desa Sotoba. Tentang makhluk mitos yang disebut Okiagari.
Dan
seiring episode yang terus bergulir, ‘Shiki’ pun mulai menunjukkan titik
terangnya. Tentang apa yang sebenarnya terjadi. Tentang penyebab kematian yang
terus menerus tanpa henti. Yang menarik adalah misteri yang sedari awal
disimpan rapat-rapat tersebut menjadi cukup berkesan berkat investigasi para
karakter lewat masing-masing perspektifnya. ‘Shiki’ pun tak lagi menjadi arena
tebak-tebakan lagi. Tapi menjadi arena eksekusi bagaimana menyelesaikan
permasalahan ini. Dan disinilah peran ketiga karakter sentral mulai terasa.
Toshio
Ozaki dengan segala pemikiran logisnya sebagai dokter tentu tak pernah terpikir
akan berurusan dengan mahkluk yang ia yakini hanya ada dalam mitos dan film. Sampai
akhirnya ia mulai mengerti dan membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Keputusan
tersebut tidaklah serta merta dan tak mudah untuk diambil. Bagaimana ia
melewati fase kelam yang membuatnya frustasi sampai puncaknya ia menjadikan
istrinya sendiri sebagai sebuah objek percobaan. Salah satu moment memilukan disini. Seishin Muroi
dengan segala keyakinannya sebagai biksu muda ternyata tak mudah untuk mempercayai
apa yang ia yakini. Bahwa membunuh, apapun alasannya, siapapun korbannya,
bukanlah suatu hal yang harus dibenarkan. Keyakinannya pun menjadi bersebrangan
dengan sahabatnya Toshio saat ia tahu bahwa didepan matanya Toshio telah
membunuh istrinya. Dan Yuuki Natsuno dengan segala kegundahannya menjadi orang
yang berada diantara dua sisi, manusia dan shiki itu sendiri. Dan pada
akhirnya, semuanya telah memutuskan apa yang dipilihnya. Toh memang begitu seharusnya.
Memilih pada apa yang diyakini.
Perspektif
ketiga karakter tersebut memunculkan tanda tanya besar tentang dilema moral dalam
kapasitas manusia sebagai makhluk manusiawi. Disatu sisi, manusia perlu
mempertahankan hidup dan menghindari kematian-kematian yang tidak perlu. Menjadi
logis ketika akhirnya para warga setuju dengan usul Toshio untuk membasmi para
shiki. Namun para manusia akhirnya menjadi gila dengan apa yang ditakutinya.
Menjadi brutal dan tak terkendali. Ada saat dimana mereka membunuh manusia lain yang terkena gigitan shiki tanpa ampun. Pada moment ini (entah kenapa) saya menjadi sedikit bersimpati pada kaum
shiki. Mungkin itu salah satu alasan kenapa scene
yang melibatkan pembunuhan Megumi Shimizu menjadi begitu menggetarkan.
Disisi
lainnya, kaum shiki pun ingin bertahan hidup dan tak ada pilihan lain selain
membunuh manusia. Ini sudah banyak diungkap Sunako Kirishiki mengenai bagaimana
eksistensinya didunia. Kenapa ia menjadi shiki padahal ia tak pernah memilih
untuk menjadi makhluk tersebut. Kenapa akhirnya ia membunuh banyak orang adalah
karena hasrat tak tertahankan agar ia tetap bertahan hidup. Mungkin itulah
alasan kenapa Muroi membantu Sunako. Mencoba memahami sudut pandang yang
berbeda. Mencoba memahami apa yang ia tulis. Meski sampai saat terakhir pun ia
belum menemukan jawaban pastinya tapi ia sadar akan keputusan yang telah
diambilnya. Tema besar ‘Shiki’ pun menjadi terasa relatif ketika disandingkan.
Yang mana yang benar masih terasa kabur walaupun ada satu sisi yang (mungkin) lebih
baik untuk diambil. Tapi kita semua sudah tahu bahwa dua mahkluk yang saling
memusnahkan satu sama lain tak akan pernah bisa hidup berdampingan. Begitu pula
manusia dan shiki.
Secara
keseluruhan, ‘Shiki’ cukup berhasil menjadi sajian horor penuh misteri yang
tidak hanya menawarkan atmosfer horor didalamnya. Ada campur aduk emosi yang
berhasil disuntikkan dibalik tone-nya yang kelam dan dingin. Tempo pelan yang
dipilih sedari awal menjadi gundukan ketegangan yang cukup mengena ketika pergerakan
plotnya mulai terlihat jelas. Punya warna berbeda dengan anime dalam genre sejenis.
Ending-nya mungkin tidak akan
memuaskan banyak orang yang berharap semuanya berakhir dengan mudah. Tapi
bukankah setiap misteri selalu menyimpan misteri lainnya? Bukankah setiap jawaban
selalu menimbulkan pertanyaan lainnya?
0 comments
Post a Comment