Sebelum
memasuki menu utama Catatan Nonton kali ini, beberapa jam yang lalu telah
dihelat ajang bergengsi bagi insan perfilman dunia yakni pagelaran Oscar ke-88
yang mungkin menjadi gelaran Oscar paling istimewa bagi seorang Leonardo
di Caprio. Karena akhirnya, setelah sekian lama, Leo dapat Oscar juga! Hahaha. Hal yang paling mengejutkan
dalam Oscar kali ini adalah kemenangan ‘Spotlight’ pada kategori Best Picture
mengalahkan favorit pemirsa, ‘The Revenant’. Dicap sebagai kuda hitam paling
kuat, ‘Spotlight’ sukses memberi kejutan di kategori ini, walaupun saya sangat
berharap bahwa ‘Room’ yang akan menang. Tapi biarpun begitu saya masih senang
karena Alicia Vikander menang sebagai aktris pendukung terbaik lewat film ‘The
Danish Girl’. She's my favorite. Beberapa kategori juga memunculkan pemenang yang sesuai prediksi seperti
Best Actress: Brie Larson (Room), Best Animated Feature: Inside Out dan Best
Director: Alejandro G. Inarritu (The Revenant) yang menandai 2 (dua) kemenangan
berturut-turut Inarritu di kategori ini. Selamat buat ‘Mad Max: Fury
Road’ yang menang banyak dengan meraih 6 (enam) piala. Dan untuk
lebih jelasnya, berikut daftar lengkap peraih piala Oscar ke-88 tahun 2016.
Best Picture: Spotlight
Best Director: Alejandro G. Inarritu (The
Revenant)
Best Actor: Leonardo DiCaprio (The Revenant)
Best Actress: Brie Larson (Room)
Best Supporting Actor: Mark Rylance (Bridge of Spies)
Best Supporting Actress: Alicia Vikander (The Danish Girl)
Best Adapted Screenplay: The Big Short
Best Original Screenplay: Spotlight
Best Cinematography: The Revenant
Best Costume Design: Mad Max: Fury Road
Best Film Editing: Mad Max: Fury Road
Best Makeup and Hairstyling: Mad Max: Fury Road
Best Original Score: The Hateful Eight
Best Original Song: Writings on the Wall – Sam Smith (Spectre)
Best Production Design: Mad Max: Fury Road
Best Sound Editing: Mad Max: Fury Road
Best Sound Mixing: Mad Max: Fury Road
Best Visual Effects: Ex Machina: Fury Road
Best Animated Feature Film: Inside Out
Best Foreign Language Film: Son of Saul
Best Documentary Feature: Amy
Best Documentary Short Subject: A Girl in the River: The Price of
Forgiveness
Best Animated Short Film: Bear Story
Best Live Action Short Film: Stutterer
Dan berikut menu utama Catatan Nonton
edisi ke-26, berisi kumpulan review pendek dari film yang saya tonton selama sebulan
yang menobatkan ‘Room’ sebagai Movie of
the Month kali ini. So, check this out!
The
Good Dinosaur (2015) (06/02/16)
Short
review:
Untuk
pertama kalinya Pixar merilis dua filmnya dalam satu tahun. Meski begitu,
prestasi kedua filmnya tidak sama satu sama lain. Jika film pertamanya yang
bercerita tentang lima emosi manusia, ‘Inside Out’ banyak menuai pujian dan
perolehan box office yang besar. Hal
berbeda justru dialami sang adik ‘The Good Dinosaur’. Melihat judulnya, premis
besarnya sudah bisa ditebak akan ke arah mana. Dan ketika mulai menggulirkan
kisahnya, ‘The Good Dinosaur’ seperti terlalu sederhana dan klise. Garis
besarnya, bisa dibilang perpaduan antara ‘The Lion King’ dan ‘Finding Nemo’.
Tidak hanya itu, karena kenyataan bahwa ‘The Good Dinosaur’ dirilis setelah
‘Inside Out’ membawa dampak yang kurang baik juga. Walau begitu, ‘The Good
Dinosaur’ masih menyisakan apresiasi lebih lewat kualitas animasinya yang harus
diakui menjadi salah satu yang terbaik di genrenya.
Skor:
3/5
The
Gift (2015) (11/02/16)
Short
review:
Debut
Joel Edgerton yang ini memang layak diberi pujian. Bagaimana tidak, ‘The Gift’
sukses menjadi sajian drama thriller yang menegangkan dan membuat tak nyaman
tanpa harus melibatkan darah. ‘The Gift’ bergerak sebagaimana sebuah film yang
mengambil tema home invasion, dan di
tangan Edgerton, ‘The Gift’ menjadi kisah home
invasion yang tak seperti biasanya. Seorang teman lama hadir
ditengah-tengah biduk rumah tangga Simon dan Robyn, mengusik ketenangan
pasangan tersebut. Ada misteri besar yang menyelimuti ketiga karakter tersebut.
Dan Edgerton sanggup mempermainkan emosi dan psikis penonton tentang apa yang
sebenarnya terjadi. Dan lebih dari itu, kita sadar bahwa bullying apapun bentuknya (fisik, verbal, dsb), apapun alasannya
(becanda, iseng, dsb) bukanlah suatu hal yang pantas untuk dibenarkan.
Skor:
3,75/5
The
Lobster (2015) (14/02/16)
Short
review:
‘The
Lobster’ itu aneh. Semua aspek di film ini aneh. Mulai dari tema, plot, latar,
karakter, sampai cara para karakter mengucapkan dialognya pun terasa aneh.
Melihat segala keanehannya, mungkin film ini bukanlah film yang bisa dinikmati
semua orang. Tapi justru saya sangat menyukai dan menikmatinya. Teramat sangat
malah. Keanehan yang ada disini merupakan efek penyutradaraan Yorgos Lanthimos
yang memang agak nyentrik. ‘The Lobster’ menyoroti kisah tentang para kaum
jomblo yang mencoba mencari pasangan. Mungkin juga kehadiran ‘The Lobster’ ini
akan menjadi semacam momok bagi kaum jomblo. Namun bila ditarik garis besarnya,
lebih dari itu, ada observasi mendalam tentang cinta dan pencarian tentang
cinta itu sendiri. Hanya perspektifnya saja yang diambil sedikit berbeda oleh Yorgos.
Hadir pula selipan komedi hitam yang terasa begitu satir dan mengundang tawa
kenyinyiran.
Skor:
4,25/5
Spotlight
(2015) (14/02/16)
Short
review:
Kegelapan
yang berhasil ditutup-tutupi dibawah payung agama selama kurang lebih tiga
puluh tahun berhasil diungkap oleh tim wartawan khusus The Boston Globe,
Spotlight. Peristiwa ini merupakan peristiwa besar yang menggemparkan dunia dan
dianggap sebagai sebuah kejahatan tingkat tinggi yang pernah terjadi. Ya,
bagaimana tidak, sebuah skandal keji pelecehan seksual yang melibatkan
anak-anak oleh para aparatur keagamaan tidak terendus sama sekali. Dan
bagaimana pihak gereja lewat pengaruhnya menutupi segala kebobrokan topengnya.
‘Spotlight’ menghadirkan sebuah studi investigasi jurnalistik yang bagus di
penyutradaraan, narasi dan penampilan cast-nya.
Yang akan membuat kita marah dan kesal dengan apa yang terjadi. Bisa-bisanya
hal sekeji itu ditutup-tutupi begitu lama oleh semua orang. Sebobrok itukah para manusia?
Skor:
4,25/5
Creed
(2015) (15/02/16)
Short
review:
Olahraga
tinju seperti mendapat tempat terhormat di ranah film. Karena entah sudah
berapa banyak film yang mengangkat tinju sebagai penggerak alurnya. Saking
banyaknya, timbullah sebuah kesan lewat formula yang hampir pasti jadi menunya.
Menang dramatis atau kalah terhormat. Sudah begitu kental dengan nuansa
olahraga. Lalu apa lagi yang akan ditawarkan Ryan Coggler lewat ‘Creed’?
Tampilan luar ‘Creed’ memang tak berbeda dengan film-film sejenis. Namun dengan
narasi yang melibatkan salah satu franchise
tinju paling terkenal, ‘Rocky’, ‘Creed’ terasa punya keistimewaan tersendiri. Karena
‘Creed’ seolah meneruskan estafet ‘Rocky’ yang sempat dikira tak akan hidup
kembali. Relasi kedua karakter lintas generasinya menjadi poin penting yang
membuat ‘Creed’ memiliki emosi lain dibanding film sejenis. Belum lagi, Coggler
sukses menyuntikkan adegan final fight
beroktan tinggi, seolah kita benar-benar menyaksikan pertarungan tinju yang
sebenarnya secara langsung.
Skor:
4/5
Room
(2015) (18/02/16)
Short
review:
Yang
terbaik dari ‘Room’ adalah.... SEMUANYA! OF COURSE! YOU MUST WATCH! BEFORE YOU DIE! Sebuah ruangan sempit yang sanggup
memberi pengalaman menonton luar biasa. Begitu banyak film dengan konsep dan
plot yang unik, tapi ‘Room’ tetap akan menjelma menjadi sebuah film yang
hinggap lama dihati. Tak akan pernah mudah untuk dilupakan. Memang tak ada satu
hal pun yang sempurna, begitu pula dengan ‘Room’. Namun biar bagaimanapun, saya
suka dan cinta sekali dengan film ini. Jadi salah satu favorit juga. Terima
kasih Lenny Abrahamson, untuk penyutradaraannya. Terima kasih Emma Donoghue,
untuk ceritanya. Dan pastinya, duet Brie Larsson – Jacob Tremblay yang paling
juara.
Skor:
5/5
The
Danish Girl (2015) (19/02/16)
Short
review:
Serius!
Kalau bukan karena Alicia Vikander, saya nggak bakalan nonton film ini. Tema
LGBT memang (mungkin) menjadi alasannya. Bukan apa, akhir-akhir ini,
LGBT dan segala tektek bengeknya yang semakin booming ini seringkali membuat saya resah. Oleh karena itu, sempat
agak ragu juga untuk menonton ‘The Danish Girl’. Tapi karena ada Alicia
Vikander, saya pun membuat pengecualian. Dengan kata lain, saya menonton ‘The
Danish Girl’ hanya untuk melihat Alicia Vikander doang. Beruntung, dia masih
tetap terlihat cantik. Mainnya juga bagus. Keren. Tapi sialan nih si Eddie
Redmayne, bisa-bisanya membuat Alicia Vikander menangis. Nggak tega lihatnya.
Haha. Dan entah kenapa, saya nggak rela Alicia Vikander melakukan adegan
telanjang disini. Damn you! Tom Hooper! Saya
suka paruh pertama ‘The Danish Girl’ yang menyoroti kisah manis-romantis
pasangan suami istri Einar-Gerda. Tentunya sebelum kehadiran si Lili itu.
Berasa pengen jadi suami Gerda. Wkwkwk.
Skor:
3,5/5
0 comments
Post a Comment