Wednesday, January 13, 2016

10 Film Terbaik 2015

Tahun 2015 telah berlalu, seakan dejavu, saya merasa terpanggil kembali untuk membuat daftar film terbaik tahun 2015. Seperti tahun lalu, dimana saya juga membuat daftar film terbaik tahun 2014 versi saya. Dibandingkan tahun 2014, tahun 2015 memang menjadi semacam penurunan kuantitas menonton film bagi saya. Biarpun begitu, saya masih sempat menonton beberapa judul sebelum menyelesaikan post ini. Beberapa diantaranya pun masuk daftar pada saat-saat terakhir. Kecuali untuk ‘The Big Short’, ‘Steve Jobs’, 'Spotlight', ‘Room’, ‘Carol’, ‘Joy’ dan beberapa judul lainnya belum saya tonton.
Membuat daftar seperti ini memang sifatnya sangat subjektif dan personal. Tentunya perspektif setiap orang akan berbeda satu sama lain. Dan seperti yang sudah saya tekankan pada post sama tahun lalu, bahwa “Terbaik” disini bukan berarti secara harfiah benar-benar terbaik (emang siapa saya sok-sok-an menentukan film terbaik). Sederhananya, “Terbaik” disini adalah film yang paling saya suka tahun lalu yang berhasil memberi kesan mendalam dan kepuasan tingkat tinggi selama menonton. Pun setelahnya. Oleh karena itu, saya tak akan memasukkan judul Seventh Son (Sergey Bodrov) dalam daftar ini. Karena menurut saya itu adalah film terburuk yang pernah saya tonton di tahun 2015. I’m sorry to say that, Alicia Vikander! But.., you always look so sweet in every your movie! Seriously!
Dan berikut 10 film terbaik tahun 2015 versi saya.

Honorable Mentions:
Ex-Machina (Alex Garland), Wild Tales (Damian Szifron), Filosofi Kopi (Angga Dwimas Sasongko), Sicario (Dennis Villeneuve), Crimson Peak (Guillermo del Toro), Bridge of Spies (Steven Spielberg), The Gift (Joel Edgerton), Star Wars: The Force Awakens (J.J. Abrams), The Hateful Eight (Quentin Tarantino), Brooklyn (John Crowley).

#10 It Follows (David Robert Mitchell)


Adegan pembukanya sudah sangat mengejawantahkan kengerian. Konsep horornya mungkin terasa aneh, tapi ada pesan menarik dibalik premisnya bila mau dicermati. Terutama mengenai kehidupan bebas ala remaja dewasa ini.

#9 The Revenant (Alejandro Gonzalez Inarritu)


Puisi tragis tentang bagaimana alam menunjukkan sisi liarnya yang brutal yang juga kontradiktif disaat bersamaan. Dingin menusuk menembus tulang. Membuncahkan emosi disetiap bait kegetiran. Namun indah disela-sela keheningannya.

#8 Clouds of Sils Maria (Olivier Assayas)


Seakan mengaburkan batasan realita dan fiksi. Seorang aktris paruh baya tengah mencoba berdamai dengan diri dan masa lalunya. Menyenangkan bisa melihat performa akting terbaik salah satu aktris favorit disini.

#7 Me and Earl and the Dying Girl (Alfonso Gomez-Rejon)


Cara memperlakukan premis penyakit mematikannya terasa tak biasa. Namun begitu hangat menghantarkan drama coming of age-nya. Pada setiap sisi getir, ditanaminya benih positif. Plot kecilnya yang berbicara banyak tentang film, masih jadi bagian terfavorit. [Review]

#6 Mencari Hilal (Ismail Basbeth)


Lupakan sejenak tentang ‘Le Grand Voyage’-nya Ismael Ferroukhi. Kemudian tengoklah bagaimana Pak Mahmud dan anaknya Heli menyusuri jalanan spiritual. Menebarkan aroma introspeksi dan refleksi diri dalam nafas religi tanpa harus memaksanya menerobos relung hati. Sederhana tapi manis.

#5 Mad Max: Fury Road (George Miller)


Begitu gahar. Begitu kacau. Begitu gila. Entah apa yang ada dibenak pria tua George Miller saat mencoba menghidupkan kembali franchise lamanya. Karena kegaharan, kekacauan dan kegilaannya ini, padang pasir tandus menjadi panggung aksi dengan ketegangan tingkat tinggi.

#4 Whiplash (Demian Chazelle)


Ambisi dan kesempurnaan seolah tak berbatas bagi manusia. Besar pula harganya. Sampai titik mana itu berhenti, tidak ada yang tahu. Stick drum Andrew telah menelanjangi mindset kita tentang falsafah berjuang sampai titik darah penghabisan. Darinya, (mungkin) kita jadi (sedikit) mengerti.

#3 Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) (Alejandro Gonzalez Inarritu)


Saat parade teater menyertakan kritiknya pada panggung hiburan. Cerdas nan menggelitik. Salah satu pencapaian tinggi dalam dunia sinematik lewat aspek teknisnya. One long take yang rumit itu begitu mempesona.

#2 A Pigeon Sat on a Branch Reflecting on Existence (Roy Andersson)


Apa jadinya jika seekor burung merpati yang bertengger pada sebatang dahan pohon merenungkan kehidupan? Roy Andersson menerjemahkannya dalam sketsa kaya absurditas yang kental aroma kenyinyiran dan kejenakaan yang khas. Tentang hidup, manusia dan eksistensinya.

#1 Inside Out (Pete Docter)


Ketika ide brilian dieksekusi dengan brilian pula. Imajinatif. Namun tak hilang unsur “hati”-nya. Petualangan menyelami isi kepala manusia yang begitu menyenangkan sekaligus mengharukan. Sekali lagi, Pixar menambah deretan panjang karya terbaiknya. [Review]

0 comments