This
isn’t freedom. This is fear!
-
Steve Rogers -
Cukup
banyak ternyata yg masih memberi nada negatif kehadiran superhero satu ini
diawal kemunculannya. Secara, ‘Captain America: The First Avenger’ yg dirilis
2011 lalu tidak cukup memuaskan ekpektasi mereka mengenai bagaimana seorang
superhero beraksi disebuah layar. Tidak
seperti superhero Marvel yang lainnya, ‘Captain America: The First Avenger’ hadir
dgn setting jadul, adegan aksi yg terasa
masih kurang spektakuler dan tentunya karakter Captain America sendiri yg masih disangsikan letak superheronya
dimana. Dalam arti, dibanding superhero Marvel lain macam Iron Man atau Thor, Captain America mungkin sosok yg paling
tidak punya kekuatan istimewa kecuali perisai supernya itu. Kecuali anda
penggemar Marvel, hal-hal itu tentu tidak akan menjadi masalah. Tapi ternyata tidak
buat para penonton yg beranggapan demikian. Saya sendiri tidak mempermasalahkan
hal-hal seperti diatas, asalkan ketika menonton film bertema superhero saya
mengalami pengalaman nonton yg baru saya tidak mempedulikan superhero ini punya
kekuatan apa, superhero itu punya kekuatan apa. Dan kali ini saya berani bilang
bahwa apa yg orang-orang katakan mengenai Captain
America di ‘The First Avenger’ salah besar disekuelnya ini, ‘The Winter
Soldier’.
Dua
tahun pasca pertarungan dahsyat dlm ‘The Avengers’, Captain America (Chris Evan) dibantu agen Natasha Romanoff aka Black Widow (Scarlett Johansson)
menjalankan sebuah misi S.H.I.E.L.D. dlm sebuah kapal yg disinyalir mengalami
pembajakan. Keberhasilan misi tsb ternyata hanyalah awal dari sebuah kekacauan
baru, sebuah konspirasi hitam didalam tubuh S.H.I.E.L.D. sendiri, keraguan sang
Captain atas apa yg dirahasiakan
darinya ditambah munculnya sosok masa lalu yg mengerikan, villain baru (yg pada saat melihat
trailer saya sudah jatuh hati sama karakter ini), The Winter Soldier. Nick Fury (Samuel L. Jackson) yg tengah diburu
sang villain menaruh kepercayaan pada
Steve Rogers utk mengungkap tabir dibalik semua konspirasi itu. Ditengah
menghilangnya kepercayaan, Steve beruntung karena masih ada Natasha Romanoff
dan teman berlarinya, Sam Wilson aka Falcon
(Anthony Mackie) yg membantu menyingkap konspirasi tersebut. Apa yg terjadi,
siapa dalangnya dan apa bahayanya.
Apa
yg membuat line-up superhero Marvel
menjadi begitu hebat ketika dijadikan live action adalah bahwa Kevin Feige (Presiden Marvel Studio) bersama semua
jajaran2ya sudah punya konsep dan visi yg jelas mengenai adaptasi komik yg
mereka buat. Dgn embel-embel Marvel
Cinematic Universe-nya (dan
digadang-gadang akan berlangsung sampai 2028 kelak), mereka semua sudah
tahu apa yg harus mereka lakukan ke depan. Hal ini berbanding terbalik dgn
pesaing utamanya, DC Comics. Yang walaupun sempat menghentak lewat ‘The Dark
Knight’, namun sehabis itu Marvel justru semakin jauh didepan meninggalkan pesaingnya
itu.
Semenjak
Marvel Cinematic Universe fase ke-2 bergulir, diawali dgn kemunculan Iron Man
3, Thor 2: The Dark World sampai Captain America: The Winter Soldier (dan
masih menyisakan 'Guardians of the Galaxy' Agustus nanti), perubahan tone
sangat, sangat terasa dlm film2 Marvel. Kalau ditanya siapa yg terbaik, saya
akan bilang filmnya Steve Rogers yg baru ini. Bahkan dgn superhero solo Marvel
lainnya. Dan kita tidak akan menyangka bahwa orang dibalik kehebatan ‘The
Winter Soldier’ adalah dua kakak-beradik, Anthony Russo & Joe Russo yg
justru tidak punya track record menggarap film sci-fi apalagi superhero.
Sangat
berbeda dengan prekuelnya, dgn bantuan naskah Christopher Marcus & Stephen
McFelly, ‘The Winter Soldier’ dibawa
Russo bersaudara dlm ranah spy thriller,
espionage ala-ala Bourne & Bond
lengkap dengan segala intrik politik dan konspirasi didalamnya, fighting scene ala-ala ‘The Raid’ (dan
memang diakui sendiri oleh mereka bahwa film ini terinspirasi ‘The Raid’). Tanpa
menghilangkan signature-nya sbg superhero,
hal-hal tadi sangat berpengaruh terhadap gaya bercerita Captain America kali ini. Semakin kompleksnya cerita + nuansa kelam
yg coba dihadirkan menjadi tontonan yg segar sekaligus menegangkan. Dan jangan
aneh (walaupun tidak sampai hilang) bila ‘The Winter Soldier’
meminimalisir humor-humor yg sering kita
saksikan dlm film-filmnya Marvel.
Dengan
penampilan barunya (yg pasti lebih segar dibanding yg dulu), Chris Evan (ditengah
gonjang-ganjing isu pensiunnya) kembali membawa kharisma sang Captain dgn aura soldier & leadership
yg dimilikinya ke tingkat yg lebih tinggi dari sebelumnya. Kehadiran Scarlett
Johannsson yg memang mendapat porsi lebih disini, makin membuat saya betah
nonton film ini. Sosok Nick Fury juga mendapat porsi yang lebih. Kalau Iron Man punya Tony Stark yg nyeleneh
dan Thor punya Loki sbg pemancing
tawa, maka dlm Captain America ada
sosok Falcon yg diperankan cukup baik
oleh Anthony Macki. Cukup mencairkan suasana ditengah tampilan Steve Rogers yg
senderung serius. Sang villain, The Winter Soldier juga berhasil
diperankan Sebastian Stan. Walaupun tidak sebesar namanya yg dipakai judul
utama (karena ternyata perannya memang tidak sebanyak yg saya perkirakan) tapi
sosoknya tetap mampu mencuri perhatian buat saya apalagi dia juga berperan sbg villain dramatis yg sedikit banyak
memberi dampak emosional yg lain.
Kalau
dulu, di film pertama kita masih menganggap aksinya kurang greget maka tidak
kali ini. Dan jangan ragukan kemampuan Russo bersaudara yg memang lebih banyak
mengarahkan komedi, krna adegan aksi Captain
America ini sangat spektakuler. Kombinasi adegan aksi, ledakan dan special
efek dihadirkan secara konsisten dan proporsional. Ya, itulah kunci
keberhasilan film ini. Keputusan meminimalisir efek CGI juga menjadi alasan
kuat. Hasilnya, koregorafi cantik dgn teknik shoot dan editing yg ok
punya. Bukan hanya dosis dan skalanya yg sudah ditingkatkan, ‘Captain America:
The Winter Soldier’ adalah sebuah hiburan superhero yg akan memberi kesan lain dan berbeda. Cool!
P.S. jangan beranjak
dulu sampai credit scene berakhir karena ada dua scene tambahan khas Marvel yg
menanti.
0 comments
Post a Comment