Thursday, May 1, 2014

Catatan Nonton #April’14



Melanjutkan kembali postingan ‘Catatan Nonton’ seperti yang sudah-sudah. Di bulan April lalu film-film yang saya tonton sedikit lebih banyak dari sebelumnya. Hanya saja makin kesini, nggak tahu kenapa saya suka merasa gak enak sendiri, ketika harus ngomentarin film yg saya tonton via facebook. Masalahnya adalah siapa tahu orang-orang justru merasa risih ketika melihat nama saya lagi-lagi ngoment-ngoment film (kayak yg paling tahu aja). Ya, mungkin saja sebagian dari mereka ada yg kesal. Kadang saya jadi kurang percaya diri dan terlintas utk menghentikan kebiasaan itu. Tapi disisi lain, kebiasaan itu adalah cara saya mengungkapkan ide-ide serta pikiran tentang film dan cara saya juga menggunakan social media itu. Ya, apakah pikiran-pikiran negatif tadi mampu menghentikan kebiasaan saya? Atau cuma sekedar pikiran negatif yg tidak usah terlalu dipikirkan? Kita lihat saja nanti. Dan sekarang daripada melenceng kemana-mana, mending kita intip film-film yang ada di Catatan Nonton Edisi April 2014. Check it out!

The Raid 2: Berandal (2014) (03/04/14)


Short review:
Sprti yg telah dijanjikan Gareth Evans, 'Berandal' memang menyajikan sesuatu yg lebih kompleks dg skala lebih besar, terutama dr segi plot. Ya, plotnya memang cukup bekerja walaupun tdk sampai gimana2. Tapi siapa yg peduli? Ketika benda apapun bisa dipakai utk membunuh, darah2 bermuncrat ria, tulang2 patah, sayatan2 yg merobek kulit, nyawa2 yg hilang dgn cara yg gila & segenap kebrutalan2 lainnya, menjadi sebuah tontonan yg sangat mengasyikkan. Dan ini jauh, jauh, jauh lebih besar, lebih gila, lebih seru, lebih brutal dr sebelumnya. Ya, 'Berandal' adalah sebuah pesta & parade kebrutalan yg menyenangkan sekaligus 'cantik'. Film action ter-Cantik yg pernah saya tonton. Review lengkapnya bisa dilihat disini.
Skor: 4/5

The Tree of Life (2011) (05/04/14)


Short review:
'The Tree of Life' mungkin bukanlah film yg mudah dicerna semua orang. Alasannya jelas, film ini memang tampak aneh, absurd, abstrak. Tapi sarat akan makna, spiritual, metafora & muatan2 filosofis tentang kehidupan. Butuh interpretasi tinggi utk mencerna cara bertutur Terrence Malick ini. Namun disisi lain, visualisasi fase2 kehidupan dlm setiap scene-nya begitu indah sprti bait-bait puisi yg dirangkai dgn kata2 yg indah pula. Dan sprti saat memaknai sebuah puisi, 'The Tree of Life' pun demikian. Benang merahnya mungkin sama, tp Terrence Malick sprti memberi kebebasan penontonnya utk memaknai maksud dr apa yg ingin coba ia sampaikan disini.
Skor: 4,5/5

Before Sunrise (1995) (06/04/14)


Short review:
Kalau ada film yg isinya cuma obrolan dua tokoh utamanya dan tdk membosankan malah semakin menghipnotis penonton utk mengikuti alurnya, maka itu adalah 'Before Sunrise'. Bahkan bukan hanya berlaku buat 'Sunrise', tp semua trilogi 'Before'-nya Richard Linklater. Dialog2 natural, chemistry Ethan Hawke & Julie Delpy + lansekap2 indah kota Vienna menjadi sesuatu yg begitu mengesankan. Siapapun pasti terkesan dgn moment manis sekaligus paling memorable disini, adegan pura-pura bertelepon dan saling jujur satu sama lain. Menontonnya lg disaat yg sama (baca: Before Sunrise) membuat film ini semakin terlihat manis.
Skor: 4,5/5

Before Sunset (2004) (06/04/14)


Short review:
9 tahun telah berlalu, Jesse & Celine dipertemukan kembali. Bukan lgi Vienna tp Paris yg tiap sudutnya berhasil dibuat indah oleh Lee Daniels. Masih terasa daya magis tiap dialog yg terlontar dr mulut mereka, begitu natural. Seolah-olah mereka tdk sedang berakting. Obrolan2nya kali ini memang agak berat. Tentunya krna mereka telah lebih dewasa dlm memandang kehidupan. Chemistry yg terjalin sama kuatnya sprti saat mereka bertemu waktu muda dulu. Ya, semua hal yg membuat kita jatuh cinta sama 'Sunrise' tdk hilang disini. Mungkin 'Sunset' cuma punya durasi lebih sebentar saja dibanding 'Sunrise'. Tp yg unik disini, bahwa kali ini mereka berdua benar2 menghabiskan 80 menit kebersamaannya sebelum matahari terbenam.
Skor: 4/5

Captain America: The Winter Soldier (2014) (07/04/14)


Short review:
Fase ke-2 Marvel Cinematic Universe ternyata sudah bisa diprediksikan siapa yg terbaik (walau masih menyisakan 'Guardians of the Galaxy', agustus nanti). Ya, setelah ‘Iron Man 3’ yg dirasa masih kurang, ‘Thor 2’ yg masih terkesan biasa, 'Captain America: The Winter Soldier' justru tampil mengejutkan. Russo bersaudara yg sempat diragukan banyak pihak ternyata sanggup memberi nafas baru pd superhero satu ini. Mengambil tone yg lebih kelam dgn ke-kompleks-an cerita, Russo bersaudara berhasil membawa sang Captain dlm ranah spy thriller ala ‘The Bourne’ & ‘Bond’ lengkap dgn segala intrik politik dan konspirasi didalamnya. Tak hanya itu, kombinasi adegan aksi, ledakan dan special efek yg konsisten & berimbang berhasil memberi suguhan ketegangan yg intens & spektakuler. Salah satu film solo superhero terbaik Marvel yg pernah ada. Review lengkapnya bisa dilihat disini.
Skor: 4/5

Green Lantern (2011) (11/04/14)


Short review:
Hal yg (mungkin) menjadi biang keladi dr kegagalan superhero DC ini 2011 lalu adalah selain tdk sesuai dgn ekpektasi fanboy, plot yg coba ditampilkan jg kurang berhasil. Naskah yg ada tdk menjadikan plotnya berkembang malah menimbulkan lubang dimana-mana. Padahal kisah superhero ini punya potensi yg kuat. Performa Ryan Reynolds jg masih dibilang kurang memuaskan. Sayangnya lagi film ini digarap Martin Campbell yg berhasil mempermak Daniel Craig jadi James Bond lewat "Casino Royale'-nya.
Skor: 2,5/5

The Secret Life of Walter Mitty (2013) (13/04/14)


Short review:
Ada tipe film yg ringan & sederhana tp menjadi sangat loveable. Banyak faktor memang, bisa jadi krna kisahnya yg inspiratif atau kisahnya yg 'could happen to anyone'. Dan 'The Secret Life of Walter Mitty' ada dlm kategori itu. Berperan ganda sbg sutradara sekaligus aktor utama, Ben Stiller cukup berhasil mengemas cerita klasik karya James Thurber yg jg sempat difilmkan ini menjadi sangat menyenangkan. Sosok Walter Mitty yg dekat dgn penonton memberi kadar emosi tersendiri. Sentuhan2 CGI yg indah + lagu2 indie yg manis, turut menghangatkan kisah antara realita & fantasi ini.
Skor: 3,5/5

Psycho (1960) (15/04/14)

Short review:
Di kalangan pecinta film, nama Alfred Hitchcock si 'The Master of Suspense' tentu bukan nama yg asing. Begitu banyak karya luar biasa yg telah ia telurkan. Dan salah satu diantara karya terbaiknya adalah 'Psycho' yg dirilis tahun 1960. Ya, 'Psycho' memang sebuah masterpiece dr Hitchcock. Sebuah thriller psikologis dlm balutan nuansa hitam-putih menegangkan. Kepingan2 puzzle membentuk sebuah misteri yg tersusun rapi lengkap dgn scoring jadul khas 60-70an + dikejutkan dgn sebuah twist mengejutkan. Warning! Jauhkan dr segala bentuk spoiler apapun ketika menonton film ini, semakin tdk tahu apa-apa semakin nikmat saat menontonnya.
Skor: 4,5/5

Inside Llewyn Davis (2013) (15/04/14)


Short review:
Selalu ada rasa baru ketika menyaksikan karya Joel Coen & Ethan Coen. Dan kali ini, Coen bersaudara menyajikan sebuah kisah seorang penyanyi folk kesepian yg hidupnya tengah kacau sepeninggal partnernya. Ini adalah tentang kegetiran, satir, kelam, suram, depresif, sendu tapi syahdu dengan alunan2 nada folk yg hangat. Masih sangat terasa warna Coen bersaudara disini, sprti film2 sebelumya. Sprti dlm 'No Country for Old Men', saya pun menyukai setting Amerika '60an yg indah, melankolis & sendu itu disini. Tokoh utamanya tentu Oscar Isaac yg sukses menjadi sosok Llewyn Davis yg penuh kegetiran.
Skor: 4/5

American Psycho (2000) (15/04/14)


Short review:
Jauh sebelum Christian Bale jd superhero 'Batman', ia terlebih dulu menjadi 'Bateman'. Who's Bateman? Dia adalah pria pesakitan yg kaya, keren & perfeksionis, menyimpan sisi hitamnya dlm realitas sosial yg dijalaninya. Salah satu akting terbaik Bale dlm filmography-nya. Walaupun tdk terlampau sadis, tetapi 'American Psycho' tetaplah film sakit. Satir. Penuh akan sindiran2 cerdas thd panggung realitas kaum hedonis dan obsesi manusia akan kesempurnaan. Selintas film ini sprti terlihat membingungkan, krna tdk pernah dijelaskan secara pasti tentang apa yg terjadi. Mary Harron mungkin sengaja melakukannya dan membiarkan penonton memberi interpretasi sendiri thd 'American Psycho'.
Skor: 4/5

Panic Room (2002) (15/04/14)


Short review:
Waktu dulu nonton 'The Silence of the Lambs', sempat merasa ada kemiripan antara Jodie Foster sama Kristen Stewart. Dan 12 tahun setelah 'The Silence of the Lambs' dirilis, mereka berkolaborasi sbg ibu & anak dlm film arahan David Fincher berjudul 'Panic Room'. Mungkin 'Panic Room' bukan salah satu dr karya Fincher yg dianggap terbaik. Tapi biarpun begitu film ini masih berada dlm ranah thriller dgn ketegangan intens yg diolah dgn apik. Terlebih lagi krna nuansa realistis yg coba dibangun disini memberi sisi emosional yg lain. Salah satu kisah home invasion thriller terbaik yg pernah ada.
Skor: 3,5/5

The Time Traveler’s Wife (2009) (18/04/14)


Short review:
Ketika kemampuan menjelajah waktu itu kelainan genetis. Anugerah atau musibah? Sementara takdir tetap tak bisa berubah dan kita tak bisa mengontrol penjelajahan waktu itu sendiri. Mengambil sudut pandang bukan dr si penjelajah waktu, melainkan dr istrinya, 'The Time Traveler's Wife' mampu tampil mengesankan (meski dr perspektif perempuan), malah mungkin bisa lebih emosionil (terutama bagi mereka yg berimajinasi jd Clare). How do you thinkin' about it? Dan Rachel McAdams, memang ok utk kisah2 time travel - romance sprt ini. Ya, kisah time travel itu memang selalu tampil menarik apapun bumbu di dalamnya (IMO).
Skor: 3,5/5

The Nut Job (2014) (19/04/14)


Short review:
'The Nut Job' memang hanya sebuah film kelas B yg berpotensi tdk akan membuatnya bertahan lama dlm otak. Oleh krn itu, tak perlu berekspektasi apapun, cukup duduk manis saja. Film animasi Korea yg bekerjasama dgn hollywood ini sebenarnya punya premis unik dan ini cukup menghibur, setidaknya utk tersenyum. Kisah heist multi arahnya jg menarik, 'The Italian Job' & 'The Bank Job' dlm versi animasi yg diperagakan hewan2 kecil lucu. Tapi ya itu, masih biasa2 saja. Kehadiran Liam Neeson + gangnam style-nya P.S.Y. cukup berdampak lain thd film ini.
Skor: 2,5/5

The Passion of the Christ (2004) (20/04/14)


Short review:
Mengesampingkan isi cerita film ini, Mel Gibson cukup berhasil mengemas cerita yg tdk hanya dramatik tp juga sinematik disaat bersamaan. Kisah yg sudah beberapa kali dibuatkan filmnya ini, ditangan Mel Gibson menjadi sajian visual yg mengiris iba penonton. Ditambah penggunaan efek slow motion, sudut2 pengambilan gambar yg cantik dan scoring sendunya, membuat setiap moment dlm film ini menjadi begitu memilukan. Film ini adalah film terlaris ketiga ditahun perilisannya, 2004 (boxofficemojo). Hanya saja, temanya yg memang agak sensitif, membuat film ini juga tak lepas dr kontroversi pd perilisannya.
Skor: 4,25/5

The Usual Suspects (1995) (20/04/14)

  
Short review:
Bryan Singer, sutradara yg lebih dikenal dgn ‘X-Men’ ini ternyata pernah membuat sesuatu yg hebat di thn 1995. 'The Usual Suspects' adalah sebuah drama kriminal cerdas, tdk hanya krna twist yg dihadirkan tp rentetan dialog2 panjangnya, yg tidak hanya membuat kita bertanya-tanya, tp turut mengajak kita berpikir dan mencoba menelusuri fakta-fakta yg ada dan itu yg membuat plotnya menjadi semakin menarik. Film ini jg berhasil mengantarkan Kevin Spacey meraih piala oscar atas perannya sbg 'Verbal'. Salah satu film di era 90 yg cukup berkesan.
Skor: 4/5

Super 8 (2011) (21/4/14)


Short review:
Kalau saja 'Super 8' saya tonton thn 2011 dgn saya yg sprti ini + strategi marketing Abrams yg misterius saat itu, tentunya film ini akan jadi overhype. 'Super 8' adalah film yg super komplit. Plot & element ceritanya yg seabrek itu tak lantas membuat filmnya jd membingungkan, jd seru malah. Memang di beberapa bagian, element2 tsb msh kurang tergali. Buat fans Spielberg, 'Super 8' adalah moment nostalgia akan karya2nya dulu. Sentuhan2-nya memang sedikit overrated tp J.J. Abrams jg tdk kehilangan tajinya disini. Walaupun sedikit, gayanya msh sangat terasa. Ending-nya justru yg terkesan antiklimaks (kurang Wah!). Padahal paruh pertama sampai menjelang endingnya sudah menjanjikan, apalagi Abrams sukses membuat penasaran & berhasil menyimpan rapat2 misteri yg dirahasiakannya.
Skor: 3,75/5

John Carter (2012) (25/04/14)


Short review:
Kebetulan atau tidak, film2 produksi Disney yg punya set padang pasir sprti membawa ketidakberuntungan buat Disney. Dimana film2 tsb secara komersil gagal di pasaran. Tengok aja performa 'Prince of Persia' (2010), 'John Carter' (2012) dan 'The Lone Ranger' (2013) dlm perolehan boxoffice-nya. 'John Carter' sendiri merupakan live action dr cerita klasik Edgar Rice Burroughs berjudul 'A Princess of Mars'. Actually, filmnya sendiri masih enak utk diikuti dan cukup menyenangkan, ya tidak jatuh pd level yg buruk juga. Hanya saja utk ukuran film dgn budget $250 juta, 'John Carter' masih jauh dari kata spektakuler. Dan sosok Andrew Stanton (Finding Nemo, Wall-E) dibelakangnya jg kurang memberi rasa yang dalam buat 'John Carter'.
Skor: 3/5

Prometheus (2012) (26/04/14)


Short review:
Pertanyaan apakah 'Prometheus' terkait erat dgn franchise Alien (Sequel, prequel, reboot or spin-off), kita akan tahu jawabannya disini. Apa yg membuat 'Prometheus' menjadi menarik adalah premisnya yg mempertanyakan hakikat terciptanya manusia dlm perspektif science (memang agak melenceng dari konsep Ketuhanan). Dan bukan hanya itu, krna Ridley Scott jg berhasil menjadikan 'Prometheus' menjadi sebuah film sci-fi yg semestinya, sebagaimana sebuah film sci-fi. Semakin menarik krna Scott membuat kadar kemisteriusan yg tinggi disini & sukses menebar teka-teki yg membuat penonton semakin tergerak utk mengikuti alurnya. Sajian sci-fi artistik, cantik & menegangkan dgn dukungan cast yg asyik.
Skor: 4/5

Her (2014) (27/04/14)


Short review:
Dibalik idenya yg unik sekaligus absurd, 'Her' punya sindiran sosial satir buat semua manusia di muka bumi ini, terlebih buat mereka yg begitu mengagungkan teknologi. Sbg sebuah drama love story, Spike Jonze sudah melakukan apa yg seharusnya dilakukan. Tapi tentunya ini bukanlah kisah klise membosankan antara dua insan yg berakhir bahagia. Ini adalah kisah sendu sekaligus manis tentang hubungan manusia dgn sebuah operating system. Dukungan naskahnya yg juara (gak heran diganjar Oscar), visual, editing dan scoring manis didalamnya, membuat 'Her' jd presentasi apik yg sulit bagi saya utk tidak menyukainya. Dan satu hal lagi, Scarlett Johansson! Like The Beatles' say, And I love 'Her'. Yeah! I really, really love 'Her'.
Skor: 4/5


The Da Vinci Code (2006) (28/04/14)


Short review:
Sebagai sebuah presentasi yg diadaptasi dr buku kontroversial, serta menimbulkan rasa penasaran orang dimana-mana, 'The Da Vinci Code' ternyata tidaklah seheboh cerita dibelakangnya. Alih-alih membuat kisah misteri nge-thrill yg mengikat penonton utk larut dlm petualangannya, 'The Da Vinci Code' malah terjerembab jd tontonan yg membosankan. Paruh pertamanya justru sangat membosankan. Memang masih ada sebagian dialognya yg menyenangkan & thought-provoking + beberapa twist yg diurai, tp itu tidak cukup meyelamatkan film ini utk dicintai penontonnya. 174 menit durasinya terasa begitu melelahkan untuk diikuti. Membaca bukunya dulu atau tidak, sepertinya film ini memang dibawah ekspektasi.
Skor: 2,5/5
   
The Wrestler (2008) (29/04/14)


Short review:
'The Wrestler' sprti mengembalikan dejavu masa kecil. Tepatnya waktu dulu masih musim acara-acara gulat di TV, semacam smackdown. Sepintas 'The Wrestler' memang dapat ditebak sbg sebuah film tentang pertarungan atau kisah from zero to hero seorang pegulat. Tapi ditangan Darren Aronofsky, film ini lebih dari itu dan justru itulah yg membuat film ini jd terlihat bagus. Hari-hari tua seorang pegulat terkenal yg tak ingin berhenti berkarir menjadi sebuah tontonan yg menggugah. Sub-plot yg dihadirkan disini jg membuat 'The Wrestler' menjadi lebih dramatis & emosional. Siapa sangka bahwa dibalik ingar bingar ring gulat, sorak sorai penonton, dibalik tangguhnya seorang pegulat ternyata ada seorang pria rapuh dgn kisah sendunya yg memilukan.
Skor: 3,75/5

I, Frankenstein (2014) (30/04/14)


Short review:
Ada beberapa film yg memang kita gak usah berekspektasi apa-apa ketika menontonnya bahkan kita pasang ekspektasi serendah-rendahnya agar nanti tidak kecewa. Dan 'I, Frankenstein' masuk kategori ini. Tapi memang tidak sulit untuk bilang bahwa film ini mengecewakan. Walaupun tidak sampai mengecewakan sekali (masih lumayan lah). Sebenarnya, bukan ide ceritanya yg salah, hanya saja Stuart Beattie sprti kebingungan mengolah ide cerita tadi menjadi sebuah rangkaian cerita yg setidaknya membuat kita tergerak utk mengikutinya. Hasilnya adalah sebuah tontonan yg hambar, kurang greget dan "Hah, segitu doang?". Bahkan hampir semua element film ini ada di level itu. Sampai aspek CGI-nya yg masih sedikit bisa diharapkan pun demikian. Tapi lebih dari itu, saya suka sekali sama langit hitamnya.
Skor: 2,25/5

0 comments