Melanjutkan
kembali postingan ‘Catatan Nonton’ seperti yang sudah-sudah. Di bulan April lalu
film-film yang saya tonton sedikit lebih banyak dari sebelumnya. Hanya saja makin
kesini, nggak tahu kenapa saya suka merasa gak enak sendiri, ketika harus
ngomentarin film yg saya tonton via facebook. Masalahnya adalah siapa tahu orang-orang justru
merasa risih ketika melihat nama saya lagi-lagi ngoment-ngoment film (kayak yg
paling tahu aja). Ya, mungkin saja sebagian dari mereka ada yg kesal. Kadang saya
jadi kurang percaya diri dan terlintas utk menghentikan kebiasaan itu. Tapi disisi
lain, kebiasaan itu adalah cara saya mengungkapkan ide-ide serta pikiran
tentang film dan cara saya juga menggunakan social media itu. Ya, apakah
pikiran-pikiran negatif tadi mampu menghentikan kebiasaan saya? Atau cuma sekedar
pikiran negatif yg tidak usah terlalu dipikirkan? Kita lihat saja nanti. Dan
sekarang daripada melenceng kemana-mana, mending kita intip film-film yang ada
di Catatan Nonton Edisi April 2014. Check
it out!
The
Raid 2: Berandal (2014) (03/04/14)
Short
review:
Sprti yg telah dijanjikan Gareth Evans, 'Berandal' memang
menyajikan sesuatu yg lebih kompleks dg skala lebih besar, terutama dr segi
plot. Ya, plotnya memang cukup bekerja walaupun tdk sampai gimana2. Tapi siapa
yg peduli? Ketika benda apapun bisa dipakai utk membunuh, darah2 bermuncrat
ria, tulang2 patah, sayatan2 yg merobek kulit, nyawa2 yg hilang dgn cara yg gila
& segenap kebrutalan2 lainnya, menjadi sebuah tontonan
yg sangat mengasyikkan. Dan ini jauh, jauh, jauh lebih besar, lebih gila, lebih
seru, lebih brutal dr sebelumnya. Ya, 'Berandal' adalah sebuah pesta &
parade kebrutalan yg menyenangkan sekaligus 'cantik'. Film action ter-Cantik yg
pernah saya tonton. Review lengkapnya bisa dilihat disini.
Skor:
4/5
The
Tree of Life (2011) (05/04/14)
Short
review:
'The Tree of Life' mungkin bukanlah
film yg mudah dicerna semua orang. Alasannya jelas, film ini memang tampak
aneh, absurd, abstrak. Tapi sarat
akan makna, spiritual, metafora & muatan2 filosofis tentang kehidupan.
Butuh interpretasi tinggi utk mencerna cara bertutur Terrence Malick ini. Namun disisi lain, visualisasi fase2 kehidupan
dlm setiap scene-nya begitu indah sprti bait-bait puisi yg dirangkai dgn kata2
yg indah pula. Dan sprti saat memaknai sebuah puisi, 'The Tree of Life' pun
demikian. Benang merahnya mungkin sama, tp Terrence
Malick sprti memberi kebebasan penontonnya utk memaknai maksud dr apa yg
ingin coba ia sampaikan disini.
Skor:
4,5/5
Before
Sunrise (1995) (06/04/14)
Short
review:
Kalau ada film yg isinya cuma
obrolan dua tokoh utamanya dan tdk membosankan malah semakin menghipnotis
penonton utk mengikuti alurnya, maka itu adalah 'Before Sunrise'. Bahkan bukan
hanya berlaku buat 'Sunrise', tp semua trilogi 'Before'-nya Richard Linklater. Dialog2 natural, chemistry Ethan Hawke & Julie Delpy
+ lansekap2 indah kota Vienna menjadi sesuatu yg begitu mengesankan. Siapapun
pasti terkesan dgn moment manis sekaligus paling memorable disini, adegan pura-pura bertelepon dan saling jujur satu
sama lain. Menontonnya lg disaat yg sama (baca: Before Sunrise) membuat film ini semakin terlihat manis.
Skor:
4,5/5
Before
Sunset (2004) (06/04/14)
Short
review:
9 tahun telah berlalu, Jesse & Celine dipertemukan kembali.
Bukan lgi Vienna tp Paris yg tiap sudutnya berhasil dibuat indah oleh Lee Daniels. Masih terasa daya magis
tiap dialog yg terlontar dr mulut mereka, begitu natural. Seolah-olah mereka
tdk sedang berakting. Obrolan2nya kali ini memang agak berat. Tentunya krna
mereka telah lebih dewasa dlm memandang kehidupan. Chemistry yg terjalin sama kuatnya
sprti saat mereka bertemu waktu muda dulu. Ya, semua hal yg membuat kita jatuh
cinta sama 'Sunrise' tdk hilang disini. Mungkin 'Sunset' cuma punya durasi
lebih sebentar saja dibanding 'Sunrise'. Tp yg unik disini, bahwa kali ini
mereka berdua benar2 menghabiskan 80 menit kebersamaannya sebelum matahari
terbenam.
Skor:
4/5
Captain
America: The Winter Soldier (2014) (07/04/14)
Short
review:
Fase ke-2 Marvel Cinematic Universe ternyata sudah bisa diprediksikan siapa
yg terbaik (walau masih menyisakan 'Guardians of the Galaxy', agustus nanti).
Ya, setelah ‘Iron Man 3’ yg dirasa masih kurang, ‘Thor 2’ yg masih terkesan
biasa, 'Captain America: The Winter Soldier' justru tampil mengejutkan. Russo
bersaudara yg sempat diragukan banyak pihak ternyata sanggup memberi nafas baru pd
superhero satu ini. Mengambil tone yg
lebih kelam dgn ke-kompleks-an cerita, Russo bersaudara berhasil membawa sang Captain dlm ranah spy thriller ala ‘The Bourne’ & ‘Bond’ lengkap dgn segala
intrik politik dan konspirasi didalamnya. Tak hanya itu, kombinasi adegan aksi,
ledakan dan special efek yg konsisten & berimbang berhasil memberi suguhan
ketegangan yg intens & spektakuler. Salah satu film solo superhero terbaik
Marvel yg pernah ada. Review lengkapnya bisa dilihat disini.
Skor:
4/5
Green
Lantern (2011) (11/04/14)
Short
review:
Hal yg (mungkin) menjadi biang
keladi dr kegagalan superhero DC ini 2011 lalu adalah selain tdk sesuai dgn
ekpektasi fanboy, plot yg coba
ditampilkan jg kurang berhasil. Naskah yg ada tdk menjadikan plotnya berkembang
malah menimbulkan lubang dimana-mana. Padahal kisah superhero ini punya potensi
yg kuat. Performa Ryan Reynolds jg
masih dibilang kurang memuaskan. Sayangnya lagi film ini digarap Martin Campbell yg berhasil mempermak Daniel Craig jadi James Bond lewat "Casino Royale'-nya.
Skor:
2,5/5
The
Secret Life of Walter Mitty (2013) (13/04/14)
Short
review:
Ada tipe film yg ringan &
sederhana tp menjadi sangat loveable.
Banyak faktor memang, bisa jadi krna kisahnya yg inspiratif atau kisahnya yg 'could happen to anyone'. Dan 'The
Secret Life of Walter Mitty' ada dlm kategori itu. Berperan ganda sbg sutradara
sekaligus aktor utama, Ben Stiller
cukup berhasil mengemas cerita klasik karya James
Thurber yg jg sempat difilmkan ini menjadi sangat menyenangkan. Sosok Walter Mitty yg dekat dgn penonton
memberi kadar emosi tersendiri. Sentuhan2 CGI yg indah + lagu2 indie yg manis,
turut menghangatkan kisah antara realita & fantasi ini.
Skor:
3,5/5
Psycho
(1960) (15/04/14)
Short
review:
Di kalangan pecinta film, nama Alfred Hitchcock si 'The Master of Suspense' tentu bukan nama yg asing. Begitu banyak
karya luar biasa yg telah ia telurkan. Dan salah satu diantara karya terbaiknya
adalah 'Psycho' yg dirilis tahun 1960. Ya, 'Psycho' memang sebuah masterpiece dr Hitchcock. Sebuah thriller
psikologis dlm balutan nuansa hitam-putih menegangkan. Kepingan2 puzzle membentuk sebuah misteri yg
tersusun rapi lengkap dgn scoring
jadul khas 60-70an + dikejutkan dgn sebuah twist
mengejutkan. Warning! Jauhkan dr
segala bentuk spoiler apapun ketika menonton film ini, semakin tdk tahu apa-apa
semakin nikmat saat menontonnya.
Skor:
4,5/5
Inside
Llewyn Davis (2013) (15/04/14)
Short
review:
Selalu ada rasa baru ketika
menyaksikan karya Joel Coen & Ethan
Coen. Dan kali ini, Coen
bersaudara menyajikan sebuah kisah seorang penyanyi folk kesepian yg hidupnya
tengah kacau sepeninggal partnernya. Ini adalah tentang kegetiran, satir,
kelam, suram, depresif, sendu tapi syahdu dengan alunan2 nada folk yg hangat.
Masih sangat terasa warna Coen
bersaudara disini, sprti film2 sebelumya. Sprti dlm 'No Country for Old Men', saya
pun menyukai setting Amerika '60an yg
indah, melankolis & sendu itu disini. Tokoh utamanya tentu Oscar Isaac yg sukses menjadi sosok Llewyn Davis yg penuh kegetiran.
Skor:
4/5
American
Psycho (2000) (15/04/14)
Short
review:
Jauh sebelum Christian Bale jd superhero 'Batman', ia terlebih dulu menjadi
'Bateman'. Who's Bateman? Dia adalah
pria pesakitan yg kaya, keren & perfeksionis, menyimpan sisi hitamnya dlm
realitas sosial yg dijalaninya. Salah satu akting terbaik Bale dlm filmography-nya. Walaupun tdk terlampau
sadis, tetapi 'American Psycho' tetaplah film sakit. Satir. Penuh akan
sindiran2 cerdas thd panggung realitas kaum hedonis dan obsesi manusia
akan kesempurnaan. Selintas film ini sprti terlihat membingungkan, krna tdk
pernah dijelaskan secara pasti tentang apa yg terjadi. Mary Harron mungkin sengaja melakukannya dan membiarkan penonton
memberi interpretasi sendiri thd 'American Psycho'.
Skor:
4/5
Panic
Room (2002) (15/04/14)
Short
review:
Waktu dulu nonton 'The Silence of
the Lambs', sempat merasa ada kemiripan antara Jodie Foster sama Kristen
Stewart. Dan 12 tahun setelah 'The Silence of the Lambs' dirilis, mereka
berkolaborasi sbg ibu & anak dlm film arahan David Fincher berjudul 'Panic Room'. Mungkin 'Panic Room' bukan
salah satu dr karya Fincher yg
dianggap terbaik. Tapi biarpun begitu film ini masih berada dlm ranah thriller dgn ketegangan intens yg diolah
dgn apik. Terlebih lagi krna nuansa realistis yg coba dibangun disini memberi
sisi emosional yg lain. Salah satu kisah home
invasion thriller terbaik yg pernah ada.
Skor:
3,5/5
The
Time Traveler’s Wife (2009) (18/04/14)
Short
review:
Ketika kemampuan menjelajah waktu
itu kelainan genetis. Anugerah atau musibah? Sementara takdir tetap tak bisa
berubah dan kita tak bisa mengontrol penjelajahan waktu itu sendiri. Mengambil
sudut pandang bukan dr si penjelajah waktu, melainkan dr istrinya, 'The Time
Traveler's Wife' mampu tampil mengesankan (meski dr perspektif perempuan),
malah mungkin bisa lebih emosionil (terutama bagi mereka yg berimajinasi jd Clare). How do you thinkin' about it? Dan Rachel
McAdams, memang ok utk kisah2 time
travel - romance sprt ini. Ya, kisah time
travel itu memang selalu tampil menarik apapun bumbu di dalamnya (IMO).
Skor:
3,5/5
The
Nut Job (2014) (19/04/14)
Short
review:
'The Nut Job' memang hanya sebuah
film kelas B yg berpotensi tdk akan membuatnya bertahan lama dlm otak. Oleh krn
itu, tak perlu berekspektasi apapun, cukup duduk manis saja. Film animasi Korea
yg bekerjasama dgn hollywood ini
sebenarnya punya premis unik dan ini cukup menghibur, setidaknya utk tersenyum.
Kisah heist multi arahnya jg menarik,
'The Italian Job' & 'The Bank Job' dlm versi animasi yg diperagakan hewan2
kecil lucu. Tapi ya itu, masih biasa2 saja. Kehadiran Liam Neeson + gangnam style-nya
P.S.Y. cukup berdampak lain thd film ini.
Skor:
2,5/5
The
Passion of the Christ (2004) (20/04/14)
Short
review:
Mengesampingkan isi cerita film ini,
Mel Gibson cukup berhasil mengemas
cerita yg tdk hanya dramatik tp juga sinematik disaat bersamaan. Kisah yg sudah
beberapa kali dibuatkan filmnya ini, ditangan Mel Gibson menjadi sajian visual yg mengiris iba penonton. Ditambah
penggunaan efek slow motion, sudut2
pengambilan gambar yg cantik dan scoring
sendunya, membuat setiap moment dlm
film ini menjadi begitu memilukan. Film ini adalah film terlaris ketiga ditahun
perilisannya, 2004 (boxofficemojo). Hanya saja, temanya yg memang agak
sensitif, membuat film ini juga tak lepas dr kontroversi pd perilisannya.
Skor:
4,25/5
The
Usual Suspects (1995) (20/04/14)
Short
review:
Bryan
Singer,
sutradara yg lebih dikenal dgn ‘X-Men’ ini ternyata pernah membuat sesuatu yg
hebat di thn 1995. 'The Usual Suspects' adalah sebuah drama kriminal cerdas,
tdk hanya krna twist yg dihadirkan tp
rentetan dialog2 panjangnya, yg tidak hanya membuat kita bertanya-tanya, tp
turut mengajak kita berpikir dan mencoba menelusuri fakta-fakta yg ada dan itu
yg membuat plotnya menjadi semakin menarik. Film ini jg berhasil mengantarkan Kevin Spacey meraih piala oscar atas
perannya sbg 'Verbal'. Salah satu film di era 90 yg cukup berkesan.
Skor:
4/5
Super
8 (2011) (21/4/14)
Short
review:
Kalau saja 'Super 8' saya tonton thn
2011 dgn saya yg sprti ini + strategi marketing Abrams yg misterius saat itu, tentunya film ini akan jadi overhype. 'Super 8' adalah film yg super
komplit. Plot & element ceritanya yg seabrek itu tak lantas membuat filmnya
jd membingungkan, jd seru malah. Memang di beberapa bagian, element2 tsb msh
kurang tergali. Buat fans Spielberg,
'Super 8' adalah moment nostalgia akan
karya2nya dulu. Sentuhan2-nya memang sedikit overrated tp J.J. Abrams jg tdk kehilangan tajinya disini. Walaupun
sedikit, gayanya msh sangat terasa. Ending-nya
justru yg terkesan antiklimaks (kurang Wah!). Padahal paruh pertama sampai
menjelang endingnya sudah menjanjikan, apalagi Abrams sukses membuat penasaran & berhasil menyimpan rapat2
misteri yg dirahasiakannya.
Skor:
3,75/5
John
Carter (2012) (25/04/14)
Short
review:
Kebetulan atau tidak, film2 produksi
Disney yg punya set padang pasir sprti membawa ketidakberuntungan buat Disney. Dimana film2 tsb secara komersil
gagal di pasaran. Tengok aja performa 'Prince of Persia' (2010), 'John Carter'
(2012) dan 'The Lone Ranger' (2013) dlm perolehan boxoffice-nya. 'John Carter' sendiri merupakan live action dr
cerita klasik Edgar Rice Burroughs
berjudul 'A Princess of Mars'. Actually, filmnya sendiri
masih enak utk diikuti dan cukup menyenangkan, ya tidak jatuh pd level yg buruk
juga. Hanya saja utk ukuran film dgn budget $250 juta, 'John Carter' masih jauh
dari kata spektakuler. Dan sosok Andrew
Stanton (Finding Nemo, Wall-E) dibelakangnya jg kurang memberi rasa yang
dalam buat 'John Carter'.
Skor:
3/5
Prometheus
(2012) (26/04/14)
Short
review:
Pertanyaan apakah 'Prometheus'
terkait erat dgn franchise Alien (Sequel, prequel, reboot or spin-off),
kita akan tahu jawabannya disini. Apa yg membuat 'Prometheus' menjadi menarik
adalah premisnya yg mempertanyakan hakikat terciptanya manusia dlm perspektif science (memang agak melenceng dari
konsep Ketuhanan). Dan bukan hanya itu, krna Ridley Scott jg berhasil menjadikan 'Prometheus' menjadi sebuah film
sci-fi yg semestinya, sebagaimana
sebuah film sci-fi. Semakin menarik
krna Scott membuat kadar
kemisteriusan yg tinggi disini & sukses menebar teka-teki yg membuat
penonton semakin tergerak utk mengikuti alurnya. Sajian sci-fi artistik, cantik & menegangkan dgn dukungan cast yg asyik.
Skor:
4/5
Her
(2014) (27/04/14)
Short
review:
Dibalik idenya yg unik sekaligus absurd, 'Her' punya sindiran sosial
satir buat semua manusia di muka bumi ini, terlebih buat mereka yg begitu
mengagungkan teknologi. Sbg sebuah drama love
story, Spike Jonze sudah
melakukan apa yg seharusnya dilakukan. Tapi tentunya ini bukanlah kisah klise
membosankan antara dua insan yg berakhir bahagia. Ini adalah kisah sendu
sekaligus manis tentang hubungan manusia dgn sebuah operating system. Dukungan naskahnya yg
juara (gak heran diganjar Oscar), visual,
editing dan scoring manis didalamnya, membuat 'Her' jd presentasi apik yg sulit
bagi saya utk tidak menyukainya. Dan satu hal lagi, Scarlett Johansson! Like The
Beatles' say, And I love 'Her'. Yeah! I really, really love 'Her'.
Skor:
4/5
The
Da Vinci Code (2006) (28/04/14)
Short
review:
Sebagai
sebuah presentasi yg diadaptasi dr buku kontroversial, serta menimbulkan rasa
penasaran orang dimana-mana, 'The Da Vinci Code' ternyata tidaklah seheboh
cerita dibelakangnya. Alih-alih membuat kisah misteri nge-thrill yg mengikat penonton utk larut dlm petualangannya, 'The Da
Vinci Code' malah terjerembab jd tontonan yg membosankan. Paruh pertamanya
justru sangat membosankan. Memang masih ada
sebagian dialognya yg menyenangkan & thought-provoking
+ beberapa twist yg diurai, tp itu
tidak cukup meyelamatkan film ini utk dicintai penontonnya. 174 menit durasinya
terasa begitu melelahkan untuk diikuti. Membaca bukunya dulu atau tidak,
sepertinya film ini memang dibawah ekspektasi.
Skor:
2,5/5
The
Wrestler (2008) (29/04/14)
Short
review:
'The Wrestler' sprti mengembalikan dejavu masa kecil. Tepatnya waktu dulu
masih musim acara-acara gulat di TV, semacam smackdown. Sepintas 'The Wrestler' memang dapat ditebak sbg sebuah
film tentang pertarungan atau kisah from
zero to hero seorang pegulat. Tapi ditangan Darren Aronofsky, film ini lebih dari itu dan justru itulah yg
membuat film ini jd terlihat bagus. Hari-hari tua seorang pegulat terkenal
yg tak ingin berhenti berkarir menjadi sebuah tontonan yg menggugah. Sub-plot
yg dihadirkan disini jg membuat 'The Wrestler' menjadi lebih dramatis &
emosional. Siapa sangka bahwa dibalik ingar bingar ring gulat, sorak sorai
penonton, dibalik tangguhnya seorang pegulat ternyata ada seorang pria rapuh
dgn kisah sendunya yg memilukan.
Skor:
3,75/5
I,
Frankenstein (2014) (30/04/14)
Short
review:
Ada beberapa film yg memang kita gak
usah berekspektasi apa-apa ketika menontonnya bahkan kita pasang ekspektasi
serendah-rendahnya agar nanti tidak kecewa. Dan 'I, Frankenstein' masuk
kategori ini. Tapi memang tidak sulit untuk bilang bahwa film ini mengecewakan.
Walaupun tidak sampai mengecewakan sekali (masih lumayan lah). Sebenarnya,
bukan ide ceritanya yg salah, hanya saja Stuart
Beattie sprti kebingungan mengolah ide cerita
tadi menjadi sebuah rangkaian cerita yg setidaknya membuat kita tergerak utk
mengikutinya. Hasilnya adalah sebuah tontonan yg hambar, kurang greget dan
"Hah, segitu doang?". Bahkan hampir semua element film ini ada di
level itu. Sampai aspek CGI-nya yg masih sedikit bisa diharapkan pun demikian.
Tapi lebih dari itu, saya suka sekali sama langit hitamnya.
Skor:
2,25/5
0 comments
Post a Comment