Sunday, December 28, 2014

Letter to My First Students


Untuk 55 siswa yang setiap hari kamis selalu saya ceramahi,
Apa kabar kalian sekarang? Gimana nilai raportnya? Bagus?
Mungkin diantara kalian tidak ada yang membaca tulisan ini atau mungkin tidak pernah tahu bahwa saya membuat tulisan ini. Namun yang pasti, hari ini, saya ingin kalian tahu sesuatu. Bahwasanya tulisan ini dibuat untuk kalian.
Rasanya aneh menulis ini, namun saya tak bisa bohong jika rentang waktu singkat bertemu kalian telah memberikan suatu hal yang berharga. Menjadikan hari-hari lalu yang begitu-begitu saja menjadi sedikit lebih berwarna dengan kehadiran kalian 5 bulan terakhir ini.
Pertama kalinya mendapat sebutan Bapak adalah suatu hal yang tak biasa. Pun ketika bersalaman yang diteruskan mencium tangan. Ada tanggung jawab yang besar yang tersemat dari panggilan yang kalian ucapkan. Begitu pula dengan yang kalian lakukan. Seolah menyadarkan saya bahwa saya seharusnya bukan seperti saya yang dulu lagi. Saya harus bisa menjadi seperti apa yang kalian panggil. Bahkan lebih.
Pertama kalinya berbicara didepan dan menyampaikan pelajaran ternyata bukanlah sesuatu yang mudah. Bertatapan dengan anak-anak remaja dengan gejolak kawula mudanya yang masih bergelora. Berhadapan dengan kepala yang entah isinya sedang terbang kemana. Saya tidak tahu apa yang ada di benak kalian saat itu. Wajah-wajah lelah dan bosan dengan rutinitas sehari-hari melingkar dalam sorot matanya. Ada tugas besar menanti ke depan. Pekerjaan ini memang tidaklah mudah.
Seiring berjalannya waktu, mulai ada ritme yang kita ciptakan bersama. Mungkin tidak selalu baik dalam perjalanannya tapi ritme itu tetap terjaga. Perlahan tapi pasti nama-nama yang selalu saya baca sebelum memulai semuanya, mulai terpatri di kepala. Pun dengan wajah-wajah muda yang awalnya begtu asing buat saya.
Suasana menjadi semakin hangat tatkala waktu terus berjalan. Saya masih ingat suara, senyum, tawa, canda, tanya, celotehan nakal dan apa yang terjadi selama waktu bergulir. Terkadang membuat senyum-senyum sendiri, namun tak jarang membuat kesal. Namun yang pasti saya tidak pernah membenci kalian. Sedikitpun.
Semakin lama dan semakin lama lagi. Irama yang telah kita rangkai telah menjadi suatu hal besar yang menyadarkan saya. Ternyata saya hanyalah sosok yang sebenarnya tidak tahu apa-apa. Lemah dan tak punya kemampuan apa-apa untuk bisa mengajar kalian. Terlebih mendidik.  
Sampai tiba pada sebuah pengakuan, saya bukanlah “guru” yang baik untuk kalian. Tidak bisa membimbing dan mengajari kalian sesuatu yang tidak tahu menjadi tahu. Sesuatu yang tidak bisa menjadi bisa. Dibandingkan yang lain, mungkin  saya bukanlah pribadi yang menyenangkan. Saya membosankan. Cara penyampaian saya tidak menarik. Saya gugup dan salah tingkah. Ilmu saya masih sebesar tahi kuku.
Namun tanpa pernah kalian sadari, selama yang saya bisa, saya terus berusaha dan mencoba membuat semuanya menjadi lebih baik. Dan pada akhirnya, yang kalian rasakanlah, yang bisa saya beri.
Maaf dan terima kasih,
Maaf karena tidak bisa menjadi sosok yang baik dan mengerti kalian.
Tapi terima kasih telah memberikan warna untuk beberapa waktu terakhir ini. Terima kasih karena telah menjadi yang pertama. Serta memberi pelajaran dan pengalaman yang berharga. Terima kasih telah menjadi siswa yang baik. Hari-hari yang telah kita lewati takkan begitu saja dilupakan. Pertemuan singkat yang telah kita alami semoga jadi sesuatu yang baik kelak.
Terima kasih juga untuk surat-suratnya yang rame.
Semoga apa yang kalian impikan di masa depan bisa terwujud.
Oh ya, kata kalian, saya itu pelit nilai. Maaf ya! Habis gimana, saya juga bingung. Hehe.
Semoga kita berjumpa lagi ya, nak!



0 comments