Wednesday, December 31, 2014

Catatan Nonton #Desember’14

Tak terasa kita sudah memasuki penghujung tahun 2014, telah banyak rilisan film yang mewarnai tahun ini. Banyak film yang bagus tapi tak sedikit pula yang tampil dibawah ekspektasi. Next post mungkin, saya akan membuat list favorite/top/best movie tahun 2014.
Menutup tahun 2014 ini, ada beberapa judul film yang sempat saya tonton di bulan Desember ini.  Dan untuk movie of the month-nya, kali ini saya agak sedikit bingung karena ada 2 (dua) film yang berhasil mencuri perhatian di bulan ini, ‘Gone Girl’ dan ‘Stand By Me Doraemon’. Namun setelah ditelaah lagi, film 3D si robot kucing mungkin sedikit lebih berkesan dibanding kisah Rosamund Pike yang tiba-tiba menghilang. Jadi, movie of the month untuk edisi kali ini, ya ‘Stand By Me Doraemon’.
Dan tanpa perlu basa-basi lagi, inilah daftar short review film untuk edisi kali ini. Check this out!

The Maze Runner (2014) (03/12/14)


Short review:
Berganti tahun, berganti pula adaptasi novel young adult menghiasi perfilman hollywood. Dan tahun ini ada 'The Maze Runner' yang ditulis James Dashner dibuatkan versi live action-nya. Melihat premisnya, 'The Maze Runner' sudah cukup untuk mencuri perhatian ditengah maraknya adaptasi young adult yang sudah-sudah. Belum lagi, 'The Maze Runner' punya heroine laki-laki yang menjadi pembeda. Sejauh ini 'The Maze Runner' menjadi adaptasi young adult terbaik tahun ini, bahkan bila dibandingkan dengan 'Divergent' atau 'Mockingjay: Part 1' sekalipun. Jalan untuk melanjuntukan franchise inipun terbuka lebar dan sepertinya takkan terhenti ditengah jalan.
Skor: 3/5

If I Stay (2014) (07/12/14)


Short review:
'If I Stay' sanggup menampilkan sisi kecantikannya sebagai sebuah drama percintaan. Alunan cello yang bergulir indah + dimainkan dengan baik oleh Chloe Grace Moretz sudah cukup membuat film ini terlihat cantik. Namun terlepas dari itu, sisi lain film ini membuat durasi filmnya terasa begitu lama. Faktor utamanya, mungkin karena tidak ada sesuatu yang membuat 'If I Stay' terlihat dramatis. Ya tidak ada konflik yang benar-benar kuat untuk membuat 'If I Stay' terlihat sebagai sebuah drama tearjeaker. Lumayan membosankan namun masih bisa dinikmati.
Skor: 2,5/5

A Clockwork Orange (1971) (08/12/14)


Short review:
Salah satu film kontroversial di zamannya. 'A Clockwork Orange' yang diadaptasi dari novel berjudul sama karangan Anthony Burgess ini disebut-sebut sebagai salah satu masterpiece-nya Stanley Kubrick. Kontroversial memang bukan tanpa alasan, banyak konten kekerasan dan seksualitas yang tampil eksplisit disini. Mungkin adegannya tidak sampai disturbing banget, meski ada satu adegan yang buat saya disturbing banget. Namun cerdasnya Kubrick, adalah bagaimana ia mengemas adegan-adegan tersebut dengan tidak biasa. Ya, apa jadinya jika alunan indah Beethoven mengiringi apa yang ada disini? Artistik tanpa kehilangan unsur sadisnya. Namun lebih dari itu, Kubrick sanggup membuat kita turut merenung. Dengan satirnya ia menyinggung moralitas, sosial, hukum sampai politik yang jadi topik utama disini.
Skor: 4,25/5

Limitless (2011) (09/12/14)
 


Short review:
Seperti yang lainnya, saya juga akan bilang bahwa 'Limitless' cuma menang di ide dasarnya saja. Namun eksekusinya kurang memuaskan. Mungkin Neil Burger perlu NZT-48 (bukan sister group AKB48) untuk membuat 'Limitless' tampil lebih baik lagi. LOL. Sebenarnya, opening-nya teramat sangat menarik bahkan melihat Bradley Cooper tampil acak-acakan dan depresif itu juga sudah menarik. Namun sayang ketika durasi terus melaju dan 'Limitless' menjadi cerewet membahas permasalahan seputar bisnis, itu menjadi terasa membosankan. Memang setelah itu, tensinya mulai kembali naik dgn menampilkan adegan-adegan seru dan menegangkan stereotype hollywood. Tapi pada akhirnya tetap tidak membuat 'Limitless' menjadi spesial. Yang berbeda mungkin ada visual unik disini. Dan untuk sekedar hiburan, cukup lah.
Skor: 3/5

Source Code (2011) (09/12/14)


Short review:
Ada keseruan tersendiri ketika Duncan Jones mengemas cerita 8 menit yang sama tapi tak sama dan terus berulang ini. Kelihaiannya memperhatikan setiap detail sampai yang terkecil sekalipun membuat pengulangan-pengulangan tadi tidak terasa membosankan. Ada nuansa misteri yang kental yang disematkan Jones untuk menggiring penonton memecahkan sendiri misterinya. Sampai satu persatu misteri mulai terpecahkan dengan kejutan-kejutan yang telah disiapkan. Dan ditengah ketegangan yang dibangun, ada drama manis yang tersaji. Sebuah film sci-fi yang tidak terlalu rumit namun tetap membuat kita berpikir, terutama ending-nya.
Skor: 4/5

The A-Team (2010) (11/12/14)


Short review:
'The A-Team' adalah pilihan tepat buat siapapun yang ingin sebuah sajian hiburan film action. Terlepas dari ceritanya yang klise dan predictable, 'The A-Team' sukses menjadi hiburan penuh aksi gila lebay, ledakan dimana-mana, yang berhasil ditampilkan dengan visual efeknya yang dahsyat. Melihat empat sekawan ini menjalankan misinya dengan rencana yang mustahil ini memang menyenangkan. Beberapa selipan humornyapun mampu tampil lucu. Namun sekali lagi, hiraukan saja plotnya, cukup duduk manis dan nikmati saja apa yang ada.
Skor: 3,25/5

Sinister (2012) (13/12/14)


Short review:
Satu lagi film horor hollywood yang menurut saya bagus. 'Sinister' yang dibesut Scott Derrickson memang sanggup menampilkan sebuah horor misteri yang enak ditonton. Atmosfer horornya mungkin tidak berbeda jauh dengan horor hollywood kebanyakan, tapi membiarkan Ethan Hawke jadi penulis ambisius yang stress dengan apa yang ditulisnya juga sudah sanggup membawa sisi lan dari 'Sinister'. Aroma misteri yang kental dari 'Sinister' justru menjadi bagian paling menarik buat saya. Untuk urusan horornya, 'Sinister' masih mampu membuat kita terkejut walaupun penampakannya tidak seram-seram amat. Tapi saya tidak begitu peduli untuk hal itu, namun yang pasti untuk penggemar horor 'Sinister' itu cukup recommended.
Skor: 3,75/5

Mama (2013) (13/12/14)


Short review:
Adanya nama Guillermo del Toro yang duduk di kursi produser memberi ekspektasi lain dari 'Mama' kepada kita sebagai penonton. 'Mama' yang merupakan versi panjang dari film pendek berjudul sama karya Andres Muschietti memang cukup terasa membawa nafas del Toro (yang gothic-gothic gimana gitu). Paruh awalnya adalah yang paling saya suka, nuansa gelap + aroma gothic-nya berhasil membuat nuansa horor yang kental. Bahkan melihat dua anak kecil berusia 8 dan 5 tahun saja sudah sanggup membawa aroma creepy yang tidak mengenakkan. Namun sayangnya, separuh akhirnya yang mengekploitasi berlebihan pada sosok 'Mama', buat saya justru menurunkan kengerian film ini secara keseluruhan. Dan pada akhirnya membuat 'Mama' menjadi tidak terlalu spesial. Namun ending-nya yang mellow mungkin akan memberi kesan berbeda bagi penonton.
Skor: 3,25/5

Gone Girl (2014) (14/12/14)


Short review:
Film yang paling ditunggu tahun ini selain 'Interstellar'. Alasannya jelas, ada nama David Fincher disini. Semenjak 'Se7en', divisi filmography-nya memang hampir tidak ada yang mengecewakan sejauh ini. 'Gone Girl' menawarkan premis yang sederhana, "Hilangnya Seorang Gadis". Namun jelas tidak ada yang benar-benar sederhana dalam kamusnya Fincher. Semuanya masih terasa sama menyenangkan. Tak ada yang berubah. 'Gone Girl' adalah alasan yang semakin mengukuhkan saya menyukai genre ini. Salah satu drama-criminal-thriller terbaik tahun 2014. Yang disesalkan dari 'Gone Girl' itu cuma satu, kenapa bioskop Indonesia memilih membatalkan penayangan film ini?
Skor: 4,25/5

Stand By Me Doraemon (2014) (21/12/14)


Short review:
Ryuichi Yagi & Takashi Yamazaki membawa kumpulan cerita terbaik dari seri manga robot kucing abad 22 ini. Menghubungkannya dalam sebuah plot yang terasa spesial dalam format CGI di ulang tahunnya yang ke-80. Efek menyedihkan yang jadi objek promosinya selama ini mungkin benar adanya. Namun Bukan karena 'Stand By Me Doraemon' punya moment-moment sedih (IMO) tapi karena 'Stand By Me Doraemon' berhasil membawa efek "terjebak nostalgia", yang berhasil membawa ingatan-ingatan masa kecil yang menjadi alasan kenapa hari minggu jam 8 itu begitu dinanti. Tagline "Didedikasikan kepada semua orang yang pernah mengalami masa kanak-kanak" memang terasa personal untuk semua orang yang pernah tumbuh besar bersama robot kucing rekaan Fujiko F. Fujio ini.
Skor: 4/5

The Boxtrolls (2014) (26/12/14)


Short review:
'The Boxtrolls' memang tidak menjadi yang terbaik yang pernah diproduksi studio spesialis animasi stop-motion, Laika. Tapi usaha Graham Annable dan Anthony Stacchi menghadirkan kehidupan dunia bawah yang diisi makhluk-makhluk aneh dalam kardus ini sudah mampu memberi warna pada film animasi tahun ini. Nuansa gothic ala Laika dengan sentuhan-sentuhan komedi yang lumayan menyinggungkan senyum masih tetap bisa dirasakan. Sisi visualnya juga masih sanggup menyertakan keindahan dalam keanehannya. Usaha lainnya dalam menghadirkan karakter ikonik layaknya Minions di 'Despicable Me' cukup layak diapresiasi. Meski karakter Boxtrolls sendiri lebih layak disebut antitesis dari karakter Minions.
Skor: 3,5/5

Eden Lake (2008) (30/12/14)


Short review:
Entah 'Eden Lake' memang dimaksudkan James Watkins sebagai sebuah sindiran sosial tentang kultur kekerasan yang melanda anak-anak di Eropa atau bukan. Tapi yang jelas, melihat dua orang dewasa menjadi bulan-bulanan psikopat gila dalam wujud gerombolan remaja tanggung sudah menimbulkan efek tak mengenakan. Tempo yang terbilang cepat mampu menampilkan ketegangan intens dalam setiap sekuensnya. Menantang rasa takut lewat sisi psikologis. Tidak menyangka jika thriller British ini bisa lumayan disturbing dan menyulut emosi. Dan ending-nya? Uhh, masih saja menyisakan perasaan tak enak walaupun filmnya sudah usai.
Skor: 3,5/5

P.S. Gambar dari sini.

0 comments