Pernah
tidak memperhatikan orang-orang disekitar kita sering sekali menunduk? Ketika
sedang mengantri, sedang menunggu, sedang makan, sedang ngobrol, sedang ngumpul
sampai lagi jalan pun demikian. Pokoknya dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun
keadaannya, orang-orang zaman sekarang kebanyakan nunduknya daripada tegaknya.
Saya kadang suka bingung dibuatnya. Apakah memang orang-orang zaman sekarang
tengah membudidayakan pepatah orang tua zaman dulu yang senantiasa menyuruh
kita untuk menunduk. Karena menurut orang tua zaman dulu, menunduk itu
merupakan cerminan budaya timur yang sopan, santun, rendah hati, pemalu, dsb. Intinya,
konotasi menunduk itu positif (menurut mereka).
Beberapa
waktu lalu, keluarga Jokowi mengadakan konferensi pers terkait pernikahan anak
pertamanya. Ada yang menarik disitu dan pastinya mengundang perbincangan. Bukan
konsep pernikahan. Bukan desain baju pengantin. Bukan pula karena kenyataan bahwa
yang akan menikah adalah anak RI1. Melainkan karena sikap menarik dari sicalon
pengantin pria yang cool banget itu. Meninggikan leher, mendongakkan
kepala ke atas dan menyondongkannya ke depan, alis dinaikan, sukar tersenyum,
ketus, bicara sedikit-sedikit tanpa basa-basi dan lainnya (yang tak perlu
disebut lagi). Kita, orang-orang yang melihat kelakuan orang tersebut langsung
saja memberi judgement bahwa orang
tersebut sombong, angkuh, sengak dan lainnya (yang juga tak perlu disebut lagi).
Beberapa dari kita mungkin menyayangkan sikapnya yang kurang begitu bersahabat.
Apalagi dia adalah anak presiden.
Bukan
hal aneh memang ketika sikap orang tersebut mengundang respon negatif dari
masyarakat. Apalagi ditengah zaman yang serba mudah ini, orang tak segan
memberi komentar sekenanya, menghina sampai nge-bully. Namun jika orang tersebut mau sedikit lebih menunduk atau
setidaknya menyimpulkan sedikit senyum, mungkin akan lain ceritanya. Komentar
orangpun akan berbeda. Di negara multikultur dan multietnik ini, sikap yang
ditunjukkan oleh orang tersebut hampir pasti tidak disukai dinegeri ini. Itu benar.
Karena kita, orang-orang dinegeri ini sudah ditanamkan ilmu padi sedari kecil.
Semakin menunduk, semakin berisi. Makanya tak ada nada positif untuk
orang-orang yang tidak menanamkan ilmu padi dalam dirinya. Gunjingan
orang-orang – minimal – sudah pasti
dalam genggaman.
Sementara
sang anak presiden keukeuh dengan
sikapnya. Perbedaan justru ditunjukkan oleh orang-orang lain yang ada dizaman
sekarang. Seperti yang saya bilang diawal bahwa orang-orang zaman sekarang
lebih banyak nunduknya daripada tegaknya. Apakah memang mereka sedang
menanamkan ilmu padi dalam jiwanya? Mungkin saja. Tapi tunggu dulu, ada yang
lain dari cara mereka menunduk. Ternyata menunduknya mereka bukan karena menuruti
pepatah orang tua zaman dulu. Melainkan karena mereka menggenggam sesuatu
bernama gadget (apapun anda
menamainya).
Sudah
bukan isapan jempol semata jika diabad ini, teknologi semakin berkembang pesat.
Kehadiran internet, kemunculan social media dan social platform telah mengubah
gaya hidup manusia dewasa ini. Apalagi dengan kemudahan yang ditawarkan
teknologi, membuat manusia seperti mendapat fasilitas hotel bintang lima dalam rangka
mengakses dunia. Mencari informasi, menonton video, berkicau, berkespresi, bersosialiasi
dengan orang jauh, berbagi moment dan lainnya sudah terlalu mudah untuk
dilakukan. Kita bisa tahu apapun diluar sana. Kita bisa ngobrol dengan banyak
orang jauh sekaligus dalam satu waktu. Kita bisa melihat apa saja hanya dengan
duduk manis dikamar. Cukup hanya dengan menunduk.
Kemudahan
yang ditawarkan saat ini memang memberi ribuan manfaat bagi manusia. Kemudahan-kemudahan
tersebut, sudah terlampau memanjakan manusia-manusia zaman sekarang. Dengan
benda sekecil itu, dunia seolah berada dalam genggaman. Dan itu semua adalah
milik semua orang, semua kalangan. Tak peduli dia adalah kalangan atas,
menengah atau bawah. Tak ada bedanya. Semuanya sama. Namun dengan apa yang
terjadi, disamping kemudahan dan manfaat positif yang didapat, pergeseran
budayapun terjadi. Salah satunya, ya budaya menunduk itu.
Gambar dari sini |
Kalau
dulu kita menunduk karena malu. Menunduk karena sedang diceramahi orang yang
lebih tua. Menunduk karena merasa menghormati orang lain. Menunduk dengan
perasaan merendah karena tak ada yang layak dibanggakan dari manusia. Harta,
tahta, kekayaan, jabatan, pendidikan, istri, pacar (what?), semuanya milik Tuhan. Makanya kita menunduk, karena kita
(manusia) tidak punya apa-apa. Di era sekarang, menunduk bukan karena hal yang
saya sebut tadi. Menunduk dizaman sekarang adalah karena kita sibuk mantengin gadget masing-masing. Sibuk ngecek ada foto/gambar/video
apa lagi di instagram. Sibuk berbalas
pesan via whatsapp, bbm, line.
Sibuk komentar di facebook, twitter atau path. Sibuk update status.
Sibuk nge-tweet. Sibuk nge-like. Sibuk nge-love. Sibuk nge-mention. Sibuk
nge-tag. Sibuk foto-foto. Sibuk selfie. Sibuk nyari stiker. Sibuk, sibuk dan sibuk. Saking sibuknya, status sepanjang waktu bbm-nya adalah busy alias sibuk.
Awalnya,
saya mengira fenomena seperti ini hanya terjadi dikota saja. Namun ternyata
dikampung pun demikian. Ada masa dimana saya pernah menjumpai para pemuda
seumuran daerah sekitar dikampung. Hanya bertegur sapa (sedikit), salaman
(sedikit), saling bertukar kabar (sedikit). Lantas setelah itu, mereka seolah
kembali tenggelam dengan dunianya masing-masing. Dunia menunduk. Saya yang
mengira dengan menjumpai mereka bisa ngobrol panjang lebar, ngalor ngidul tanpa
juntrungan, ternyata salah. Karena ternyata mereka terlalu sibuk. Ya, mereka
terlalu sibuk dan terlalu asyik sendiri, kawan!
Sebuah
survei yang dilakukan Harris Interactive
mengungkapkan 63% responden selalu mengecek smartphone-nya
paling sedikit satu kali setiap jam. 5% responden lainnya mengaku mengecek smartphone-nya per lima menit sekali. Berarti
sudah dipastikan jika sebagian dari kita memiliki intensitas menunduk yang
besar karena keseringan mantengin gadget.
Terlalu sering menunduk karena gadget
ternyata turut berpengaruh pada kesehatan. Sebuah studi di San Francisco State University oleh seorang peneliti mengungkapkan
bahwa 83% dari subjek melaporkan keluhan nyeri pada tangan dan leher. Selain
sakit pada otot leher dan tangan, terlalu sering menunduk juga bisa membuat
posisi tubuh menjadi kurang tegak alias membungkuk. Dilansir Telegraph, posisi menunduk gara-gara gadget dapat memperlambat dan
menghilangkan keseimbangan tubuh manusia. Dr. Siobhan dari University of Queensland menyatakan bahwa menulis dan membaca SMS
diponsel mempengaruhi kemampuan anda untuk berjalan dan keseimbangan badan
anda. Dalam teori evolusi disebutkan bahwa perlu waktu jutaan tahun agar manusia
bisa berjalan tegak seperti sekarang. Namun dengan seringnya kegiatan menunduk gara-gara
gadget, proses alamiah tersebut bisa jadi
merubah postur tubuh manusia yang tegak menjadi lebih membungkuk.
Gambar dari sini |
Budaya
menunduk dizaman sekarang memang telah merubah pola perilaku sosial masyarakat
dan telah merubah kebiasaan yang dulu lumrah dilakukan. Kalau dulu, orang
berdoa sebelum makan. Maka sekarang, selfie
dulu. Foto dulu. Update dulu, lagi
dimana. Lagi sama siapa. Kalau dulu, setelah bangun tidur, kita pun berdoa.
Maka tidak dengan sekarang. Kita langsung nyari gadget ada dimana. Dan beberapa kebiasaan lain juga turut berubah
karenanya.
Selain
merubah kebiasaan, budaya menunduk juga acap kali membuat orang menjadi lebih
sensitif, berpikiran negatif, munafik, individualistis, suka pamer, kurang
fokus, menjadi pribadi yang lebih tertutup dan menjadi lebih ingin tahu urusan
orang lain. Entah kenapa orang suka memberi judge
angkuh pada orang yang isi pesannya singkat-singkat. Dan menjadi sering kesal
hanya karena pesan bbm-nya cuma
sampai pada huruf D doang. Nggak di
huruf R. Suka kesal karena tak ada
satupun pesan yang dibalas. Sementara yang dikasih pesan, update terus. Suka kesal ketika keluh kesahnya di socmed tidak digubris orang. Menjadi munafik,
hanya karena tidak mau dicap sombong atau angkuh, terus suka ngetik haha, hehe,
ckck, wkwk, pasang emot tertawa, dsb,
padahal ekspresi sesungguhnya biasa saja, datar, tidak sedang tertawa bahkan
tersenyumpun tidak.
Menjadi
individualistis karena orang-orang sibuk sendiri-sendiri dan tak peduli hal-hal
sekitar. Terus lebih sering pamer. Pamer punya barang apa saja. Pamer sedang
menonton apa. Pamer sedang nongkrong dimana. Pamer sedang liburan dimana. Pamer
muka dengan mulut dimonyong-monyongin. Saya bingung untuk yang satu ini, kenapa
saat difoto, mulutnya mesti monyong. Ah sudahlah, tidak apa-apa. Mungkin mereka
merasa lebih keren dengan seperti itu. Fenomena seperti ini juga sempat
ditanggapi ustadz yang jadi idola kaum akhwat dikampus saya yakni Ustadz Felix
Siauw. Dia mengungkapkan sesuatu yang cukup kontroversial bahwa selfie itu haram
hukumnya. Karena dikhawatirkan ada unsur riya didalamnya.
Disamping
itu, orang kerap juga menjadi pribadi yang lebih tertutup. Aktivitas sama gadget-nya cenderung tidak mau diketahui
orang. Tertutup karena diam-diam nyimpen satu aplikasi khusus yang dipakai buat
ngobrol sama selingkuhan. Tertutup karena diam-diam suka stalking mantan. Terus jadi galau, karena ID line atau pin bb-nya
tiba-tiba di-invite mantan. Disatu
sisi orang jadi lebih tertutup, disisi lainnya orang juga jadi suka ingin tahu
urusan orang lain. Entah kenapa, orang juga jadi suka terlalu ribet mengurusi
urusan orang lain, padahal itu bukan kapasitasnya. Orang semakin suka KEPO!
Seperti
kata Sheila On 7, saya mungkin adalah bagian dari ‘Generasi Patah Hati’ yang
terlahir dengan kondisi dunia yang seperti ini. Mungkin menunduknya orang-orang
saat ini adalah sebuah bentuk keharusan dan lumrah dizaman sekarang. Memang benar ajang
ngumpul-ngumpul, reuni, kongko-kongko menjadi tidak asyik lagi karena semua
orang sibuk menunduk. Mungkin kita pulalah yang harus terbiasa memakluminya.
Dan apa yang saya ketik disini bukanlah bentuk kenyinyiran melihat fenomena orang-orang
yang hobinya menunduk. Bukan pula berbicara tentang dampak negatif gadget, smartphone, dsb, dilihat dari segi perubahan perilaku sosial. Hanya
saja, pernahkah anda berada dalam kondisi, situasi atau moment dimana anda menjadi satu-satunya orang tak ber-gadget, tak ber-smartphone, yang cuma bisa diam melongo kayak orang bego, ditengah
kumpulan atau bahkan kerumunan orang-orang sekitar yang TERTUNDUK sibuk dan asyik sendiri dengan gadget-nya masing-masing. Parahnya lagi kita saling kenal. Mungkin itu adalah moment tepat dimana kalimat-kalimat dalam meme yang ramai didunia maya bergumul didalam otak secara bersamaan.
#SakitnyaTuhDisini
#DisituKadangSayaMerasaSedih #AkuTuhGakBisaDiginiin #DaAkuMahApaAtuh. Tapi #AkuRapopo, karena #GueMahGituOrangnya. LOL.
Jadi pernahkah anda
mengalaminya? Seberapa seringkah? Bagaimana perasaannya? Atau justru tidak
pernah sama sekali? Karena memang andalah golongan orang yang menunduk itu.
2 comments
ya bener sih merasa masuk generasi menunduk gitu..
saya mah ga bisa diginin
hilang momen kebersamaan
entah kemana sosialisasi
@Bryan Cho:
Fenomema ini emang udah lumrah bgt di kalangan kita, lagipula orang2 hampir semua punya smartphone. Toh, itu jg bisa disebut sbg kebutuhan utk zaman skrg. Ya, pd intinya, bagaimana kita menggunakannya secara bijak.
Post a Comment