Saya
suka film yang menjadikan musik sebagai penggerak cerita. Beberapa judul sudah
banyak yang mencuri perhatian saya. Sebut saja Inside Llewyn Davis (Coen
Brothers) yang muram namun hangat dengan alunan folk-nya. Frank (Lenny Abrahamson) dengan musik super anehnya.
Whiplash (Damien Chazelle) yang ambisius. Atau Once (John Carney) yang manis
romantis itu.
Cinta
dan musik memang satu paket, setidaknya bagi John Carney. Ia sepertinya sadar
betul bahwa tak perlu mengumbar kata-kata cinta sok puitis untuk membuat kisah
cinta yang indah. Dengan musik, hubungan dua insan bisa menjadi begitu manis.
Itulah yang saya rasakan lewat Once (2006). Masih terpatri jelas dalam benak jamming session Glen Hansard dan Marketa
Irglova menyanyikan soundtrack paling manis sedunia, Falling Slowly. That’s sweet moment
and romantic movie scene. Lalu setelah tujuh tahun, John Carney kembali
dengan konsep yang sama dalam ‘Begin Again’.
Musik
adalah bahasa universal. Tak peduli hal apapun, musik masihlah bahasa yang bisa
menyatukan seluruh manusia dibumi ini. Tak terkecuali buat dua orang yang
tengah gundah gulana dengan problem-nya
masing-masing. Ada Gretta (Keira Knightley) yang galau setelah putus dengan
pacarnya, Dave Kohl -not Dave Grohl-
(Adam Levine) yang ketahuan selingkuh. Kemudian ada Dan (Mark Ruffalo), pria
paruh baya dengan permasalahan lebih kompleks yang melibatkan keluarga dan
pekerjaan. Keduanya lalu bertemu,.. karena musik.
Tidak
seperti ‘Once’ yang sederhana, ‘Begin Again’ memang terasa lebih besar disemua
aspek. Mulai dari cast, plot, set, musik sampai dana yang lebih besar. Karena hal
itu pula (mungkin) kita tidak merasakan keintiman yang sama di ‘Begin Again’
seperti yang dirasakan dalam ‘Once’. Namun bukan berarti ‘Begin Again’ tak
bagus. Ia masih tetap bagus dan,.. indah tentunya. Nyatanya, meski tak
sepersonal ‘Once’, ‘Begin Again’ masih menyisakan ‘sisi dekat’ tersebut kepada
penontonnya dengan cara lain.
Mengalir
dengan lembut. Seperti itulah ‘Begin Again’ bergulir. Seperti halnya imajinasi
Dan yang mengalir begitu saja setelah mendengar ‘A Step You Can’t Take Back’
pada sesi open mic di sebuah bar.
Kecintaannya terhadap musik dan insting produsernya langsung bekerja secara
naluriah. Lagu yang dinyanyikan Gretta hanya dengan gitar akustik terdengar
semakin easy listening ketika piano,
biola, cello dan drum membentuk sebuah harmoni bersama suara lembut Knightley.
Seperti
pula hubungan Dan dan Gretta yang terjalin begitu saja. Tidak terasa cheesy walau sesungguhnya memiliki
potensi untuk itu. Namun ditangan Carney semuanya bisa diminimalisir tanpa
sedikitpun kehilangan sisi emosional. Acara jalan-jalan malam berdua ditemani playlist random classic ala Gretta tetap
menjadi yang termanis disini. Oh ya, dalam film hollywood, genre apapun,
setelah dua orang menikmati moment-moment manis, rasanya penonton akan tahu apa
yang akan terjadi selanjutnya. Begitu pula dengan Dan dan Gretta. Untungnya itu
semua tidak terjadi. Thank you so much,
Carney! Walaupun mereka berdua sempat kikuk juga ketika Steve menyapa.
Haha.
Musik
masih menjadi nyawa bagi Carney. Berbeda dengan ‘Once’ yang minimalis lewat gitar
akustik dan piano. ‘Begin Again’ memang terdengar lebih nge-band dengan
melibatkan banyak instrumen didalamnya. Track-track yang dinyanyikan Knightley
maupun Levine masih akan terngiang ditelinga. Terutama lagu yang dinyanyikan
Knightley. Nomor-nomor macam ‘A Step You Can’t Take Back’, ‘Coming Up Roses’,
‘Like a Fool’, ‘Lost Stars’ sampai yang paling keren ‘Tell Me If You Wanna Go
Home’ yang dinyanyikan diatas rooftop
depan gedung Empire Estate. Konsep outdoor
recording yang diambil keduanya turut memberi fun unsure didalamnya. ‘Lost Stars’ yang dibawakan Adam Levine
memang tidak semagis ‘Falling Slowly’, namun nyanyiannya di ending seolah ungkapan pahit-manis hubungan
Gretta dan Dave, terasa menyatu bersama filmnya.
Romansa
yang paling jelas tentu bisa dilihat dari Gretta dan Dave. Namun nyatanya bukan
kisah romansa mereka yang menjadi fokus. Akan tetapi lihatlah bagaimana hubungan
Dan dan Gretta. Bertemu tanpa sengaja, berbincang, berjalan-jalan, menghabiskan
waktu bersama-sama, marahan, berbaikan lagi sampai mereka membuat moment manisnya
sendiri. Siapapun tak menyangkal jika ada getar-getar cinta antara mereka
berdua tanpa perlu saling berkata “I Love
U”. Pelukan terakhir, dimana Dan memegang tangan Gretta sebelum berpisah,
mereka bertatapan dalam. Dalam sekali. Seakan masing-masing mereka saling
bicara, “kemesraan ini janganlah cepat
berlalu...” (Bukankah itu cinta?)
Memang
akhirnya mereka tak bersatu. Namun kita tahu bahwa kecintaan keduanya terhadap
musiklah yang membuat semuanya terjadi. Lewat musik keduanya bisa tertawa lepas
tanpa beban, bisa bersenang-senang, bahkan lupa kalau sesungguhnya mereka
tengah terluka. Dan saling membagi rasa lewat musik lebih besar artinya
daripada sekedar menuangkan hasrat ingin memiliki satu sama lain.
So let’s, Begin Again!
0 comments
Post a Comment