This
is not war... It's human extinction!
- Optimus Prime -
Saya
sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri untuk menonton seri Transformers ke-4
dari Michael Bay ini. Bahkan saya menonton kembali ketiga film ‘Transformers’
sebelumnya secara maraton. Persiapan yang saya maksud disini adalah persiapan
untuk bertahan dalam kelelahan dan kebosanan. Persiapan untuk tidak
mengharapkan sesuatu apapun dari ‘Transformers: AoE’. Persiapan tersebut memang
bukan tanpa alasan. Apalagi durasi ‘Transformers: AoE’ yang mencapai 165 menit yang
memang sangat berpotensi menimbulkan kelelahan. Sama seperti ketiga film
sebelumnya yang sangat sukses membuat saya sangat kelelahan (apalagi ditonton
secara maraton). Berapa kali saya ketiduran saking lelahnya melihat logam-logam
raksasa itu bertarung.
Seperti
yang kita tahu, Bay dan ‘Transformers’-nya ini memang selalu mendapat nada-nada
negatif di kalangan penikmat film. Entah itu kritikus, penggemar maupun
penonton biasa. Pada dasarnya ‘Transformers’ itu memang tidak menawarkan apapun
selain pertarungan para robot. Coba tengok tiga film sebelumnya. Semuanya hanya
tentang pertarungan Autobots dan Decepticons. Nothing more, nothing less. Plot?
Don’t asking! Trilogi Transformers ini memang tidak mempunyai isi apa-apa
dari segi cerita. Sangat, sangat tidak berisi a.k.a kosong melompong. Tidak
punya esensi sama sekali. Akting pemainnya juga sama tak berisinya. Namun ada
sesuatu dari Michael Bay yang mungkin tidak dipunyai sutradara lain. Hobinya
yang senang meluluhlantakkan kota, ledakan-ledakan super over dan segala ke (le)Bay-an lainnya, selalu dibuat dengan
visual yang sangat artistik. Dan selalu mengalami peningkatan dari seri ke
serinya.
Bicara
film Transformers itu seru sebenarnya. Kasusnya mungkin kurang lebih sama kayak
‘Twilight’. Di satu sisi selalu benci, tapi disisi lain juga tidak pernah sepi
penonton. Bahkan ‘Transformers: AoE’ ini memecahkan rekor boxoffice Amerika sebagai film berpenghasilan terbesar tahun 2014
di minggu pertamanya (100 juta dolar). Heran juga saya. Mungkin Michael Bay ada
benarnya juga ketika bilang bahwa biarlah filmnya dibenci toh pada akhirnya mereka
nonton juga. Dari sana saya jadi sadar bahwa ternyata benci itu bentuk lain
dari peduli. Bentuk lain dari menunjukkan rasa perhatian berlebih.
Michael
Bay memang pernah bilang bahwa ‘Transformers: AoE’ adalah startup dari sebuah trilogi baru yang akan membawa dunia ‘Transformers’
ke dalam era baru. Hal tersebut bisa saja sedikit memberi harapan baru juga
buat para penonton. Namun saya sudah tidak percaya lagi. Dan terbukti, ‘Transformers:
AoE’ langsung banjir kritik pas rilis di minggu pertamanya. Maka dari itu,
ketika saya memutuskan menonton film ini, saya tidak mengharapkan apapun dari
film ini. Tidak peduli sama cerita, naskah, karakter ataupun akting. Tidak
berusaha menemukan kelemahannya termasuk plot
hole. Tidak juga membandingkan film ini dengan film sebelumnya. Saya hanya
ingin hiburan. Saya ingin adegan action
yang dahsyat dengan skala besar. Pertarungan robot, kehancuran, ledakan dan
kota yang luluh lantak dalam balutan visual fantastis.
Overall, tidak ada yang baru sebenarnya
dari ‘Transformers: AoE’. Benang merahnya masih sama seperti yang dulu. Cuma
mengganti pemain saja. Soal visual, Bay sudah pasti jagonya. Selebihnya, sama
klisenya. Sama berantakannya. Sama payahnya kayak yang sudah-sudah. Namun
untungnya film ini masih punya Dinobots dan Lockdown yang jadi pembeda. Saya
gak tahu apa jadinya ‘Transformers: AoE’ kalau tidak ada mereka. Terus ada juga
Nicola Peltz yang berhasil jadi pemanis yang pas disini (tanpa melihat perannya). Sosoknya yang lebih muda terlihat lebih fresh saja buat saya dibanding Megan Fox
ataupun Rossie Huntington. Dan untungnya, Peltz juga tidak terlalu banyak
menonjolkan lekuk tubuhnya seperti leading
lady sebelumnya.
Kalau
dibilang rame? Ya rame. Terhibur? Ya saya terhibur. Toh saya tidak pernah
mengharapkan apapun dari film ini (udah bilang
berapa kali nih?). Dan memang harus saya akui adegan aksi, desain-desain
robot yang lebih ok sampai lansekap-lansekap yang tersaji disini memberi
keseruan tersendiri buat saya. Namun ternyata biarpun begitu film ini tetap
saja masih terasa melelahkan. Memang tidak melelahkan dalam stadium 4. Tapi durasi 165 menitnya itu lumayan
terasa lamanya. Untung mata saya masih mampu dimanjakan dengan visual yang
semakin canggih saja. Meskipun tidak mencapai eye-gasm tapi setidaknya mampu membuat saya tak beranjak dari
tempat duduk. Dan yang terpenting adalah
‘Transformers: AoE’ ini tidak sampai membuat saya dongkol dan kesal ketika
keluar pintu bioskop.
Terlepas
dari itu semua, saya justru dibuat lumayan penasaran sama sekuel ‘Transformers:
AoE’ nanti. Sosok misterius ‘The Creator’ yang disebut Lockdown dan Optimus
Prime itu siapa sebenarnya. Apalagi di ending
kita bisa lihat Optimus Prime yang terbang ke angkasa meninggalkan bumi. Itu
bisa dijadikan petunjuk bahwa di sekuelnya nanti, bumi tidak akan dijadikan
lagi arena pertarungan para robot Hasbro ini. Mungkin inilah yang disebut Bay
sebagai era baru ‘Transformers’. Dan memang sudah saatnya ‘Transformers’ melakukannya.
Menaikkan level dan memperluas skalanya. Tidak hanya berkutat disitu saja. Ya, sebelum
para penonton semakin muak.
Hasilnya
gimana? Kita tunggu saja 2016 nanti. Yang pasti kunci nonton film-film ‘Transformers’
itu sederhana. Jadikan dia sekedar hiburan semata tanpa perlu menaruh harapan berlebih
walau itu hanya sedikit. Terima dan maklumi saja gaya Michael (le)Bay yang
seperti itu. Karena memang itulah dia dan selamanya (mungkin) dia akan
begitu.
0 comments
Post a Comment