Friday, July 11, 2014

About Movie: Transformers: Age of Extinction (2014)




This is not war... It's human extinction!
 - Optimus Prime -

Saya sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri untuk menonton seri Transformers ke-4 dari Michael Bay ini. Bahkan saya menonton kembali ketiga film ‘Transformers’ sebelumnya secara maraton. Persiapan yang saya maksud disini adalah persiapan untuk bertahan dalam kelelahan dan kebosanan. Persiapan untuk tidak mengharapkan sesuatu apapun dari ‘Transformers: AoE’. Persiapan tersebut memang bukan tanpa alasan. Apalagi durasi ‘Transformers: AoE’ yang mencapai 165 menit yang memang sangat berpotensi menimbulkan kelelahan. Sama seperti ketiga film sebelumnya yang sangat sukses membuat saya sangat kelelahan (apalagi ditonton secara maraton). Berapa kali saya ketiduran saking lelahnya melihat logam-logam raksasa itu bertarung.
Seperti yang kita tahu, Bay dan ‘Transformers’-nya ini memang selalu mendapat nada-nada negatif di kalangan penikmat film. Entah itu kritikus, penggemar maupun penonton biasa. Pada dasarnya ‘Transformers’ itu memang tidak menawarkan apapun selain pertarungan para robot. Coba tengok tiga film sebelumnya. Semuanya hanya tentang pertarungan Autobots dan Decepticons. Nothing more, nothing less. Plot? Don’t asking! Trilogi Transformers ini memang tidak mempunyai isi apa-apa dari segi cerita. Sangat, sangat tidak berisi a.k.a kosong melompong. Tidak punya esensi sama sekali. Akting pemainnya juga sama tak berisinya. Namun ada sesuatu dari Michael Bay yang mungkin tidak dipunyai sutradara lain. Hobinya yang senang meluluhlantakkan kota, ledakan-ledakan super over dan segala ke (le)Bay-an lainnya, selalu dibuat dengan visual yang sangat artistik. Dan selalu mengalami peningkatan dari seri ke serinya.
Bicara film Transformers itu seru sebenarnya. Kasusnya mungkin kurang lebih sama kayak ‘Twilight’. Di satu sisi selalu benci, tapi disisi lain juga tidak pernah sepi penonton. Bahkan ‘Transformers: AoE’ ini memecahkan rekor boxoffice Amerika sebagai film berpenghasilan terbesar tahun 2014 di minggu pertamanya (100 juta dolar). Heran juga saya. Mungkin Michael Bay ada benarnya juga ketika bilang bahwa biarlah filmnya dibenci toh pada akhirnya mereka nonton juga. Dari sana saya jadi sadar bahwa ternyata benci itu bentuk lain dari peduli. Bentuk lain dari menunjukkan rasa perhatian berlebih. 


Michael Bay memang pernah bilang bahwa ‘Transformers: AoE’ adalah startup dari sebuah trilogi baru yang akan membawa dunia ‘Transformers’ ke dalam era baru. Hal tersebut bisa saja sedikit memberi harapan baru juga buat para penonton. Namun saya sudah tidak percaya lagi. Dan terbukti, ‘Transformers: AoE’ langsung banjir kritik pas rilis di minggu pertamanya. Maka dari itu, ketika saya memutuskan menonton film ini, saya tidak mengharapkan apapun dari film ini. Tidak peduli sama cerita, naskah, karakter ataupun akting. Tidak berusaha menemukan kelemahannya termasuk plot hole. Tidak juga membandingkan film ini dengan film sebelumnya. Saya hanya ingin hiburan. Saya ingin adegan action yang dahsyat dengan skala besar. Pertarungan robot, kehancuran, ledakan dan kota yang luluh lantak dalam balutan visual fantastis.
Overall, tidak ada yang baru sebenarnya dari ‘Transformers: AoE’. Benang merahnya masih sama seperti yang dulu. Cuma mengganti pemain saja. Soal visual, Bay sudah pasti jagonya. Selebihnya, sama klisenya. Sama berantakannya. Sama payahnya kayak yang sudah-sudah. Namun untungnya film ini masih punya Dinobots dan Lockdown yang jadi pembeda. Saya gak tahu apa jadinya ‘Transformers: AoE’ kalau tidak ada mereka. Terus ada juga Nicola Peltz yang berhasil jadi pemanis yang pas disini (tanpa melihat perannya). Sosoknya yang lebih muda terlihat lebih fresh saja buat saya dibanding Megan Fox ataupun Rossie Huntington. Dan untungnya, Peltz juga tidak terlalu banyak menonjolkan lekuk tubuhnya seperti leading lady sebelumnya.


Kalau dibilang rame? Ya rame. Terhibur? Ya saya terhibur. Toh saya tidak pernah mengharapkan apapun dari film ini (udah bilang berapa kali nih?). Dan memang harus saya akui adegan aksi, desain-desain robot yang lebih ok sampai lansekap-lansekap yang tersaji disini memberi keseruan tersendiri buat saya. Namun ternyata biarpun begitu film ini tetap saja masih terasa melelahkan. Memang tidak melelahkan dalam stadium 4. Tapi durasi 165 menitnya itu lumayan terasa lamanya. Untung mata saya masih mampu dimanjakan dengan visual yang semakin canggih saja. Meskipun tidak mencapai eye-gasm tapi setidaknya mampu membuat saya tak beranjak dari tempat duduk.  Dan yang terpenting adalah ‘Transformers: AoE’ ini tidak sampai membuat saya dongkol dan kesal ketika keluar pintu bioskop.


Terlepas dari itu semua, saya justru dibuat lumayan penasaran sama sekuel ‘Transformers: AoE’ nanti. Sosok misterius ‘The Creator’ yang disebut Lockdown dan Optimus Prime itu siapa sebenarnya. Apalagi di ending kita bisa lihat Optimus Prime yang terbang ke angkasa meninggalkan bumi. Itu bisa dijadikan petunjuk bahwa di sekuelnya nanti, bumi tidak akan dijadikan lagi arena pertarungan para robot Hasbro ini. Mungkin inilah yang disebut Bay sebagai era baru ‘Transformers’. Dan memang sudah saatnya ‘Transformers’ melakukannya. Menaikkan level dan memperluas skalanya. Tidak hanya berkutat disitu saja. Ya, sebelum para penonton semakin muak.
Hasilnya gimana? Kita tunggu saja 2016 nanti. Yang pasti kunci nonton film-film ‘Transformers’ itu sederhana. Jadikan dia sekedar hiburan semata tanpa perlu menaruh harapan berlebih walau itu hanya sedikit. Terima dan maklumi saja gaya Michael (le)Bay yang seperti itu. Karena memang itulah dia dan selamanya (mungkin) dia akan begitu.

0 comments