Wednesday, July 9, 2014

About Movie: Noah (2014)




“The beginning! The beginning of everything!”
- Noah -

Noah adalah salah satu film yang masuk daftar tunggu saya di tahun 2014 ini. Ada dua alasan kenapa film ini menjadi ditunggu buat saya. Pertama, karena ada nama Darren Aronofsky yang mengisi spot director untuk film ini. Seperti yang kita tahu Darren Aronofsky termasuk salah satu director yang punya signature khas dalam film-filmnya. Coba saja tengok ‘Requiem for a Dream’, ‘The Wrestler’ atau ‘Black Swan’. Kedua, karena film ini mengisahkan seseorang yang besar, seseorang yang ketika saya kecil sering mendengar kisahnya. Salah satu Nabi Allah yaitu Nabi Nuh.
Membawa tema religi dalam dunia film memang susah karena hampir pasti menimbulkan tingkat sensitifitas yang cukup tinggi. Apalagi kalau kisah tersebut diambil dari seorang pembawa pesan Tuhan kepada umat manusia yang sudah tertera dalam Al Kitab. Buat kita-kita yang masih fanatik, kontroversi tentu tak akan bisa diindahkan. Termasuk saya ketika menonton film ini pertama kali. Meskipun dari jauh-jauh hari Darren Aronofsky sudah bilang bahwa kisah ini tidak murni menyadur dari Al Kitab. Melainkan melakukan adaptasi bebas dan menambahkan element-element fantasi untuk memberikan kesan hiburannya. Tapi tetap saja kontroversi tersebut tak bisa dihindari dan menyebabkan film ini mendapat berbagai kecaman dan larangan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dari sana saya berkesimpulan. Jadi, sebelum menonton ‘Noah’ kita harus memposisikan pandangan kita dulu pada film ini. Apakah kita menontonnya murni sebagai hiburan semata. Seperti halnya film-film yang kita tonton tanpa mempedulikan sosok Noah itu sendiri atau justru sebaliknya.


Sebagai sebuah hiburan, film ini memang tampil cukup baik. Dana sebesar 130 juta dolar yang digelontorkan untuk film ini memang tidak disia-siakan. Hasilnya, sebuah parade visual efek dan CGI cantik yang bekerja cukup baik untuk membuat kita tetap terduduk. ‘Noah’ memang film ambisiusnya Darren tapi kalau dibilang karya terbaiknya, rasanya bukan. Alasannya sederhana, plot yang dihadirkan disini terkesan terlalu bermain aman. Tidak ada hal istimewa yang benar-benar mengikat penonton untuk ikut larut dalam suasana. Bukan berarti jelek, hanya saja karena ini filmnya Darren Aronofsky, jadinya ada semacam ekspektasi lebih yang saya harapkan dari film ini.
Dan sebagai sebuah bilbical story, ekspektasi kita adalah setidaknya ‘Noah’ mampu memberi inspirasi spiritual lewat kisahnya. Namun justru aspek ini malah terkesan kurang menonjol. Selain rasa fanatisme yang mengganggu kenikmatan saya menonton film ini (meskipun sudah saya coba kesampingkan tapi tetap tak bisa). Overall, film ini tidak sanggup memberikan efek spiritual yang besar buat saya. Dalam arti, hubungan intim manusia dan Tuhan disini kurang tergali sehingga auranya kurang begitu terasa.
Daripada tampil sebagai sosok Nabi kekasih Tuhan, Darren Aronofsky memang memilih menempatkan sosok Noah tersebut sebagai sosok manusia biasa. Seorang kepala keluarga yang dihadapkan pada konflik batin terhadap apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Namun itu bukanlah kelemahan karena justru itulah nilai plusnya ‘Noah’. Karakter yang diperankan oleh Russel Crowe ini berhasil tampil membawa sentuhan emosi khas film-film Darren Aronofsky yang kita kenal. Dan saya rasa disinilah moment manisnya.
Pada akhirnya, saya memandang film ini murni sebagai hiburan berkonsep religius semata. Membuang jauh-jauh sosok Nabi Nuh yang saya yakini di film ini. Menyimpan sejenak fanatisme yang ada. Dan memandang ‘Noah’ sebagai sebuah film yang kisahnya meminjam dari kisah Nabi Nuh. Hasilnya, sebuah film drama-adventure yang tampil cukup menyenangkan. Lengkap dengan berbagai element fantasinya. Apalagi ada dukungan sisi teknis yang tampil ciamik dalam balutan visual efek dan CGI. Dan walaupun tampil tidak terlalu menonjol, aspek religius yang dihadirkan disini sudah tampil cukup berimbang. Dan sudah cukup memberi penontonnya sebuah bahan renungan.

0 comments