Sebelumnya,
‘Catatan Akhir Kuliah’ telah selesai saya baca dan sudah di review pula secara amatir (lihat disini). Buku yang
mencurahkan kegalauan seorang mahasiswa telat lulus dengan skripsinya
yang tak selesai-selesai ini (walaupun
pada kenyataannya lebih banyak curhat soal cewek idamannya dibanding urusan
skripsi) telah diadaptasi menjadi sebuah film dengan judul sama beberapa
waktu lalu. Namun maaf saya tidak menontonnya (walau sudah baca bukunya). Maklum saja, saya memang masih
pilih-pilih untuk urusan nonton film di bioskop.
Mungkin
benar adanya jika hidup ini adalah tentang pertanyaan “kapan?” Dan hidup ini
adalah tentang bagaimana kita berani dan bisa menjawab serta membuktikan
pertanyaan “kapan?” tersebut. Sam (@maulasam) kembali membawa ide ini dalam buku
keduanya. Setelah berhasil menjawab pertanyaan kapan lulusnya dengan wisuda. Kini
ia kembali dihadapkan pada pertanyaan tingkat lanjut yang sudah naik level dari
sebelumnya.
Menjadi
seorang fresh graduate memang bukan perkara
sederhana. Menjadi fresh graduate
bukan berarti hidup kita akan lebih terjamin karena telah lulus dari
universitas. Justru inilah awal dari kita memulai segalanya. Disinilah kita
dihadapkan pada berbagai dilema dan problematika hidup yang akan kita hadapi. Lika-liku
hidup pada fase ini menurut saya sangat menarik dan potensial. Tak salah bila Sam
membawa premis ini untuk buku keduanya. Dengan genre humornya, harusnya buku
ini bisa jadi bacaan menyenangkan.
Harus
saya akui, saya cukup senang dan terhibur ketika membaca sepertiga bagian awal buku
ini. Selain kembali diajak bernyinyir-nyinyir ria dan menertawakan diri
sendiri, kita juga diajak merenung dan berpikir tentang pilihan apa yang akan
kita pilih selepas lulus nanti. Cukup menyenangan buat saya. Quotable pula. Gaya penulisannya mungkin
tidak berbeda jauh dengan yang pertama. Namun di ‘Catatan Akhir Kuliah 2.0’,
saya merasa penulis telah mengalami banyak perubahan. Seperti ada pendewasaan
dalam tulisannya. Saya merasakan sekali hal itu. Setidaknya di sepertiga bagian
awal yang boleh saya bilang sebagai bagian terbaik dari ‘Catatan Akhir Kuliah 2.0’.
Namun
seperti yang saya sesalkan dari buku pertamanya. Penulis kembali membawa kisah
asmaranya yang selalu membuat interest
saya menurun. Dan lagi, kisah asmara ini bertindak lebih seperti
inti isi buku dibanding bertindak sebagai pendukungnya. Kembali merasa dejavu dengan ketidakkonsistenan bertutur
jika melihat premisnya. Kadang saya berpikir, jangan-jangan premis galau sebelum
lulus dan galau sesudah lulus disini hanya kamuflase untuk menutupi premis
besarnya, galau soal asmara. Beruntungnya penulis begitu mengagung-agungkan
status jomblo. Salute for u, man!
Actually, saya tidak benci kisah asmara
dalam sebuah buku. Tapi.., nggak tahu ya, saya tidak terlalu tertarik dengan
kisah asmara di buku ini. Mungkin terasa kurang pas saja dengan materi dan
premis bukunya yang sesungguhnya begitu potensial. Dan jujur, saya tidak pernah
ingin tahu kelanjutan hubungan Sam dan kodok yang kata orang membuat penasaran.
Malah saya tak peduli sama sekali untuk urusan itu. Tapi memang harus saya
sadari jika kisah asmara masih jadi primadona jualan paling ampuh dinegeri ini.
Permasalahan-permasalahan
umum selepas lulus kuliah yang diangkat disini adalah bagian paling
menyenangkannya. Sederhana tapi begitu personal. Permasalahan
susahnya mencari kerjaan (apalagi dengan
IPK seadanya), ketakutan akan menjadi pengangguran, permasalahan batin sama
diri sendiri karena harus mengadu idealisme dan realitas, permasalahan dengan
orang tua mainstream yang suka
berekspektasi sekenanya, permasalahan dengan lingkungan sekitar tatkala melihat
sarjana baru, permasalahan dengan timeline
socmed yang isinya kesuksesan teman-teman yang bikin ngenes dan seabrek
permasalahan lain selepas resmi menyandang gelar sarjana, sangatlah menarik
untuk diangkat. Sayang itu hanya diawal saja. Seandainya buku ini lebih
memfokuskan problematika itu, menggalinya lebih dalam dan mengesampingkan
asmara penulis hanya sebagai pemanis saja, saya yakin ‘Catatan Akhir Kuliah 2.0’
akan jauh lebih menyenangkan. Apalagi dengan gaya humor sekarepdeweknya (yang tak pernah saya pedulikan garing atau
nggak-nya).
Overall, ‘Catatan Akhir Kuliah 2.0’ tidak jauh
berbeda seperti buku pertamanya. Tetap ringan dan santai. Masih menawarkan
curhatan random seorang Sam Maulana
dengan gaya humornya. Bedanya, ‘Catatan Akhir Kuliah 2.0’ tidak berurusan lagi dengan skripsi,
melainkan setelahnya, persoalan yang jauh lebih gede. Premisnya (sesungguhnya) begitu
potensial untuk menjadi bacaan yang menyenangkan. Namun sayang kisah asmara
kembali merampok potensi itu. Sepertiga awal adalah bagian terbaiknya.
0 comments
Post a Comment