Tuesday, September 29, 2015

Catatan Nonton #September’15

‘Catatan Nonton’ untuk bulan Agustus saya beri label khusus 'Spesial Film Indonesia' yang memang saya dedikasikan untuk melihat kembali betapa banyaknya film-film Indonesia yang bagus. Dan dibulan September ini ‘Catatan Nonton’ kembali ke format reguler. Merangkum catatan tentang film yang telah ditonton selama satu bulan lewat kumpulan review-review pendek. Dan dikarenakan bulan Agustus kemarin edisinya spesial, maka film-film yang sempat saya tonton di bulan Agustus akan saya masukkan disini. Berikut film-film yang masuk kantong ‘Catatan Nonton’ edisi ke-21 September 2015. Gambar dari sini ya!

The Divergent Series: Insurgent (2015) (02/08/15)


Short review:
Saya sengaja menghindari membaca ‘Insurgent’, mengingat pengalaman sebelumnya, menonton Divergent (2014) ternyata kurang begitu memuaskan setelah membaca bukunya terlebih dulu. Lalu yang terjadi dengan ‘Insurgent’ ternyata tidak jauh berbeda dengan predesesornya. ‘Insurgent’ sendiri bisa tampil menarik jika berkaca pada ending ‘Divergent’ yang menggantung dan penuh pertanyaan itu. Dan jika diluar sana banyak yang bilang ‘Insurgent’ itu membosankan, itu tidak sepenuhnya salah. Toh yang terjadi memang demikian. Yang membuatnya tetap bertahan dari kebosananan adalah karena sebagai penonton kita butuh jawaban tentang sosok Divergent yang dianggap berbahaya itu. Selain aspek visual dispersi yang begitu mendominasi yang memanjakan mata. Ya, kita tunggu saja bagaimana petualangan Tris dkk selanjutnya diluar tembok lewat ‘Allegiant’ dan ‘Ascendant’.
Skor: 3/5

We Need to Talk About Kevin (2011) (09/08/15)


Short review:
Saya kira ini film horor, ternyata bukan. ‘We Need to Talk About Kevin’ adalah film drama tentang hubungan ibu dan anak. Tapi saya merasakan nuansa yang begitu horor dari film ini bahkan semenjak detik pertama bergulir. Jujur saya jarang merasakan aura seram dalam film bahkan dari film horor sekalipun. Tapi ‘We Need to Talk About Kevin’ berhasil membuat saya begidik. Rasa horornya benar-benar mengalahkan film-film yang memang bergenre horor. Mungkin film ini akan menjadi relatif ketika menyebut kata ‘horor’ itu sendiri. Tapi saya jamin, jika sedari awal menonton sudah terkoneksi dengan film ini, rasa itu pasti terasa. Imajinasi, mungkin itulah kuncinya. Mimpi buruk para ibu.
Skor: 4,5/5

The Book of Life (2014) (13/08/15)


Short review:
Ada nama Guillermo del Toro yang duduk sebagai produser membuat kita sedikit berharap pada sisi visual yang bakalan unik dan imajinatif. Dan terbukti, aspek visual ‘The Book of Life’ itu juara. Bahkan bukan hanya visualnya saja yang unggul, ‘The Book of Life’ mampu bercerita dengan begitu menyenangkan meskipun menawarkan kisah yang sebenarnya sederhana. Sebagai penonton, saya merasa menonton ‘The Book of Life’ itu seperti mendengar dongeng bergambar yang dibacakan pendongeng bernama Jorge R. Gutierrez. Benar-benar terbawa oleh dunianya yang penuh warna dan fantasi. Temanya yang sedikit gelap pun masih ramah dan bisa dinikmati kalangan penonton cilik. Dan satu lagi yang tak boleh dilupakan yaitu soundtrack-nya yang bertaburan lagu manis nan romantis.
Skor: 4/5

Inside Out (2015) (24/08/15)


Short review:
Film ini bagus banget! Udah gitu aja.
Review lengkapnya bisa dilihat disini.
Skor: 5/5

Southpaw (2015) (30/08/15)


Short review:
‘Southpaw’ mungkin tidak akan jauh berbeda dengan film bertema olahraga pada umumnya (atau tinju spesifiknya). Bagian ending pun rasanya sudah bisa ditebak akan seperti apa. Kalau tidak menang dramatis, tentu kalah dengan terhormat. Lalu apalagi yang akan ditawarkan Antoine Fuqua yang berhasil mempermak Jake Gyllenhal menjadi lebih kekar dan berotot ini? Jawabannya tidak ada yang baru sebenarnya. ‘Southpaw’ menyoroti kisah seorang petinju berlabel juara yang harus jatuh pada titik terendah yang kemudian kembali berjuang meraih kejayaannya seperti dulu. Familiar bukan? Tapi bukankah kita selalu tertarik dengan template kisah klise semacam itu? Dan ditangan Fuqua, ‘Southpaw’ tetap menjadi film olahraga keras sekeras tinju itu sendiri. Penuh pukulan menyakitkan namun tetap menyisakan harapan. Dan Jake Gyllenhal, semakin meyakinkan kita bahwa dia memang aktor berbakat.
Skor: 3,5/5

San Andreas (2015) (31/08/15)


Short review:
Sebagai disaster movie yang membawa gempa bumi sebagai biang keladinya, ‘San Andreas’ memang berhasil tampil memuaskan (baca: menghibur). Gempa bumi berskala masif ini berhasil menimbulkan kengerian dimata penonton. Potret-potret kengerian dalam pose kehancuran pun berhasil dituangkan dalam visual yang memukau. Porsi dramanya memang tidak sampai pada taraf yang spesial, tapi tak mengapa, sedari awal kita harusnya sudah sadar bahwa ‘San Andreas’ adalah film yang diperuntukkan untuk memeriahkan musim blockbuster. Menghibur lewat sajian efek visual saja rasanya sudah  jadi ekpektasi paling konkret untuk film semacam ini. Dan ‘San Andreas’ bersama sang The Rock telah melakukannya dengan baik. Btw, Alexandra Daddario disini, gimana gitu ya? Haha.
Skor: 3,5/5

Z for Zachariah (2015) (06/09/15)


Short review:
Mari kita lihat sekilas tentang ‘Z for Zachariah’ yang disutradarai Craig Zobel. Film ini hanya dibintangi 3 (tiga) orang pemain saja, Margot Robbie, Chiwetel Ejiofor dan Chris Pine. Meskipun membawa tema post-apocalypse, kita tidak akan melihat proses kepunahan manusia akibat serangan zombie, virus atau radiasi radioaktif akibat perang nuklir seperti yang diperbincangkan para tokohnya. Tidak ada konflik yang besar antarkarakter. Kita hanya akan diperlihatkan ketiga karakter yang saling bertemu, berbincang tentang eksistensinya sebagai manusia yang selamat dari bencana. Element sci-fi-nya pun tidak seperti yang umum sering kita dengar. Sepintas mungkin terdengar tidak menarik, tapi ada pesan yang ingin disampaikan lewat kesederhanaan film ini. Disitulah letak kekuatannya, kesederhanaan. Yang mungkin menjadi kekurangan adalah hubungan ketiga karakter itu sendiri. Interaksi ketiganya seperti kurang maksimal sehingga kesan emosional pun kurang sampai pada penonton.
Skor: 3,5/5

Jurassic World (2015) (11/09/15)


Short review:
Sebuah guilty pleasure buat saya. Karena saya tidak berekspektasi apapun tentang ‘Jurassic World’. Dan hasilnya, sebuah film yang benar-benar menghibur dari semua sisi. Terlebih ‘Jurassic World’ berhasil menyajikan sisi homage yang menghormati pendahulunya Jurassic Park (1993) yang mampu mengajak kita bernostalgia pada masa itu. Sekali lagi, film ini benar-benar menghibur. Salah satu contoh film summer blockbuster yang bisa menerjemahkan kata blockbuster itu sendiri.
Skor: 3,75/5

Self/less (2015) (23/09/15)


Short review:
Tarsem Singh membawa premis akan manusia-manusia lancang yang mencurangi takdir Tuhan. Konsepnya sebenarnya menarik tentang bagaimana manusia-manusia yang haus akan keabadian hidup dan menolak yang namanya kematian. Perkenalannya pun berjalan baik, kita mulai diperlihatkan tentang sistem pergantian tubuh ala dokter Albright. Dan itu menarik. Namun menginjak pertengahan sampai credit scene bergulir, ‘Self/less’ seperti kehilangan pesona awalnya dan berubah menjadi film action yang sebenarnya sudah sering kita lihat di film-film yang lain. Sangat disayangkan, padahal element sci-fi-nya bisa digali lebih dalam dibandingkan harus merubah haluannya dengan berbagai adegan aksi medioker.
Skor: 2,75/5

0 comments