‘Catatan
Nonton’ untuk bulan Agustus saya beri label khusus 'Spesial Film Indonesia' yang memang saya dedikasikan untuk melihat kembali betapa banyaknya film-film
Indonesia yang bagus. Dan dibulan September ini ‘Catatan Nonton’ kembali ke
format reguler. Merangkum catatan tentang film yang telah ditonton selama satu
bulan lewat kumpulan review-review pendek. Dan dikarenakan bulan Agustus
kemarin edisinya spesial, maka film-film yang sempat saya tonton di bulan
Agustus akan saya masukkan disini. Berikut film-film yang masuk kantong
‘Catatan Nonton’ edisi ke-21 September 2015. Gambar dari sini ya!
The
Divergent Series: Insurgent (2015) (02/08/15)
Short
review:
Saya
sengaja menghindari membaca ‘Insurgent’, mengingat pengalaman sebelumnya,
menonton Divergent (2014) ternyata kurang begitu memuaskan setelah membaca
bukunya terlebih dulu. Lalu yang terjadi dengan ‘Insurgent’ ternyata tidak jauh
berbeda dengan predesesornya. ‘Insurgent’ sendiri bisa tampil menarik jika
berkaca pada ending ‘Divergent’ yang
menggantung dan penuh pertanyaan itu. Dan jika diluar sana banyak yang bilang
‘Insurgent’ itu membosankan, itu tidak sepenuhnya salah. Toh yang terjadi
memang demikian. Yang membuatnya tetap bertahan dari kebosananan adalah karena
sebagai penonton kita butuh jawaban tentang sosok Divergent yang dianggap
berbahaya itu. Selain aspek visual dispersi yang begitu mendominasi yang
memanjakan mata. Ya, kita tunggu saja bagaimana petualangan Tris dkk
selanjutnya diluar tembok lewat ‘Allegiant’ dan ‘Ascendant’.
Skor:
3/5
We
Need to Talk About Kevin (2011) (09/08/15)
Short
review:
Saya
kira ini film horor, ternyata bukan. ‘We Need to Talk About Kevin’ adalah film
drama tentang hubungan ibu dan anak. Tapi saya merasakan nuansa yang begitu horor
dari film ini bahkan semenjak detik pertama bergulir. Jujur saya jarang
merasakan aura seram dalam film bahkan dari film horor sekalipun. Tapi ‘We Need
to Talk About Kevin’ berhasil membuat saya begidik. Rasa horornya benar-benar
mengalahkan film-film yang memang bergenre horor. Mungkin film ini akan menjadi
relatif ketika menyebut kata ‘horor’ itu sendiri. Tapi saya jamin, jika sedari
awal menonton sudah terkoneksi dengan film ini, rasa itu pasti terasa. Imajinasi,
mungkin itulah kuncinya. Mimpi buruk para ibu.
Skor:
4,5/5
The
Book of Life (2014) (13/08/15)
Short
review:
Ada
nama Guillermo del Toro yang duduk sebagai produser membuat kita sedikit
berharap pada sisi visual yang bakalan unik dan imajinatif. Dan terbukti, aspek
visual ‘The Book of Life’ itu juara. Bahkan bukan hanya visualnya saja yang
unggul, ‘The Book of Life’ mampu bercerita dengan begitu menyenangkan meskipun
menawarkan kisah yang sebenarnya sederhana. Sebagai penonton, saya merasa
menonton ‘The Book of Life’ itu seperti mendengar dongeng bergambar yang
dibacakan pendongeng bernama Jorge R. Gutierrez. Benar-benar terbawa oleh
dunianya yang penuh warna dan fantasi. Temanya yang sedikit gelap pun masih
ramah dan bisa dinikmati kalangan penonton cilik. Dan satu lagi yang tak boleh
dilupakan yaitu soundtrack-nya yang
bertaburan lagu manis nan romantis.
Skor:
4/5
Inside
Out (2015) (24/08/15)
Short
review:
Film
ini bagus banget! Udah gitu aja.
Review
lengkapnya bisa dilihat disini.
Skor:
5/5
Southpaw
(2015) (30/08/15)
Short
review:
‘Southpaw’
mungkin tidak akan jauh berbeda dengan film bertema olahraga pada umumnya (atau
tinju spesifiknya). Bagian ending pun
rasanya sudah bisa ditebak akan seperti apa. Kalau tidak menang dramatis, tentu
kalah dengan terhormat. Lalu apalagi yang akan ditawarkan Antoine Fuqua yang
berhasil mempermak Jake Gyllenhal menjadi lebih kekar dan berotot ini?
Jawabannya tidak ada yang baru sebenarnya. ‘Southpaw’ menyoroti kisah seorang
petinju berlabel juara yang harus jatuh pada titik terendah yang kemudian
kembali berjuang meraih kejayaannya seperti dulu. Familiar bukan? Tapi bukankah
kita selalu tertarik dengan template
kisah klise semacam itu? Dan ditangan Fuqua, ‘Southpaw’ tetap menjadi film
olahraga keras sekeras tinju itu sendiri. Penuh pukulan menyakitkan namun tetap
menyisakan harapan. Dan Jake Gyllenhal, semakin meyakinkan kita bahwa dia
memang aktor berbakat.
Skor:
3,5/5
San
Andreas (2015) (31/08/15)
Short
review:
Sebagai
disaster movie yang membawa gempa
bumi sebagai biang keladinya, ‘San Andreas’ memang berhasil tampil memuaskan
(baca: menghibur). Gempa bumi berskala masif ini berhasil menimbulkan kengerian
dimata penonton. Potret-potret kengerian dalam pose kehancuran pun berhasil dituangkan
dalam visual yang memukau. Porsi dramanya memang tidak sampai pada taraf yang
spesial, tapi tak mengapa, sedari awal kita harusnya sudah sadar bahwa ‘San
Andreas’ adalah film yang diperuntukkan untuk memeriahkan musim blockbuster. Menghibur lewat sajian efek
visual saja rasanya sudah jadi ekpektasi
paling konkret untuk film semacam ini. Dan ‘San Andreas’ bersama sang The Rock telah
melakukannya dengan baik. Btw,
Alexandra Daddario disini, gimana gitu ya? Haha.
Skor:
3,5/5
Z
for Zachariah (2015) (06/09/15)
Short
review:
Mari
kita lihat sekilas tentang ‘Z for Zachariah’ yang disutradarai Craig Zobel.
Film ini hanya dibintangi 3 (tiga) orang pemain saja, Margot Robbie, Chiwetel
Ejiofor dan Chris Pine. Meskipun membawa tema post-apocalypse, kita tidak akan melihat proses kepunahan manusia
akibat serangan zombie, virus atau radiasi radioaktif akibat perang nuklir
seperti yang diperbincangkan para tokohnya. Tidak ada konflik yang besar antarkarakter.
Kita hanya akan diperlihatkan ketiga karakter yang saling bertemu, berbincang
tentang eksistensinya sebagai manusia yang selamat dari bencana. Element sci-fi-nya pun tidak seperti yang umum
sering kita dengar. Sepintas mungkin terdengar tidak menarik, tapi ada pesan
yang ingin disampaikan lewat kesederhanaan film ini. Disitulah letak
kekuatannya, kesederhanaan. Yang mungkin menjadi kekurangan adalah hubungan
ketiga karakter itu sendiri. Interaksi ketiganya seperti kurang maksimal
sehingga kesan emosional pun kurang sampai pada penonton.
Skor:
3,5/5
Jurassic
World (2015) (11/09/15)
Short
review:
Sebuah
guilty pleasure buat saya. Karena
saya tidak berekspektasi apapun tentang ‘Jurassic World’. Dan hasilnya, sebuah
film yang benar-benar menghibur dari semua sisi. Terlebih ‘Jurassic World’
berhasil menyajikan sisi homage yang
menghormati pendahulunya Jurassic Park (1993) yang mampu mengajak kita
bernostalgia pada masa itu. Sekali lagi, film ini benar-benar menghibur. Salah
satu contoh film summer blockbuster yang
bisa menerjemahkan kata blockbuster
itu sendiri.
Skor:
3,75/5
Self/less
(2015) (23/09/15)
Short
review:
Tarsem
Singh membawa premis akan manusia-manusia lancang yang mencurangi takdir Tuhan.
Konsepnya sebenarnya menarik tentang bagaimana manusia-manusia yang haus akan
keabadian hidup dan menolak yang namanya kematian. Perkenalannya pun berjalan
baik, kita mulai diperlihatkan tentang sistem pergantian tubuh ala dokter
Albright. Dan itu menarik. Namun menginjak pertengahan sampai credit scene bergulir, ‘Self/less’
seperti kehilangan pesona awalnya dan berubah menjadi film action yang sebenarnya sudah sering kita lihat di film-film yang
lain. Sangat disayangkan, padahal element sci-fi-nya
bisa digali lebih dalam dibandingkan harus merubah haluannya dengan berbagai
adegan aksi medioker.
Skor:
2,75/5
0 comments
Post a Comment