Apa
kabar hari ini?
Lihat
tanda tanya itu
Jurang
antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi
Semenjak
muncul mini drama AADC versi Line tahun 2014 lalu, masyarakat Indonesia dibuat
heboh dan baper tingkat nasional karena “Sang
Rangga yang Legendaris” telah kembali. Antusiasme masyarakat yang pernah
tumbuh bersama kisah Galih & Ratna versi modern ini seakan membuat efek
nostalgia yang begitu kentara. Bagaimana tidak, kisah Rangga & Cinta adalah
wujud potret yang mampu mewakili kisah muda dimasanya. Bersanding dengan
kualitas AADC yang harus diakui sebagai salah satu drama romansa remaja terbaik
yang pernah dimiliki negeri ini. Respon orang begitu beragam, sebagian
diantaranya adalah menuntut kejelasan akan hubungan Rangga & Cinta yang
masih menggantung dalam satu purnama.
Saya
termasuk orang yang tak berharap AADC akan memiliki sekuel. Bahkan menurut saya
AADC mending tak usah dibuat sekuelnya. Waktu
AADC versi lain masih booming, saya sempat menulis tentang hal ini disini.
Namun keinginan yang lebih besar dari khalayak akan kejelasan hubungan Rangga
& Cinta membuat Mira Lesmana pun tergerak untuk memberikan jawabannya.
Bersama Riri Riza sang partner setia yang didapuk sebagai sutradara, Mira
Lesmana mengabulkan harapan banyak orang dengan sebuah sekuel. Sebuah teaser
dan trailer cukup berhasil menarik atensi penonton untuk mengetahui arah hubungan
yang akan dibawa Rangga dan Cinta.
Tidak
ada New York hari ini
Tidak
ada New York kemarin
Aku
sendiri dan tidak berada di sini
Semua
orang adalah orang lain
Mungkin
memang harus disadari bahwa AADC 2 dibuat hanya sebagai wujud fan service bagi penggemarnya. Atau
perayaan atas euforia yang tertunda setelah 14 tahun lamanya. Atau hanya
sekedar pelepas rindu dan ajang nostalgia bagi mereka yang pernah punya cerita
dengan kisahnya. Namun biarpun begitu, tak lantas harus para pembuatnya
mengesampingkan aspek penting dalam sebuah medium yang bercerita, yakni
cerita. Harus diakui plot yang dirangkai AADC 2 tidak sesolid sebelumnya. Tidak
masalah jika premisnya sederhana. Saya juga tidak terlalu mempermasalahkan
semua serba kebetulan yang terjadi. Namun AADC 2 benar-benar menderita di penceritaannya.
Sesungguhnya
saya mencoba menutup mata akan hal ini. Namun masih terasa karena hal itu cukup
mengganggu. Puncaknya adalah ketika Rangga & Cinta mengakhiri sesi
jalan-jalan ala Trilogi Before-nya Richard Linklater. Meski sedari awal aroma
klise dan cheesy sudah terasa tapi
disinilah titik tolak klimaksnya. Keklisean dan ke-cheesy-annya sudah berada pada level super. Saya benar-benar merasa
bosan dan sempat bertanya dalam hati, kapan film ini akan berakhir? Ditambah
dua adegan yang benar-benar menambah level ke-cheesy-an AADC 2 semakin menjadi.
[Spoiler] Pertama,
Cinta yang mengendarai mobil dan hampir kecelakaan. Kedua, Cinta yang telah
jauh-jauh ke Amerika melihat Rangga sedang berpelukan dengan seorang perempuan.
Cinta marah dan pergi. Come on, man! Diantara
banyaknya alternatif adegan kenapa Riri Riza harus memilih itu. Saya sedang
tidak menonton FTV atau sinetron yang beratus-ratus episode itu kan? Oke lah
jika ini hanya film drama romansa Indonesia kebanyakan yang senantiasa mengurai
ke-cheesy-an, namun yang kita
bicarakan disini adalah AADC. Sebuah film yang memiliki segudang moment menyenangkan dan mengharukan. Yang
begitu melekat dibenak orang-orang namun tetap memiliki kesan elegan yang kuat.
Ending AADC versi lain masih lebih
keren menurut saya.
Dan
sebenarnya, bukan masalah tentang bagaimana ending-nya
tapi lebih kepada prosesnya yang terlampau klise dan cheesy untuk ukuran film sekelas AADC. Jika AADC 2 adalah wujud
permintaan maaf Mira Lesmana dan tim karena sudah membuat semua orang menunggu selama
14 tahun lamanya. Maka ini adalah jawaban paling klise yang pernah dibuat
mereka. Bukankah Cinta juga geram dengan jawaban dan ucapan-ucapan klise yang
tak mau ia dengar?
Jendela
terbuka dan masa lampau memasukiku sebagai angin
Meriang,
meriang, Aku meriang
Kau
yang panas di kening. Kau yang dingin di kenang
Tapi
tenang, AADC 2 tidak seburuk itu koq. Setidaknya kita masih bisa menemukan
hal-hal yang membuat kita relate
dengan kisah ini. Baik Mira Lesmana, Riri Riza maupun Prima Rusdi sebagai
penulis tetap mempertahankan element-element yang penonton cintai dari AADC. Karakter, kisah persahabatan, soundtrack, puisi dan hubungan Rangga
& Cinta itu sendiri masih punya nafas AADC yang kita kenal. Meski di awal
sempat terseok-seok tapi ketika ritmenya mulai saling bertemu, AADC 2 cukup
nyaman dinikmati. Buat yang akrab dengan trilogi Before-nya Richard Linklater
pasti tak sulit untuk menyukai acara jalan berdua Rangga & Cinta. Meski
tidak menyajikan obrolan se-khas dan se-intens Jesse & Celline, Rangga
& Cinta berhasil menciptakan Jesse & Celline versi mereka sendiri.
Potret sudut-sudut Yogyakarta yang terekam mengiringi perjalanan mereka turut
menambah suasana romantis dibalik kesederhanaannya.
Hal
baik dan yang paling menonjol yang membuat AADC 2 memiliki kelasnya sendiri
adalah keberadaan karakter dan pemerannya. Karakter-karakter AADC punya ciri
khas masing-masing yang mudah untuk dicintai. Baik Rangga, Cinta, Karmen,
Milly, Maura, sampai Mamet (minus Alya) tetap menjadi diri mereka seperti yang
kita kenal 14 tahun lalu. Dan melihat mereka telah tumbuh dewasa dari saat
masih berwarna putih-abu adalah hal yang paling menyenangkan disini. Empat
belas tahun tahun jelas bukan waktu yang sebentar. Berbagai peristiwa pasti
telah mewarnai perjalanan mereka dan turut merubah cara pandang mereka menjadi
lebih dewasa. Warna dewasa ini menjadi sisi menarik yang membuat AADC 2 begitu
hidup dalam menggulirkan kisahnya tanpa mengesampingkan ciri masing-masing (meski Cinta mungkin masih memiliki
darah SMA). Keberhasilan ini tentu tidak hanya karena keberadaan karakter AADC yang
ikonik, tapi buah kontribusi para pemerannya yang sukses menghidupkan masing-masing karakter dan menjalin chemistry apik sesama pemain meski sudah tak bersama
sejak 14 tahun. Aspek yang satu ini benar-benar menolong plot AADC 2 secara
keseluruhan.
Aku
seperti menyalami kesedihan lama
yang
hidup bahagia dalam pelukan puisi-puisi Pablo Neruda
Aku
bagai menyelami sepasang kolam yang dalam dan diam di kelam wajahmu
Puisi
bagi AADC sudah seperti jiwa dan raga. Tak bisa lepas. Ketika berbicara tentang
AADC maka kita juga harus berbicara soal puisi. Pun demikian, AADC 2 masih
memiliki puisi-puisi manis yang menemani Rangga bersama kisah hidupnya. Namun
agak sedikit disayangkan, plot AADC 2 yang terlampau cheesy membuat puisi-puisi ini tidak seintim predesesornya. Jangan
salah, puisi-puisi gubahan M. Aan Mansyur adalah karya terbaik yang sangat
pantas menjadi bagian AADC 2. Bahkan M.
Aan Mansyur sanggup memberi kesan Rangga setelah 14 tahun yang kental. Riri
Riza pernah bilang bahwa puisi ini harus bisa merepresentasikan sosok Rangga
setelah 14 tahun kemudian dan M. Aan Mansyur adalah orang yang paling tepat
itu. Itu memang terbukti disini. Dan kalau saya bilang, puisi-puisi M. Aan
Mansyur ini “sadis-sadis”. Serius! Namun kembali lagi, plot utama AADC 2 lah yang
menjadi masalahnya. IMO, membaca puisinya dan berimajinasi sendiri tentang kisah Rangga & Cinta jauh lebih menarik daripada melihat
kisah AADC 2 yang diiringi puisi ini.
Adapun
soundtrack-nya yang masih ditangani
Melly Goeslaw dan Anto Hoed sejujurnya tidak memberi aura yang terlampau dalam.
Nomor-nomor baru yang hadir tidak seintim pendahulunya. Terutama mengenai
liriknya, karena notasi-notasi yang Melly ciptakan masih cukup ampuh menawarkan
suasana. Seperti saat lagu ‘Jangan Ajak-ajak Dia’ jadi backsound, terasa aneh saja terdengarnya. Kurang sweet mungkin liriknya. Lagu-lagu lama
yang turut dihadirkan sepertinya cukup menutupi kekurangan itu.
Mungkin
saya hanya minoritas disini. Mungkin saya juga bukan fans sejati yang tak bisa
menikmati AADC 2 seperti yang dirasakan orang-orang. Atau mungkin saya telah “gagal
paham” dengan penceritaan AADC 2. Seperti yang saya takutkan, sekuel AADC ini
memang tak harus dibuat. Tapi sebagai ajang nostalgia, AADC 2 cukup berhasil
melaksanakan tugasnya menggiring penonton ke arah yang benar. Beruntung karena AADC 2 punya element khas yang kuat lewat karakter, persahabatan geng Cinta, puisi dan hubungan Rangga-Cinta itu sendiri. Tanpa
itu, AADC 2 begitu mudah terlupakan. Jika saja film ini berdiri sendiri, tentu juga
tidak ada yang spesial dari AADC 2. Jangan bandingkan dengan pendahulunya,
karena jelas berbeda. Lagipula tidak layak pula untuk dibandingkan. Sisi lainnya,
AADC 2 mampu memberi hiburan ringan yang bisa berkenan bagi siapapun tanpa terkecuali.
Lebih
dari itu, pujian layak diberi buat Mira Lesmana, Riri Riza dan seluruh tim yang
mau meluangkan waktu untuk membuat penantian 14 tahun orang-orang terjawab. Keseriusan
dan dedikasi mereka layak diapresiasi untuk melepas dahaga para penggemar dan membuat
semuanya terlihat baik. Meski terkesan seperti terlalu
menggampangkan semuanya dan memilih jalur yang lebih ringan untuk memoles AADC
2. Tidak salah, hanya saja, saya tidak menyangka jika sampai seperti itu,
terutama mengenai ending-nya. Dan
cukup, tolong jangan buat sekuel AADC lagi.
Kadang-kadang,
kau pikir
Lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang
Lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang
Jika
ada seorang terlanjur menyentuh inti jantungmu,
mereka
yang datang kemudian hanya akan menemukan kemungkinan-kemungkinan
2 comments
Love it! tapii mz EYD mu mz... di+sini kok disambung-sambung gitu huhu.
but, wait.. really ? --> "membaca puisinya dan berimajinasi sendiri tentang kisah Rangga & Cinta jauh lebih menarik daripada melihat kisah AADC 2 yang diiringi puisi ini"
aku belum nonton T.T
@Tari Artika:
Wah! Mksh nih koreksinya.
Pas baca buku Tidak Ada New York Hari Ini.., menurut sy sih gitu.
Post a Comment