Thursday, May 12, 2016

Ada Apa Dengan Cinta 2 (2016): Jawaban Untuk Satu Purnama


Apa kabar hari ini?
Lihat tanda tanya itu
Jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi

Semenjak muncul mini drama AADC versi Line tahun 2014 lalu, masyarakat Indonesia dibuat heboh dan baper tingkat nasional karena “Sang Rangga yang Legendaris” telah kembali. Antusiasme masyarakat yang pernah tumbuh bersama kisah Galih & Ratna versi modern ini seakan membuat efek nostalgia yang begitu kentara. Bagaimana tidak, kisah Rangga & Cinta adalah wujud potret yang mampu mewakili kisah muda dimasanya. Bersanding dengan kualitas AADC yang harus diakui sebagai salah satu drama romansa remaja terbaik yang pernah dimiliki negeri ini. Respon orang begitu beragam, sebagian diantaranya adalah menuntut kejelasan akan hubungan Rangga & Cinta yang masih menggantung dalam satu purnama.
Saya termasuk orang yang tak berharap AADC akan memiliki sekuel. Bahkan menurut saya AADC mending tak usah dibuat sekuelnya. Waktu AADC versi lain masih booming, saya sempat menulis tentang hal ini disini. Namun keinginan yang lebih besar dari khalayak akan kejelasan hubungan Rangga & Cinta membuat Mira Lesmana pun tergerak untuk memberikan jawabannya. Bersama Riri Riza sang partner setia yang didapuk sebagai sutradara, Mira Lesmana mengabulkan harapan banyak orang dengan sebuah sekuel. Sebuah teaser dan trailer cukup berhasil menarik atensi penonton untuk mengetahui arah hubungan yang akan dibawa Rangga dan Cinta.

Tidak ada New York hari ini
Tidak ada New York kemarin
Aku sendiri dan tidak berada di sini
Semua orang adalah orang lain

Mungkin memang harus disadari bahwa AADC 2 dibuat hanya sebagai wujud fan service bagi penggemarnya. Atau perayaan atas euforia yang tertunda setelah 14 tahun lamanya. Atau hanya sekedar pelepas rindu dan ajang nostalgia bagi mereka yang pernah punya cerita dengan kisahnya. Namun biarpun begitu, tak lantas harus para pembuatnya mengesampingkan aspek penting dalam sebuah medium yang bercerita, yakni cerita. Harus diakui plot yang dirangkai AADC 2 tidak sesolid sebelumnya. Tidak masalah jika premisnya sederhana. Saya juga tidak terlalu mempermasalahkan semua serba kebetulan yang terjadi. Namun AADC 2 benar-benar menderita di penceritaannya.
Sesungguhnya saya mencoba menutup mata akan hal ini. Namun masih terasa karena hal itu cukup mengganggu. Puncaknya adalah ketika Rangga & Cinta mengakhiri sesi jalan-jalan ala Trilogi Before-nya Richard Linklater. Meski sedari awal aroma klise dan cheesy sudah terasa tapi disinilah titik tolak klimaksnya. Keklisean dan ke-cheesy-annya sudah berada pada level super. Saya benar-benar merasa bosan dan sempat bertanya dalam hati, kapan film ini akan berakhir? Ditambah dua adegan yang benar-benar menambah level ke-cheesy-an AADC 2 semakin menjadi.
[Spoiler] Pertama, Cinta yang mengendarai mobil dan hampir kecelakaan. Kedua, Cinta yang telah jauh-jauh ke Amerika melihat Rangga sedang berpelukan dengan seorang perempuan. Cinta marah dan pergi. Come on, man! Diantara banyaknya alternatif adegan kenapa Riri Riza harus memilih itu. Saya sedang tidak menonton FTV atau sinetron yang beratus-ratus episode itu kan? Oke lah jika ini hanya film drama romansa Indonesia kebanyakan yang senantiasa mengurai ke-cheesy-an, namun yang kita bicarakan disini adalah AADC. Sebuah film yang memiliki segudang moment menyenangkan dan mengharukan. Yang begitu melekat dibenak orang-orang namun tetap memiliki kesan elegan yang kuat. Ending AADC versi lain masih lebih keren menurut saya.
Dan sebenarnya, bukan masalah tentang bagaimana ending-nya tapi lebih kepada prosesnya yang terlampau klise dan cheesy untuk ukuran film sekelas AADC. Jika AADC 2 adalah wujud permintaan maaf Mira Lesmana dan tim karena sudah membuat semua orang menunggu selama 14 tahun lamanya. Maka ini adalah jawaban paling klise yang pernah dibuat mereka. Bukankah Cinta juga geram dengan jawaban dan ucapan-ucapan klise yang tak mau ia dengar? 

Jendela terbuka dan masa lampau memasukiku sebagai angin
Meriang, meriang, Aku meriang
Kau yang panas di kening. Kau yang dingin di kenang

Tapi tenang, AADC 2 tidak seburuk itu koq. Setidaknya kita masih bisa menemukan hal-hal yang membuat kita relate dengan kisah ini. Baik Mira Lesmana, Riri Riza maupun Prima Rusdi sebagai penulis tetap mempertahankan element-element yang penonton cintai dari AADC. Karakter, kisah persahabatan, soundtrack, puisi dan hubungan Rangga & Cinta itu sendiri masih punya nafas AADC yang kita kenal. Meski di awal sempat terseok-seok tapi ketika ritmenya mulai saling bertemu, AADC 2 cukup nyaman dinikmati. Buat yang akrab dengan trilogi Before-nya Richard Linklater pasti tak sulit untuk menyukai acara jalan berdua Rangga & Cinta. Meski tidak menyajikan obrolan se-khas dan se-intens Jesse & Celline, Rangga & Cinta berhasil menciptakan Jesse & Celline versi mereka sendiri. Potret sudut-sudut Yogyakarta yang terekam mengiringi perjalanan mereka turut menambah suasana romantis dibalik kesederhanaannya.  
Hal baik dan yang paling menonjol yang membuat AADC 2 memiliki kelasnya sendiri adalah keberadaan karakter dan pemerannya. Karakter-karakter AADC punya ciri khas masing-masing yang mudah untuk dicintai. Baik Rangga, Cinta, Karmen, Milly, Maura, sampai Mamet (minus Alya) tetap menjadi diri mereka seperti yang kita kenal 14 tahun lalu. Dan melihat mereka telah tumbuh dewasa dari saat masih berwarna putih-abu adalah hal yang paling menyenangkan disini. Empat belas tahun tahun jelas bukan waktu yang sebentar. Berbagai peristiwa pasti telah mewarnai perjalanan mereka dan turut merubah cara pandang mereka menjadi lebih dewasa. Warna dewasa ini menjadi sisi menarik yang membuat AADC 2 begitu hidup dalam menggulirkan kisahnya tanpa mengesampingkan ciri masing-masing (meski Cinta mungkin masih memiliki darah SMA). Keberhasilan ini tentu tidak hanya karena keberadaan karakter AADC yang ikonik, tapi buah kontribusi para pemerannya yang sukses menghidupkan masing-masing karakter dan menjalin chemistry apik sesama pemain meski sudah tak bersama sejak 14 tahun. Aspek yang satu ini benar-benar menolong plot AADC 2 secara keseluruhan.

Aku seperti menyalami kesedihan lama
yang hidup bahagia dalam pelukan puisi-puisi Pablo Neruda
Aku bagai menyelami sepasang kolam yang dalam dan diam di kelam wajahmu

Puisi bagi AADC sudah seperti jiwa dan raga. Tak bisa lepas. Ketika berbicara tentang AADC maka kita juga harus berbicara soal puisi. Pun demikian, AADC 2 masih memiliki puisi-puisi manis yang menemani Rangga bersama kisah hidupnya. Namun agak sedikit disayangkan, plot AADC 2 yang terlampau cheesy membuat puisi-puisi ini tidak seintim predesesornya. Jangan salah, puisi-puisi gubahan M. Aan Mansyur adalah karya terbaik yang sangat pantas menjadi bagian AADC 2. Bahkan  M. Aan Mansyur sanggup memberi kesan Rangga setelah 14 tahun yang kental. Riri Riza pernah bilang bahwa puisi ini harus bisa merepresentasikan sosok Rangga setelah 14 tahun kemudian dan M. Aan Mansyur adalah orang yang paling tepat itu. Itu memang terbukti disini. Dan kalau saya bilang, puisi-puisi M. Aan Mansyur ini “sadis-sadis”. Serius! Namun kembali lagi, plot utama AADC 2 lah yang menjadi masalahnya. IMO, membaca puisinya dan berimajinasi sendiri tentang kisah Rangga & Cinta jauh lebih menarik daripada melihat kisah AADC 2 yang diiringi puisi ini. 
Adapun soundtrack-nya yang masih ditangani Melly Goeslaw dan Anto Hoed sejujurnya tidak memberi aura yang terlampau dalam. Nomor-nomor baru yang hadir tidak seintim pendahulunya. Terutama mengenai liriknya, karena notasi-notasi yang Melly ciptakan masih cukup ampuh menawarkan suasana. Seperti saat lagu ‘Jangan Ajak-ajak Dia’ jadi backsound, terasa aneh saja terdengarnya. Kurang sweet mungkin liriknya. Lagu-lagu lama yang turut dihadirkan sepertinya cukup menutupi kekurangan itu.
Mungkin saya hanya minoritas disini. Mungkin saya juga bukan fans sejati yang tak bisa menikmati AADC 2 seperti yang dirasakan orang-orang. Atau mungkin saya telah “gagal paham” dengan penceritaan AADC 2. Seperti yang saya takutkan, sekuel AADC ini memang tak harus dibuat. Tapi sebagai ajang nostalgia, AADC 2 cukup berhasil melaksanakan tugasnya menggiring penonton ke arah yang benar. Beruntung karena AADC 2 punya element khas yang kuat lewat karakter, persahabatan geng Cinta, puisi dan hubungan Rangga-Cinta itu sendiri. Tanpa itu, AADC 2 begitu mudah terlupakan. Jika saja film ini berdiri sendiri, tentu juga tidak ada yang spesial dari AADC 2. Jangan bandingkan dengan pendahulunya, karena jelas berbeda. Lagipula tidak layak pula untuk dibandingkan. Sisi lainnya, AADC 2 mampu memberi hiburan ringan yang bisa berkenan bagi siapapun tanpa terkecuali.
Lebih dari itu, pujian layak diberi buat Mira Lesmana, Riri Riza dan seluruh tim yang mau meluangkan waktu untuk membuat penantian 14 tahun orang-orang terjawab. Keseriusan dan dedikasi mereka layak diapresiasi untuk melepas dahaga para penggemar dan membuat semuanya terlihat baik. Meski terkesan seperti terlalu menggampangkan semuanya dan memilih jalur yang lebih ringan untuk memoles AADC 2. Tidak salah, hanya saja, saya tidak menyangka jika sampai seperti itu, terutama mengenai ending-nya. Dan cukup, tolong jangan buat sekuel AADC lagi.

Kadang-kadang, kau pikir
Lebih mudah mencintai semua orang daripada melupakan satu orang
Jika ada seorang terlanjur menyentuh inti jantungmu,
mereka yang datang kemudian hanya akan menemukan kemungkinan-kemungkinan

2 comments

Tari Artika July 16, 2016 at 5:42 PM Reply said... Reply


Love it! tapii mz EYD mu mz... di+sini kok disambung-sambung gitu huhu.



but, wait.. really ? --> "membaca puisinya dan berimajinasi sendiri tentang kisah Rangga & Cinta jauh lebih menarik daripada melihat kisah AADC 2 yang diiringi puisi ini"

aku belum nonton T.T

Anonim July 27, 2016 at 6:24 AM Reply said... Reply

@Tari Artika:
Wah! Mksh nih koreksinya.

Pas baca buku Tidak Ada New York Hari Ini.., menurut sy sih gitu.