Tuesday, July 7, 2015

Kapalan

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah maka gemetar hatinya dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal”(Q.S. Al-Anfal: 8: 2)
Kapalan (cullus – istilah kedokteran) adalah kondisi dimana terjadi penebalan dan pengerasan pada kulit (telapak tangan, telapak kaki, dsb). Kapalan terjadi karena proses terus menerus yang diterima kulit baik berupa gesekan maupun tekanan yang berulang-ulang. Contoh. Tangan petani akan menjadi kapalan karena intensitas petani yang memegang dan menggunakan cangkul setiap hari. Kapalan sendiri merupakan respon alami tubuh sebagai akibat tekanan atau gesekan untuk menghindari luka.
Kapalan memang tidak berbahaya namun kapalan membuat struktur kulit menjadi lebih keras dan menjadikannya mati rasa. Bagian tubuh yang mengalami kapalan akan secara otomatis mengeras dan kehilangan rasa dan peka. Karena hilangnya rasa dan peka, bagian kulit yang kapalan sudah tidak bisa lagi membedakan bahkan tidak bisa lagi merasakan panas, dingin, sakit, geli, lembut, keras, dsb. Bagian fisik yang mengalami kapalan mayoritas terjadi pada bagian yang tidak terlalu penting sehingga seringkali kita tak mempedulikannya. Namun masihkah kita tidak peduli jika yang terkena kapalan adalah hati nurani kita? Rohani kita? Qalbu kita?
Manusia menjalani kehidupan yang hampir sama setiap harinya. Dari mulai bangun pagi sampai tertidur kembali. Semuanya seperti pengulangan aktivitas yang rutin dilakukan setiap hari. Aktivitas rutin ‘hampir sama’ tersebut terus dilakukan berulang-ulang setiap harinya tanpa tahu kapan akan berhenti. Tak jarang aktivitas rutin tersebut menjadi tameng yang disembunyikan dibalik alasan bernama kesibukan. Lantas apakah kita pernah menyadari jika aktivitas rutin tersebut tidak memiliki nilai tambah pada kualitas rohani kita? Atau justru malah semakin mengurangi kualitas rohani kita? Atau tanpa kita sadari rutinitas tersebut membuat rohani kita menjadi kapalan?
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, kapalan terjadi akibat proses yang terus menerus. Kita bisa sebut itu sebagai kebiasaan. Dan sebelum semua terjadi dan membentuk pola kebiasaan, ada hal yang sesungghnya sering kita lakukan, yaitu mengabaikan. Pada awalnya kita akan merasa bersalah ketika melakukan kesalahan. Namun kita mengabaikannya. Kemudian kita melakukan hal yang sama, masih ada sedikit rasa bersalah disitu, namun juga kita abaikan. Sampai teramat seringnya diabaikan, kita sudah tidak merasa bersalah lagi ketika melakukan kesalahan.
Mungkin pada awalnya kita hanya sekali mengabaikan suara adzan dengan alasan kesibukan. Hingga suara adzan berikutnya, kita pun mengabaikannya. Suara adzan berikutnya demikian. Begitu seterusnya. Sampai lama kelamaan kita menjadi terbiasa mengabaikan suara adzan. Dengan kata lain, kita terbiasa menunda shalat setiap waktu. Atau justru malah terbiasa meninggalkannya.
Tulisan ini dibuka dengan ayat Al Qur’an surat Al Anfal ayat 2. Disebutkan dari ayat tersebut bahwa orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah maka gemetar hatinya. Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya. Lalu apakah kita pun demikian? Bergetarkah qalbu kita ketika disebutkan nama-Nya? Bertambah kuatkah keimanan kita ketika dibacakan ayat-ayat-Nya? Atau sesungguhnya kita sudah tidak merasa lagi? Atau mungkin selama ini qalbu kita sudah kapalan? Atau mungkin saking membatunya, qalbu kita sudah tak bisa bisa lagi merasakan kehadiran-Nya?

0 comments