Puasa
sudah dua minggu tapi baru kali ini saya bisa memposting post khusus edisi
ramadhan seperti yang pernah saya utarakan tempo hari lalu. Agak sedikit
terlambat memang, tapi tak mengapa. Ya, Insya
Allah ke depannya (atau lebih tepatnya di bulan Juli ini) bisa melakukan
seperti apa yang saya bilang di awal. Tak perlu dijelaskan lagi kenapa post ‘One
Story, About...’ jadi banting setir begini, ya, itu sudah sempat disinggung
sebelumnya. Lagipula di blog ini, tidak ada batasan tema yang harus ditulis. Saya
bisa menulis apapun yang saya mau. Dan untuk post pertama di #EdisiRamadhan ini
saya akan berbicara santai tentang puasa.
Waktu
kecil saya pikir puasa itu mudah-mudah saja. Hanya tentang menahan lapar dan haus
saja, dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Kenapa saya pikir itu
mudah, karena anak-anak saja bisa melakukannya. Beberapa teman saya malah bisa
puasa full sejak kelas I SD. Saya
sendiri baru bisa berpuasa full
sebulan waktu kelas IV SD. Waktu kelas III-nya bolong sih sehari (kalau tidak
salah). Hehe.
Sesudah
memasuki usia aqil baligh, barulah persepsi
soal puasa perlahan mulai berubah. Karena puasa ternyata tidak sesederhana
menahan lapar dan haus seharian saja. Pada kenyataannya adalah jika puasa hanya
berbicara soal menahan lapar dan haus (dalam arti tidak makan dan minum)
siapapun bisa melakukannya. Tidak perlu beragama islam, orang beragam lainpun,
dari suku atau ras manapun, selama ia sehat secara fisik, saya yakin dia bisa
menahan lapar dan haus seharian. Bahkan tidak hanya manusia, hewan pun bisa
melakukan puasa, bahkan lebih kuat dari kita. Ular contohnya. Ular bisa tahan tidak
makan dan minum selama minimal dua hari setelah ia makan. Bahkan bisa lebih ketika
ia memakan yang lebih besar.
Rasanya
sudah jelas jika puasanya seorang muslim tidak hanya tentang menahan lapar dan
haus saja. “Itu puasa anak SD!”, kata salah satu penceramah yang saya dengar di
mesjid. Karena puasa itu tentang menahan hawa nafsu. Tentang menahan diri. Tentang
menjaga semua anggota tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tentang mengendalikan
bagian tubuh luar dan dalam baik fisik maupun psikis. Dari semua hal yang
membatalkan puasa. Dari semua hal yang menyebabkan kita melakukan perbuatan
tidak-tidak, tak berguna dan tercela.
Berbicara
hal diatas, tentu tak akan jauh tentang menjaga mata dari pandangan yang tak
layak dilihat. Menjaga telinga dari mendengar hal-hal buruk dan tak pantas
didengarkan. Menjaga mulut dari berbohong, bergunjing, berbicara kasar,
mengumpat dan sebagainya. Menjaga tangan dan kaki dari perbuatan yang merugikan
dan menyakiti orang lain. Dan masih banyak lagi yang lainnya. Pun dengan
anggota tubuh yang lain.
Lebih
lanjut ke dalam, menjaga emosi agar tidak terlalu mudah naik darah. Menjaga
pikiran dari memikirkan hal yang tidak-tidak dan tidak perlu. Menjaga hati dan
mejauhkannya dari segala macam penyakit hati. Karena hati menjadi bagian vital
pada tubuh manusia.
Kalau
sudah begitu, tentu berpuasa menjadi lebih kompleks dari apa yang sering
dilakukan waktu kecil. Malah itulah bagian terberatnya. Bukan karena apa,
terkadang (atau lebih tepatnya “seringnya”) kita lupa. Lupa untuk menahan diri.
Ketika berkumpul bersama teman kemudian ngobrol sampai tak disadari telinga dan
mulut lupa untuk dijaga. Saat sendiripun, tak jarang pikiran malah berimajinasi
tak karuan. Hati apalagi. Dan hal-hal itu, sadar atau tidak disadari, baik
sedang bersama orang atau sendiri, terkadang kita lupa menjaga dan
mengendalikan diri.
Rasulullah
saw bersabda, “Betapa banyak orang berpuasa namun tidak mendapatkan apapun dari
puasanya kecuali lapar dan dahaga”. Dari kata “betapa banyak” tadi saya
berasumsi bahwa jika demikian justru lebih banyak orang berpuasa yang tidak
akan mendapatkan apapun dari puasanya, selain lapar dan dahaga. Mungkinkah kita salah satu diantaranya?
Puasa
itu ibarat sebuah latihan dan belajar. Latihan dan belajar untuk mengendalikan
diri tadi. Untuk terus dipupuk setiap hari, setelah bulan ramadhan, bulan
ramadhan berikutnya, berikutnya lagi dan seterusnya bagitu. Sehingga tujuan
puasa seperti yang disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 183 bisa dicapai
yakni menjadikan kita semua umat bertaqwa. Dalam perjalanannya memang tidak
mudah semudah mengetik post ini. Yang ngetik pun demikian, masih banyak sisi
buruk dan jeleknya. Sangat banyak malah. Tapi yang perlu dilakukan adalah
berusaha yang terbaik, ikhlas dan tak berputus asa pada rahmat Allah.
Jadi, ketika puasa
kita hanya tentang menahan lapar dan haus saja, tidak berbedakah kita dengan
umat lain yang juga berpuasa? Bahkan hewan sekalipun bisa melakukan puasa lebih
dari apa yang kita lakukan. Tidak berbedakah kita dengan mereka?
0 comments
Post a Comment