Wednesday, July 1, 2015

Ngobrolin Puasa

Puasa sudah dua minggu tapi baru kali ini saya bisa memposting post khusus edisi ramadhan seperti yang pernah saya utarakan tempo hari lalu. Agak sedikit terlambat memang, tapi tak mengapa. Ya, Insya Allah ke depannya (atau lebih tepatnya di bulan Juli ini) bisa melakukan seperti apa yang saya bilang di awal. Tak perlu dijelaskan lagi kenapa post ‘One Story, About...’ jadi banting setir begini, ya, itu sudah sempat disinggung sebelumnya. Lagipula di blog ini, tidak ada batasan tema yang harus ditulis. Saya bisa menulis apapun yang saya mau. Dan untuk post pertama di #EdisiRamadhan ini saya akan berbicara santai tentang puasa.
Waktu kecil saya pikir puasa itu mudah-mudah saja. Hanya tentang menahan lapar dan haus saja, dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Kenapa saya pikir itu mudah, karena anak-anak saja bisa melakukannya. Beberapa teman saya malah bisa puasa full sejak kelas I SD. Saya sendiri baru bisa berpuasa full sebulan waktu kelas IV SD. Waktu kelas III-nya bolong sih sehari (kalau tidak salah). Hehe.
Sesudah memasuki usia aqil baligh, barulah persepsi soal puasa perlahan mulai berubah. Karena puasa ternyata tidak sesederhana menahan lapar dan haus seharian saja. Pada kenyataannya adalah jika puasa hanya berbicara soal menahan lapar dan haus (dalam arti tidak makan dan minum) siapapun bisa melakukannya. Tidak perlu beragama islam, orang beragam lainpun, dari suku atau ras manapun, selama ia sehat secara fisik, saya yakin dia bisa menahan lapar dan haus seharian. Bahkan tidak hanya manusia, hewan pun bisa melakukan puasa, bahkan lebih kuat dari kita. Ular contohnya. Ular bisa tahan tidak makan dan minum selama minimal dua hari setelah ia makan. Bahkan bisa lebih ketika ia memakan yang lebih besar.
Rasanya sudah jelas jika puasanya seorang muslim tidak hanya tentang menahan lapar dan haus saja. “Itu puasa anak SD!”, kata salah satu penceramah yang saya dengar di mesjid. Karena puasa itu tentang menahan hawa nafsu. Tentang menahan diri. Tentang menjaga semua anggota tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tentang mengendalikan bagian tubuh luar dan dalam baik fisik maupun psikis. Dari semua hal yang membatalkan puasa. Dari semua hal yang menyebabkan kita melakukan perbuatan tidak-tidak, tak berguna dan tercela.
Berbicara hal diatas, tentu tak akan jauh tentang menjaga mata dari pandangan yang tak layak dilihat. Menjaga telinga dari mendengar hal-hal buruk dan tak pantas didengarkan. Menjaga mulut dari berbohong, bergunjing, berbicara kasar, mengumpat dan sebagainya. Menjaga tangan dan kaki dari perbuatan yang merugikan dan menyakiti orang lain. Dan masih banyak lagi yang lainnya. Pun dengan anggota tubuh yang lain.
Lebih lanjut ke dalam, menjaga emosi agar tidak terlalu mudah naik darah. Menjaga pikiran dari memikirkan hal yang tidak-tidak dan tidak perlu. Menjaga hati dan mejauhkannya dari segala macam penyakit hati. Karena hati menjadi bagian vital pada tubuh manusia.
Kalau sudah begitu, tentu berpuasa menjadi lebih kompleks dari apa yang sering dilakukan waktu kecil. Malah itulah bagian terberatnya. Bukan karena apa, terkadang (atau lebih tepatnya “seringnya”) kita lupa. Lupa untuk menahan diri. Ketika berkumpul bersama teman kemudian ngobrol sampai tak disadari telinga dan mulut lupa untuk dijaga. Saat sendiripun, tak jarang pikiran malah berimajinasi tak karuan. Hati apalagi. Dan hal-hal itu, sadar atau tidak disadari, baik sedang bersama orang atau sendiri, terkadang kita lupa menjaga dan mengendalikan diri.
Rasulullah saw bersabda, “Betapa banyak orang berpuasa namun tidak mendapatkan apapun dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”. Dari kata “betapa banyak” tadi saya berasumsi bahwa jika demikian justru lebih banyak orang berpuasa yang tidak akan mendapatkan apapun dari puasanya, selain lapar dan dahaga. Mungkinkah kita salah satu diantaranya?
Puasa itu ibarat sebuah latihan dan belajar. Latihan dan belajar untuk mengendalikan diri tadi. Untuk terus dipupuk setiap hari, setelah bulan ramadhan, bulan ramadhan berikutnya, berikutnya lagi dan seterusnya bagitu. Sehingga tujuan puasa seperti yang disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 183 bisa dicapai yakni menjadikan kita semua umat bertaqwa. Dalam perjalanannya memang tidak mudah semudah mengetik post ini. Yang ngetik pun demikian, masih banyak sisi buruk dan jeleknya. Sangat banyak malah. Tapi yang perlu dilakukan adalah berusaha yang terbaik, ikhlas dan tak berputus asa pada rahmat Allah.
Jadi, ketika puasa kita hanya tentang menahan lapar dan haus saja, tidak berbedakah kita dengan umat lain yang juga berpuasa? Bahkan hewan sekalipun bisa melakukan puasa lebih dari apa yang kita lakukan. Tidak berbedakah kita dengan mereka?

0 comments